Salah Tingkah

31 9 2
                                    





Suara decitan kursi bergeser di sebelah ku membuat ku refleks menoleh. Jantung ku melemas seketika ketika mendapati pria itu yang hendak duduk di sampingku. Aku terbelalak menatapinya tapi dia tak menggubris tatapanku sama sekali.

Aku menggeser kursiku sedikit menjauh darinya secara perlahan agar tidak menarik perhatiannya, tapi dia malah berdehem pelan membuatku seperti tertangkap basah. Tapi aku tidak perduli dan tetap melakukannya, setidaknya sekarang ada jarak di antara kami.

Aku kembali ke sadarku, dan mengembalikan fokusku lagi ke depan untuk kembali memperhatikan si ketua panitia yang sedang memimpin rapat untuk persiapan perpisahan kelas 3. Tapi tidak, aku malah semakin tidak fokus. Nalar ku belum bisa menerima ini.

Aku tau dia ketua kelas dan setiap perangkat kelas diminta untuk berkumpul di Aula termasuk aku sebagai sekertaris, itu hal wajar jika dia disini.

Tapi kenapa dia harus duduk di samping gue sih??!. dia mau berusaha deketin gue lagi sekarang? atau dia mau nagih jawaban gue tentang pertanyaan dia kemarin? Mampus!! Atau mungkin dia sengaja ngintilin gue  ?! Njirr

Pertenyaan-pertanyaan aneh mulai berseliweran di otakku dan membuat dadaku seperti menyesak. Aku memain-mainkan pulpenku di jari, berusaha bersikap sebiasa mungkin, setidaknya jangan sampai menarik perhatiannya sehingga kami gak harus memulai pembicaraan tentang apapun itu.

Tapi kenapa harus duduk disini sih??

Aku menjerit dalam hati memohon ada jawaban atas pertanyaan yang satu itu. Aku melihat depan dan belakang, masih banyak kursi kosong di sana, bahkan kursi di sebelahnya juga tidak ada orang.

Tapi kenapa harus duduk tepat di samping gue?

Vania, yang duduk di sampingku, menyenggol lenganku berkali-kali. Sepertinya dia baru sadar kalau ada Andra di sampingku. Hanya Vania yang tau tentang kejadian itu, saat dimana Andra menyatakan perasaanya ke padaku, tepat seminggu setelah aku diputusi oleh Tama.

Aku mengenal Andra sejak SMP, kami berteman baik, bahkan sekarang kami satu SMA meski berada di kelas yang berbeda tapi kami masih berhubungan baik, saling bertegur sapa sesekali. Tapi aku benar-benar tidak tau kalau dia menyimpan perasaannya selama ini.

Dan sampai detik ini, aku tidak menjawab pertanyaannya tentang 'apa aku mau pacaran dengannya?'. Ya, aku belum menjawabnya, atau lebih tepat aku mengabaikan pertanyaannya dan malah cenderung menghindarinya. Aku harap dia bisa mengerti jadi dia tak harus mengulang pertanyaanya lagi.

Bukan aku tidak suka padanya. Tapi... dia temanku dan aku sedang tidak ingin pacaran sekarang. Aku juga tak ingin dianggap membuat dia sebagai pelarianku yang baru aja diputusin oleh Tama.

Vania menyenggol lenganku lagi, aku menyenggol lengannya lebih keras untuk memberinya kode agar bersikap biasa saja.

Tapi aku bohong, aku sendiri tidak bisa bersikap biasa saja, aku mengubah-ubah posisi dudukku dari tadi agar terasa lebih nyaman, tapi aku malah terlihat seperti cacing kepanasan sekarang. Aku memainkan dan merapikan rambut ku sesekali dan berusaha mengabaikannya. Tapi sesekali aku mencuri-curi pandang untuk melihatnya, hanya untuk memastikan dia tidak sedang memperhatikanku, ternyata memang tidak, dia hanya sibuk menulis. Ya, sepertinya dia memang fokus pada isi rapat, mengingat dia adalah ketua kelas. Tapi aku sebagai sekertaris malah entah melakukan apa dari tadi.

Tapi entah kenapa aku merasa gerah sekarang, pipi dan telingaku terasa panas. Aku buru-buru mengambil tisu di tasku yang aku letak di bawah, aku benar-benar tak ingin terlihat grogi di sampingnya. Karena aku buru-buru, pulpen di tanganku tadi jadi terjatuh ke dekat kakinya.

Salah TingkahWhere stories live. Discover now