Senin adalah hari yang mengesalkan bagi sebagian orang namun bagi Minhyun, tidak juga. Pria itu sudah berada di ruangannya di kantor, pikirannya tenggelam dalam layar laptop yang terbuka didepannya. Angka dan grafik terus bergerak secara real time dilayarnya. Suara langkah kaki yang ribut tidak terlalu diperhatikan oleh Minhyun, sudah biasa mendengar keributan yang ditimbulkan oleh Jaehwan diluar sana. Jika saja pekerjaan Jaehwan tidak sebaik itu, Minhyun sudah mempertimbangkan untuk mengganti Jaehwan dengan orang lain.
"Ada apa, Jaehwan?" tanyanya tanpa melepaskan pandangan dari layar laptop saat terdengar suara pintu dibuka.
"Pak, Ibu Sujin dan Mr. Park." Jaehwan yang biasanya berwajah santai terlihat panik. Ponsel masih menempel di telinganya, sepatunya hanya terpakai sebelah.
Minhyun hanya mengangkat alisnya sebelah seraya memperhatikan Jaehwan.
"Mereka kecelakaan Pak."
---
Suara nyaring tangisan Jihoon memenuhi rumah duka. Anak berusia 3 tahun itu tidak mengerti, dimana Ibu dan Ayah? Mengapa hanya ada Om Minhyun? Jihoon ingin ke kolam besar yang ada bebeknya, meskipun ia sedikit takut namun bebek - bebek itu lucu. Ia juga lapar, mengapa Ibunya tidak datang membawakannya makanan?
"Bagaimana keadaanmu?" Jisung menyapa Minhyun yang sedang terduduk memangku Jihoon. Minhyun hanya memeluk Jihoon tanpa menyahut, kepergian sang kakak terlalu mengejutkan baginya.
Seongwu dan Daniel berpandangan, sedangkan Jisung yang paham dengan keadaan shock Minhyun langsung mengambil alih koordinasi. Para tamu yang datang memberikan penghormatan terakhir datang silih berganti, Minhyun hanya terdiam tidak bergerak dari tempatnya. Ia bahkan tidak menggubris tawaran Jisung akan segelas air. Sujin adalah sosok ayah, ibu dan kakak bagi Minhyun. Sejak orang tua mereka bercerai, Sujin-lah yang mengurus Minhyun. Meskipun tidak kekurangan karena warisan dari sang kakek, kehidupan Sujin dan Minhyun tidak bisa dibilang mulus mulus saja. Sang pria baru bisa menerima bahwa orang tuanya berpisah setelah lulus SMA, semua berkat Sujin.
Jadi, ketika ada yang ingin menikahi Sujin, Minhyun memastikan bahwa pasangan kakaknya itu layak. Sujin tadinya ingin menolak karena Minhyun, namun dia meyakinkan bahwa pernikahan itu bukanlah Sujin pergi dari hidupnya namun Minhyun mendapatkan satu lagi keluarga. Setahun kemudian, lahir Jihoon yang dengan cepat menjadi kesayangan Minhyun. Pemikiran mengenai Jihoon menghentakkan Minhyun dari lamunan panjangnya. Balita itu tidak lagi berada di pangkuan Minhyun.
"Jihoon!" panggilnya, agak panik.
"Apa kau mencari Jihoon?" Jisung yang sedari tadi berdiri didekat Minhyun bertanya. "Dia tadi kelelahan menangis, sekarang sedang tidur dengan Seungwan."
Nama yang asing membuat alarm dalam benak Minhyun menyala. Seungwan? Menyadari wajah bingung Minhyun, Jisung cepat - cepat menunjuk seorang gadis dalam balutan dress berwarna biru sangat gelap yang sedang merangkul Jihoon yang tertidur.
"Seungwan temannya Sujin di Sweettooth." Jisung menyebutkan tempat Sujin bekerja. "Sepertinya sering bertemu dengan Jihoon juga. Ia tadi berhenti menangis setelah dipeluk oleh Seungwan."
Detik saat Minhyun menjatuhkan tatapannya pada Seungwan, ia bernafas lega.
"Haruskah kuminta Seungwan membawa Jihoon kesini?" tanya Jisung lagi.
"Tidak usah." Minhyun menggeleng tanpa melepaskan pandangannya dari pemandangan didepannya. "Biarkan saja Jihoon tidur."
Kini Minhyun mengalihkan pandangannya pada altar yang berhias bunga warna putih. Benaknya dipenuhi kata mengapa, mempertanyakan alasan dibalik perginya kedua orangtua Jihoon. Kecelakaan itu merenggut keluarga Minhyun sehingga yang tersisa hanya dirinya dan Jihoon. Bahkan supir truk yang menabrak mobil Sujin tidak selamat. Minhyun harus menyalahkan siapa?
Sekali lagi Minhyun larut dalam kecamuk dalam batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irrefutable Thirty
FanfictionDalam 26 tahun hidupnya, Hwang Minhyun memiliki banyak sekali hal yang ia sesali. Namun hal itu tak urung membuatnya tidak menikmati waktu yang ia punya. Pekerjaan, keluarga - termasuk si kecil Jihoon -. Meskipun cintanya pada Kim Joohyun tidak t...