1

48 8 4
                                    

Aku kini kembali sakit dan harus di rawat jalan. Aku tidak memberi tahu teman-temanku atau bahkan menginformasikannya ke sekolahku. Aku menghilang begitu saja, dan pastinya aku di alpa dari sekolahku. Aku hanya tidak ingin satu orangpun terkecuali keluargaku yang tahu bahwa aku sakit, bahkan aku meminta mereka untuk tutup mulut. Aneh memang, tapi aku lebih suka seperti itu.

Kira-kira kurang lebih aku sudah 1 bulan setengah berada disini. Hampir seluruh orang di rumah sakit ini mengenalku, karena aku sering berjalan-jalan. Aku bosan hanya duduk, tidur di kamar, membaca komik, tanpa ponsel. Ya, kalau aku memegang ponselku otomatis nnti mereka mencoba mencari keadaanku dengan cara menghubungi ponselku. Sementara aku adalah orang yang sangat 'kepo' tidak bisa membiarkan sebuah pesan begitu saja.

Aku sudah beberapa kali untuk meminta ponsel baru, agar aku bisa nonton atau ngomik, tapi mereka memintaku untuk fokus beristirahat pada penyembuhanku. Aku tidak menggukan infusan, terkecuali saat kondisiku bennar-bennar turun. Aku bisa saja bersekolah, tapi aku harus menjalani kemoterapi. Kemo itu tidak bisa di lakukan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Bisa saja aku drop kapan dan di mna saja, jadi keluargaku sesuai saran dokter aku harus tinggal di rumah sakit ini. Yang bagai penjara bagiku.

Hari ini, saat aku bangun pagi dan berjalan menuju taman sambil membaca buku tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Seseorang itu adalah, yang dulu amat kusayangi dan kucintai. Karena penyakitku ini aku tidak mau dia mengetahuinya aku memutuskannya sacara egios, untungnya beberapa saat kemudian dia mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku dan bisa memberikan kebahagian padanya. Mengetahui itu aku amat sedih dan menyesal. Namun saat putus dariku, dia seperti bebas dan bahagia tanpa tahu-menahu tetangku  sedikitpun.
Dia langsung mengambilkan bukuku yang terjatuh, juga mengambil kantong plastik miliknya sementara aku hanya mematung di tempatku. "Maaf" ujarnya sambil memberikan bukuku dan pergi begitu saja, tanpa melihat ke arahku sedikit saja. Ya, suaranya masih sama seperti dulu.

Aku hanya melihatnya sambil tersenyum entah kenapa rasanya aku seperti menangis. Mungkin karna sudah 2 tahun berlalu, tubuhku tak segemuk dulu, rambutku kini memanjang dan karna memang sedari lahir keriting gantung lebih terlihat seperti tidak terurus. Aku mematung sesaat hingga di sadar kan oleh kakakku, yang entah datang dari mana.
"Siapa?"
"Bukan siapa-siapa, mungkin salah orang." jawabku.
Sedari lahir aku memiliki gangguan fungsi sel otak bagian ingatan, itu membuatku sulit mengingat sesuatu dan sangat mudah melupakan sesuatu. Dan jika memaksa untuk mengingat sesuatu, aku akan menderita sakit yang tak bisa ku lukiskan. Dan di tambah lagi kemo yang kujalani, juga berdampak pada ingatanku. Bahkan aku sangat mudah untuk melupakan orang yang jarang kutemui. Agar ingat, aku terkadang meminta kakaku untuk menceritakan mereka. Tapi entah mengapa, aku tidak pernah meminta kakaku untuk menceritakan tentangnya aku masih bisa mengingatnya. Mungkin ini berhubungan dengan perasaan yang masih ku miliki padanya, yang masih aku pendam hingga saat ini.

Aku berjalan-jalan bersama kakakku, sambil menikmati indahnya pagi ini. aku melihat ke lantai 4 di mana kamarku berada, melalui kaca-kaca transparant di sana aku melihatnya dengan samar karena aku tak memakai kacamata. Tapi aku yakin itu dia, hatiku yang mengatakannya. Sepertinya ia sedang melamun, entah apa yang ia pikirkan. Aku terdiam.
"Kak..." ucapku pelan, aku menatapnya dan menjulurkan tanganku seolah-olah ingin menggapainya. Dan aku menangis, dan terjatuh. "...aku tak bisa merasakan kakiku" tangiskupun pecah, dan kakaku dengan sigap menangkapku dari belakang dalam pelukannya.
Perawat datang menolong, kemudian dokter memeriksaku. Aku hanya bisa menangis, bukan karna kini kutahu aku lumpuh, tapi karena dirinya. Ya karena dirinya

TBC. . .

Senyum Mu Senyum KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang