* Chansoo AU *
** Rate: M/17 **
* Genre: Hurt Comfort *
Semilir angin di langit senja menemani langkah kakiku yang telanjang, kasar menyapa rerumputan yang mulai mengering di penghujung musim gugur. Seolah tertarik sesuatu, tanganku terulur ke depan meraih ruang kosong, lalu berlari secepat aku bisa. Di sana, di sebuah pohon besar yang berumbai akar yang nampak kuat. Berdiri seseorang yang selalu kurindukan. Ia tersenyum dengan airmata yang menumpuk di pelupuk matanya. Memanggil-manggil diriku dengan sendu, dan akupun menangis pilu. Aku menaiki pohon itu dan berharap ia berada di balik dedaunannya yang rimbun. Namun nihil, selain akar kuat yang menjuntai, hanya ada aku dan angin dingin di sini. Tak lagi ada dia, kesayanganku yang ku rindukan. Aku berteriak marah pada langit, berharap kekecewaan ini 'kan sampai pada mereka. Berharap cintaku 'kan datang dan menjemputku dari kesakitan ini.
Lalu kilasan memori lewat di otakku, saat ia tersenyum di sebelahku yang ragu sebelum kita melompat. Saat ia berkata akan menungguku bila aku terlambat datang padanya. Saat ia membisikkan kata cinta tepat sebelum menarik pelan genggaman tangannya.
Tidak! Tidak lagi, sayang. Kali ini aku tidak akan ragu lagi. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Karena ternyata, hidup tanpamu lebih mengerikan daripada mati. You jump, I'll jump too!Maka aku pun melompat, menyambut sesak yang membelit leherku. Dan kegelapan pun menyelimutiku, menenggelamkan suara halus yang berteriak memanggilku di sana.
.
Cahaya silau membangunkanku, suara tangisan sayu terdengar di sebelahku. Aku melirik sedikit ke arahnya, meski gelap dan pusing ku paksakan membuka mataku. Namun aku tak mengenalinya, tak akan pernah bisa mengenalinya. Suara seorang wanita membuatku mendongak, ia memanggil keras namaku agar ku tersadar seutuhnya.
"Tuan! Tuan! Apa Anda bisa mendengar saya? Tolong tetaplah terjaga sementara saya memanggil pertolongan, ya!" Suara lembutnya terdengar tegas. Dari pakaian yang ia kenakan aku menduga ia adalah dokter baru yang Sehun sewa untukku. Anak nakal itu tak pernah bosan menyiksaku meski ia tak berada bersamaku.
"Nuna, apa Tuan ini baik-baik saja? Beliau tak akan mati kan? Lehernya luka dan bibirnya berdarah, nuna." Terdengar suara seorang pemuda yang sepertinya menangis tadi.
"Kau tenang saja, beliau tidak dalam keadaan kritis. Kau jaga Tuan ini ya, aku akan ke mansionnya dan memanggil para pekerja untuk membawa beliau pulang."
Ku lihat pemuda itu hanya mengangguk, dokter tadi menepuk pucuk kepalanya dan mengusap lembut jejak air matanya. Apakah air mata itu karena aku? Apakah aku mengenalnya? Tapi suara mereka sangat asing buatku, jadi aku yakin tidak pernah mengenal mereka sebelumnya. Dengan kerusakan otak yang ku miliki, telingaku menggantikan tugas mataku dalam mengenali seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel Face
FanfictionLumpuh dan cengeng tak menghentikannya menjadi seorang pahlawan untuk kakak perempuannya. Dengan alasan sederhana -tak ingin kakaknya kehilangan pekerjaan-. Ia mulai terbiasa melindungi pasien kakaknya yang merepotkan, dan terkadang, membahayakan.