"Tahan sebentar saja, Nyonya"
"Ly, berapa kali aku harus katakan panggil saja aku Madeleine, kau tau aku tidak suka engkau memanggilku dengan formal"
"Peraturan adalah peraturan"
"Kita seumuran! Ayolah Ly!"
"Maafkan aku Nyona, tetapi ini peraturan ayahmu"
"Ugh- ouch!"
Tali korset mulai mengencang menarik tubuhnya kebelakang dengan keras. Madeleine dengan kesal harus menahan semua rasa sakit tersebut. Dia tidak berharap akan dilahirkan dalam keluarga bangsawan yang terlalu mewah seperti ini. Lebih baik ia dilahirkan dalam keluarga yang sederhana, dimana semua peraturan tidak sekaras apa yang dia rasakan.
Perempuan dibelakangnya mengikat tali korset menjadi pita rapi, menegakkan kembali tubuhnya, dan membebarkan ikatan rambut Madeleine.
"Biar aku saja, Ly" kata Madeleine membenarkan posisi rambutnya.
"Tidak, nyonya ayahmu mengatakan bahwa semua pekerjaan akan dilakukan oleh saya"
Madeleine mendesah lagi, membiarkan perempuan seumurnya membetulkan posisi ikatan rambutnya.
'Menyebalkan' gumamnya.
"Nyonya tidak boleh mengumpat"
Sekali lagi ia akan menghajar kepala ke meja rias. Kepalanya terasa sakit setelah acara minum teh siang itu. Kenapa 'orang itu' harus datang di saat yang tepat untuk berbicara tentang sekolah bersama ayahnya. Hancur semua impiannya untuk pergi ke sekolah umum, lama-lama ia bisa mati dengan semua kemewahan ini.
"Madie? Kau sudah selesai" ketuk pintu kamarnya.
"Sebentar lagi, dad"
"Ehmm, 5 menit lagi"
"Iya, dad" kesalnya.
"Saya tinggalkan nyonya dulu" membungkuk Ly membukakan pintu kepada Ayah Madeleine. Lelaki berumur 54 tahun itu melangkah masuk, menggunakan tuxedo biru gelap, rambutnya di sisir rapi, bau parfum kelas atas tercium saat ia masuk.
"Dad, apakah aku harus mengikuti acara ini?" Desag Madeleine mencium pipi ayahnya.
"Kau tau acara ini di hadiri oleh keluarga Demagogue"
"Tapi, dad! Ayolah biarkan aku mendapat sedikit privasi sesekali!" Seru Madeleine melihat ketidakadilan tersebut.
"Madie, kau harus bersosialisasi dengan orang-orang ini demi masa depanmu! Terutama Lan-"
"Lancelot Demagogue, si lelaki playboy. Lebih baik aku mencari tunangan yang lebih baik daripadanya" gumam Madeleine.
"Madie! Bahasamu!" Ayahnya berteriak.
Madeleine mencibir, membuang muka, ayahnya mendesah pelan menepuk pundaknya.
"Madie, ayah tau kau ingin sekali bersekolah di tempat umum, tetapi apakah tidak ada pilihan lain? Kau tau sekolah umum seperti itu memiliki pengaruh buruk bagi masa depanmu?"
"Dad! Itu hanyalah fantasi orang dewasa! Semua orang mengatakan hal yang sama! Pengaruh buruk bagi remaja bangsawan! Orang-orang aneh! Jika mom masih disini mungkin mom akan menyekolahkanku di sana!" Marah Madeleine melipat kedua tangannya.
Ayahnya mendesah kalah, ia sudah mendengar hal tersebut, berkali-kali dari anak tunggalnya.
"Dad, jika kau memberi aku kesempatan untuk bersekolah ditempat umum, aku bisa membuktikan bahwa fantasi-fantasi dad itu tidak buruk!" Kata Madeleine membelakangi ayahnya.
"Baiklah kalau begitu, ayah menyerah- akan ayah pikirkan terlebih dahulu, dengan pertimbangan Cole. Dia harusnya tau dimana sekolah umum yang bagus untukmu"
"Benarkan? Dad? Janji?" Seru Madeleine mengeluarkan jari kelingkingnya. Ayahnya mendesah kalah, tersenyum, mengikatkan jari kelingkingnya pada Madeleine.
"Ayah, janji- tapi kau harus janji juga-"
Sebelum ayahnya sempat melanjutkan kata-katanya, Madeleine menghamburkan dirinya pada pelukan ayahnya.
"Merci, dad" senyum Madeline.
Ayahnya hanya tersenyum tipis sebelum mengembalikan pelukan Madeline.
'Semoga ini pilihan yang tepat untuk anak kita, Lily'
KAMU SEDANG MEMBACA
Madeleine & Maureen
Teen Fiction//Dibutuh Review sebanyak mungkin demi kebaikan cerita// Bayangkan dirimu bertemu seseorang yang mirip denganmu, hanya saja seseorang ini menjalani kehidupan 360° berbeda denganmu? Apa yang akan kamu lakukan? Kebingunan? Berteriak? Atau apa pun yang...