I

18 1 0
                                    

Hembusan semilir angin mengenai wajahku. Mataku tertutup rapat merasakan angin musim semi yang sungguh menyegarkan dan juga menyenangkan.
Srek.
Kubuka mataku perlahan-lahan. Ku edarkan pandanganku ke sekeliling tempat aku duduk. Tidak ada siapa-siapa batinku.

Ku angkat ke dua bahuku, menandakan aku tidak terlalu perduli dengan suara tersebut. Mengangkat tangan kananku, keperhatikan jam tangan yang melingkar di tanganku. Jarum pendeknya mulai bergerak mendekati angka 5.

Mataku membulat dan aku juga menjerit tertahan. Buru-buru aku bangkit dari dudukku mengambil tasku dan langsung berlari secepat kilat menuju tempat tujuanku.
Aku berusaha lari sekencang mungkin tidak perduli dengan keadaan jalan yang tidak terlalu rata yang membuatku hampir terjatuh beberapa kali. Selain itu pandangan orang sekitarku yang melihatku aneh. Aku tidak perduli dengan semua itu karena akan ada sesuatu yang lebih berbahaya untuk kelangsungan hidupku jika aku tidak sampai tujuan tepat waktu.

Terlihat bangunan bercat putih dengan jendela kaca yang cukup besar di sudut jalan. Kudorong dengan kuat pintunya hingga terdengar suara pintu dan juga dentingan bel yg cukup kuat.
BRAK. KRING.
Akhirnya selamat, batinku. Aku menunduk kemudian memegang lututku. Terdengar hembusan napasku yang memburu. Setelah merasa lebih baik aku mulai menegakkan tubuhku.
Lho kok sepi?. Ku edarkan pandanganku ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa.
Duk. Duk. Duk.
"Ya ampun Anaaaaa.... pintu gue" terdengar jeritan dari arah tangga berbarengan dengan suara kaki yang turun terburu-buru di tangga.
Kuarahkan pandanganku ke sumber suara. Mati aku!
Aku hanya menampilkan cengiran lebar dan juga wajah tak bersalah andalanku. Ku lambaikan satu tanganku sebagai ucapan halo.

Terlihat seorang wanita berdiri di hadapanku dengan kedua tangannya di pinggang.

"ga usah cengengesan! Itu pintu gue kenapa lo banting? Kalau rusak gimana?!" ucap Manda dengan matanya melotot tajam kepada ku.

Aku masih menampilkan wajah andalan dan tak lupa senyum tak bersalah. Ku angkat tangan kanan ku kemudian tangan kiriku mengetuk jam tanganku beberapa kali. Setelah itu kubuka jariku menunjukkan angka lima.

Manda yang awalnya menatap tajam beberapa detik kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Sebelah tangannya memegangi perutnya kemudian tangan yang lain menepuk-nepuk pahanya. Badannya juga sedikit membungkuk karena tertawa terlalu berlebihan.

Aku yang bingung melihat perubahan ekspresi Manda menampilkan ekspresi bingungku. Kuangkat sebelah alisku menampilkan ekpresi bertanya kenapa?.

Manda yang mulai bisa mengendalikan tawanya walaupun masih sedikit terkekeh. Diraihnya tangan kananku kemudian Manda agak sedikit menggeser bahunya ke belakang. Tanganku yang ada di genggamannya di angkat sejajar dengan jam yang ada di dinding toko.

Awalnya aku tidak mengerti dengan tindakan Manda, kuperhatikan jam kecil yang melingkar di pergelangan tanganku kemidian ku alihkan pandanganku ke jam yang ada di dinding. Ya ampun!

~※※※~

"Loe kok ga sadar sih kalau jam loe mati? Suer deh gue mau marah pas lo banting pintu toko gue, tapi pas gue liat muka loe buat gue gak tahan mau ngakak" ucap Manda tertawa.

"Mana aku tau kalau jamku mati. Lagian aku ga mau kamu omelin lagi gara-gara terlambat ke toko. Nanti kamu ngancem bakalan pecat aku lagi" balasku sambil mengerucutkan bibir.

"Nah kan bagus pengalaman elo jadiin pelajaran"

"Iya ibu boss.." sahutku malas.

"Ya udah siap-siap gih buat buka toko. Oh ya! Karena kebetulan elo udah datang cepet, mending sekarang lo gunain aja dapurnya... sebelum yang punya datang. Kan elo bilang semalem mau coba resep baru. Mana tau resep lo berhasil dan bisa di pajang di menu" ucap Manda sambil berlalu kembali ke ruangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AngstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang