0,4-Mamas

25 1 0
                                    

Baru kali ini Alan melihat adik sulungnya merengek-rengek minta diantar sekolah dengannya. Tumben banget! Biasanya juga paling ogah kalau apa-apa harus dengan Alan. Tapi kenapa sekarang jadi apa-apa harus sama Alan ya.

Jadi bingung.

"Ih? Kok sama gue sih Ri, biasanya juga lo ogah kalo gue anter kemana-mana."

Riri masih mencoba menarik-narik lengan kakaknya itu agar bangun dari tempat tidurnya lalu mengantarnya sekolah.

"Ih udah cepetan mas Alan banguun! Dikit lagi Riri telat ini ayo maaas, ih cepetaaan,"

"Pasti lo ada maunya ya?"

"Mas Alan!"

"Tapi ntar beliin gue es krim jagung ya?"

"IYA NANTI GUE BELIIN IH UDAH AYO CEPETAN." Balas Riri sudah tak sabar.

Alan menatapnya sinis. "Pake gue lagi ngomongnya. Yang bener kalo ngomong sama orang yang lebih tua, kayak gak pernah diajarin aja."

Ih pake ceramah dulu lagi!

Riri menghela napasnya. "Iya mas. Nanti Riri beliin es krim jagung ya," gadis itu memaksakan senyumnya.

Alan yang mendengar itu tersenyum puas.

"MAKANYA AYO CEPETAN ANTERIN GUE SEKOLAH."

***

Setelah sampai di depan gerbang sekolah, Riri pun turun dari motor lalu berpamitan dengan kakak sulungnya itu, tapi sebelum Alan pergi gadis itu menahannya.

"Kenapa, uang jajannya kurang?" Tanya Alan.

Riri menggelengkan kepalanya. "Nanti pas pulang sekolah, mas Alan jemput Riri ya?"

"Loh, kenapa minta jemput? Biasanya juga Riri kan kalo pulang naik angkot sama temen-temennya. Lagian juga gak bisa Ri, nanti siang kan mas mau sekolah."

"Ih yaudah mas Alan jemput Riri dulu, abis itu baru ke sekolah,"

"Ogah ah, ngabisin tenaga doang bolak-balik,"

"Yaampun mas Alan tega banget sih sama Riri. Kalo nanti Riri kenapa-napa diangkot gimana? Kalo Riri diculik sama abang angkotnya terus Riri dijual gimana? Abis itu Riri gak bisa—"

"Heh! Kamu apaan sih masih pagi ngomongnya udah yang aneh-aneh aja. Emangnya kamu beneran mau kayak gitu?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Makanya nanti mas Alan jemput Riri ya,"

Alan menatapnya dengan malas. "Iye ntar gue jemput. Tapi inget ya, jangan ngomong kayak gitu lagi. Ngerti?" Ditatapnya mata adiknya itu dengan serius.

Riri mengangguk dan tersenyum.

"Yaudah sana gih masuk. Inget ya Ri, belajar yang bener kalo mau masuk satu sekolah sama mas Alan. Oke?"

"Iya, tenang aja. Yaudah Riri masuk ya. Makasih ya mas udah mau anterin Riri, dadaah!"

Riri melambaikan tangannya lalu berlari menuju gerbang sekolahnya. Alan masih menatap dan diam untuk memastikan bahwa adiknya baik-baik saja, tapi disaat detik pertama ia ingin melajukan motornya, Riri meneriaki namanya. Membuatnya terdiam menunggu gadis itu kembali bicara.

"Mas! Nanti jangan lupa jemput Riri ya!" Ucapnya dari kejauhan.

Alan kembali mengulas senyum. Tidak ada balasan untuk menjawabnya, ia hanya mengacungkan jompolnya lalu melihat Riri yang perlahan hilang dari hadapannya. Terkadang dia bingung dengan sikap adiknya, menyebalkan tapi manja. Huh, tapi mau bagaimana pun juga Riri tetap adiknya, dan Alan sangat menyayanginya.

Tapi kira-kira Riri kenapa ya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang