"Hot caffe latte yang venti."
Hampir genap lima tahun aku pergi meninggalkan Bandung. Lebih tepatnya, meninggalkan kenangannya.
"Atas nama siapa?"
"Marcella."
Memaksakan diri untuk melupakan itu tidaklah mudah. Buktinya setelah sekian lama aku pergi, akhirnya aku memutuskan untuk kembali. Walau sudah tak ada harapan lagi untuk 'kembali'.
Dan disinilah aku sekarang. Duduk termenung di teras coffee shop internasional ternama seberang bandara Husein Sastranegara Bandung sambil menyesap minuman pesananku tadi. Sejujurnya ini adalah kopi pertamaku sejak aku memutuskan untuk membenci kopi lima tahun yang lalu.
Drrtttt
Getaran ponselku menyadarkanku dari lamunan. Aku segera mengarahkan pandangan menuju layar ponsel yang menampilkan pop up pesan dari Line.
Feraldi S: Udah landing?
marcella s: udah
Feraldi S: Lagi ngambil bagasi?
marcella s: lg di starbak
Feraldi S: Kenapa gak bilang kalo udah beres
Feraldi S: Tunggu disana
Feraldi S: OtwKata-kata terakhir dari Feraldi membuatku sesak. Lima tahun yang lalu... ah, aku benci mengingatnya. Tetapi, terlalu sulit untuk dilupakan. Aku benci dengan manusia yang lima tahun lalu mengatakan kalimat itu juga. Sangat benci.
Setelah menyelesaikan bangku kuliah di Negeri Ginseng, aku pulang dengan membawa gelar sarjana seni rupa di belakang namaku. Awalnya, aku pikir dengan pergi jauh-jauh dari Indonesia dan mengenyam kurikulum pendidikan yang super-duper-edan di Korea aku bisa melupakan segalanya, tapi nyatanya nihil. Aku tetap merindukannya.
Drrttt drrttt drrttt
Getaran bertubi-tubi ponselku lagi-lagi membuat aku tersadar dari lamunan. Ku kira Feraldi menelponku, ternyata Ibu Negara.
Aku segera menekan tombol hijau di layar dan mendekatkan benda persegi panjang itu di telingaku, "Yow."
"Udah mendarat?" suara khas Mama terdengar jelas dari seberang sana.
"Udah."
"Pulang naik taksi?"
"Enggak."
"Dijemput Odi?"
Sepersekian detik aku langsung menjauhkan ponsel dari telingaku dan menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan.
"Sialan!" Benda persegi panjang yang mengeluarkan suara Mama yang menyebut nama terlarang itu ku lempar sembarang ke atas meja di depanku.
Aku memijat kening, rasanya beban yang kubuang jauh-jauh lima tahun yang lalu akan kembali lagi dalam waktu singkat. Andai saja aku berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk pulang, aku tidak akan seperti ini. Baru saja satu jam aku mendarat sudah kacau seperti ini. Perasaanku mendadak kacau dan hancur berkeping-keping seperti dulu. Seolah kenangan lima tahun lalu itu baru saja terjadi.
Kembali kedalam lamunan sambil mengaduk kopi yang tinggal separuh. Tiba-tiba saja ada yang hinggap di pikiranku.
Apa kabar Odi? Apakah ia masih mengingatku?
•••
Hello readers!New story nih hehe.
Sebelumnya mohon maaf untuk para penunggu lanjutan cerita 'Kisah Sendiri' dan 'Yang Telah Hilang', kemungkinan akan slow update hehe sorry...Kenapa? Karena kebetulan isinya banyak based on true story jadi ya... ngerti lah lagi pengen melupakan, agak menyayat hati aja gitu kalo dipaksa inget lagi dan ditulis jadi cerita. Tapi doakan aja suatu hari kuat lagi buat nulisnya dan bisa lanjutin sampe beres.
Btw, ini juga awalnya true story lho...
Ayo tebak siapa Odi dan Ferdi itu sebenernya
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
All of You
Teen FictionKetika aku harus mencintai dirimu seutuhnya, sedangkan yang mencintaiku hanyalah sebagian dari dirimu. Ataukah tidak sama sekali?