01: A Beginning

129 14 2
                                    

Ada satu hal membosankan yang akan kuberi tahu kepada kalian, yaitu:

Berjalan seorang diri tanpa seorang teman.

Harus kalian ketahui, sebenarnya aku ingin sekali mempunyai teman. Walaupun satu. Tapi apa boleh buat, dengan sikap menjengkelkan yang kupunya, mana ada orang yang tahan berteman denganku? Dengan terpaksa aku harus melakukan apa pun seorang diri.

Seperti yang satu ini. Aku harus berjalan sendiri di tempat yang sunyi. Dengan langkah malas, aku menatap bosan jalanan yang entah sudah berapa kali kulalui. Jalanan ini cukup sunyi, karena paling tidak hanya ada satu dua orang yang berlalu lalang. Sebenarnya aku bisa menaiki angkutan umum untuk pulang, namun karena aku memilih berhemat—aku berniat membeli banyak novel yang sudah lama aku idamkan, aku memilih berjalan kaki.

Keadaan saat ini cukup menggerahkan, sang mentari sedang di ujung kepalaku saat ini. Berbekal sweater berkupluk berwarna abu-abu yang saat ini tengah kupakai, aku merasa terlindungi. Mata tajamku yang sering menjadi perbincangan orang-orang, kini sedikit meredup karena lelah dan terdominasi oleh ngantuk. Namun karena instingku, aku berusaha membelalakkan mata agar terpokus pada jalanan di hadapanku.

Di ujung jalan sana terlihat dua orang gadis tengah berbincang. Mereka terlihat seperti berdebat. Tiba-tiba aku merasa kesal, karena mempunyai rasa penasaran yang cukup—bukan, sangat tinggi. Perbedaan langkah kami hanya beberapa meter saja. Aku menahan diri agar tidak bergerak mendekati mereka. Dalam hati, pikiranku berdebat. Haruskah aku menghampiri mereka?

Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi ini, aku melangkahkan kaki pelan menuju mereka. Aku harus bertindak hati-hati, karena aku tidak pernah melihat mereka di wilayah ini. Sekali lihat saja, aku tahu mereka tidak tinggal disini, penampilan mereka cukup mencolok.

Aku mengumpat di balik tong sampah yang jauhnya sekira-kira satu meter dari keberadaan mereka. Saking pokus perdebatannya, mereka tidak menyadari keberadaanku. Aku sedikit mengintip, melihat lebih jelas penampilan mereka.

Gadis pertama yang sedang memberenggut mempunyai rambut coklat gelap, sedangkan gadis kedua mempunyai rambut coklat terang. Lumayan kontras. Kedua gadis ini sama-sama cantik, sehingga bagi siapapun yang melihatnya, pasti akan menolehkan kepala dua kali. Yang membuatku mengernyitkan dahi, kedua gadis ini memakai slayer bergambar kuda unicorn di leher dan rompi yang sama. Rompi itu berwarna hitam bergambar unicorn kecil yang tertempel di sisi atas kanan dan terlihat .... mengagumkan. Aku ingin mempunyai rompi seperti itu.

Pengamatanku akan penampilannya berhenti sampai situ, karena aku mendengar pembicaraan mereka yang cukup membuatku tertarik.

"Bagaimana sih, kau ini?" gadis berambut coklat gelap menghela napas panjang, "kenapa kau lupa membawa daftarnya?"

Gadis kedua berambut coklat terang meringis, merasa bersalah. "Maafkan aku, tapi sumpah, aku lupa!" ujar gadis itu seraya memukul dahinya sendiri. "Aiden pasti akan memarahiku."

Gadis pertama terdiam. Matanya menerawang, mencari solusi. Lalu ia bertanya, "apakah kau ingat satu nama yang tinggal di daerah sini?"

Gadis kedua itu terlihat berpikir. Ia memejamkan matanya sebentar. Dari sini, aku bisa melihat kalau gadis kedua itu otaknya lemot. Lama sekali berpikirnya! Kemudian gadis itu membuka matanya yang berbinar-binar sambil berseru, "Aku ingat!"

Gadis pertama yang melihat itu memutar bola matanya, seolah sudah menduganya. "Siapa namanya?"

Gadis kedua tersenyum riang, mengucapkan sebuah nama yang membuatku tercekat. "Alessia Aphrodite, rumahnya terletak di blok sebelah sana!"

BèdauernTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang