Dear Dirga - 01

578 36 11
                                    

"Putus?" Tanya cewek berparas cantik itu lagi. Mata bulat sayunya menatap pemuda yang berdiri tegap didepannya tak percaya.

Sementara, cowok yang menjadi lawan bicaranya mengangguk santai membenarkan. "Iya, lo gak budek kan?"

"Gak! Kamu pasti bercanda. Please, Dirga. Kita baru jadian tiga hari yang lalu. Seminggu aja belum nyampe." Kata cewek yang seingat Dirga bernama Annis itu.

Dirga berdehem. "Apa muka gue keliatan peduli?"

Annis menutup mulutnya tak percaya. Yang benar saja, jawaban cowok satu ini membuatnya kaget bukan main. Baru kali ini, Annis diputusin cowok. Dan ini terjadi di depan umum.

Baik akan Annis ulang.

DI DEPAN UMUM.

Mau di taruh dimana wajah Annis? Ia adalah ratu sekolah tahun lalu, sekaligus mayoret marching band di Satu Nusa. Apa itu tidak memalukan?

"Kamu gak bisa lakuin ini ke aku Dirga!" Mata anak perempuan itu sudah berkaca-kaca.

"Kenapa gak bisa? Ini buktinya gue bisa." Balas Dirga seraya tersenyum iblis. "Eum, oh ya, Anna, eh Annis ya? Sorry, gue lupa. Lo yang mau jadian sama gue kemarin kan? Gue harap lo tau apa konsekuensinya." Sambung cowok itu.

"Kamu tega ya! Dan emangnya salah aku apa? Selama ini kita baik-baik aja."

"Gak sih, lo gak salah apa-apa. Cuma ya, gue bosen. Lo itu terlalu biasa, muak gue. Dempul lo aja setebel KBBI." Kata Dirga enteng.

Terdengar sorak antusias dan kikikan para penonton yang sedang mantengin tragedi yang dilakoni oleh orang yang sama. Iya, Dirgantara Reynand.

"Apa?" Gumam Annis tertahan. Nyaris berbisik.

"Lo mau gue ngulang kata-kata gue?" Sahut Dirga balas bertanya.

Dan tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi. Annis berbalik, berjalan dengan cepat. Menembus kerumunan para siswa-siswi SMA Satu Nusa yang tengah menonton acara katakan putus yang bintangi dirinya dan Dirga.

Eh, kok jadi kayak judul suatu siaran, ya?

-Dear Dirga-

Kerumunan ramai di kantin, membuatnya mendekati tempat itu, penasaran. Karena tubuhnya yang tidak tinggi-tinggi amat. Cewek berkucir satu itu berjinjit agar bisa melihat apa yang tengah terjadi. Namun, hasilnya nihil. Meski, telah berjinjit. Tetap saja tubuhnya tertimbun diantara lautan manusia yang tingginya sebelas dua belas sama tiang listrik.

Karena sadar tidak akan bisa melihat kejadian yang sedang berlangsung. Cewek dengan rambut dicepol yang kerap di sapa Alin itu memilih untuk mendengarkan dengan seksama apa yang terjadi. Dan lagi-lagi, suara bising di sekitarnya membuat Alin tidak bisa mendengarkan dengan baik.

Alin berdecak sebal. "Ada apaan?" Tanyanya akhirnya pada cowok sipit yang badannya menjulang kayak tiang bendera di istana negara.

"Itu si Dirga mutusin cewek lagi." Jawab cowok itu tanpa menatap Alin. Ia masih fokus dengan adegan drama yang diciptakan oleh siapa lagi kalau bukan Dirgantara Reynand.

Alin mengangguk. Bukan hal yang luar biasa lagi. Hal itu sering terjadi. Ibarat, sudah menjadi makanan sehari-hari di Satu Nusa. "Kali ini siapa lagi?"

"Annis si mayoret cantik itu," jawab cowok sipit itu antusias. Tampak sekali wajah mupengnya ketika menyebutkan nama Annis. Dan hal itu sukses membuat Alin memutar bola matanya malas.

Dear Dirga (slow update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang