"Anerbehc"

51 6 25
                                    


            Satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan satu tahun. Berapa banyak pertemuan dan perpisahan yang kita lalui? Satu kali? Dua kali? Atau lebih dari banyaknya tingkatan kelas pada sekolah dasar? Pada awalnya pertemuan adalah sesuatu yang tidak terlalu bermakna bila teringat perpisahan yang selalu mengiringinya. Tak perduli seindah apapun pertemuan itu, perpisahan akan mengubah semua itu menjadi ingatan yang semu. Tapi, tanpa adanya pertemuan, kenangan ataupun rasa itu tak pernah ada, baik itu hanya sebuah kenangan ketika jalan pulang sekolah bersama atau bertemu karena saling melamun lalu bertabrakan hingga terjatuh seperti di manga-manga Jepang.

            Maaf tapi kali ini, bukanlah cerita tentang perpisahan dua orang yang sedang kasmaran atau seorang ayah yang pamit kepada anak istrinya untuk pergi ke medan perang dan atau kisah paling membosankan antara Romeo dan Juliet. Ini adalah kisah dimana seorang pemuda yang mencintai sebuah kota kecil, aneh? Sepertinya tidak, mengingat "cinta" itu tidak dibatasi oleh bentuk, jenis, rupa, dan sebagainya. Lagipula mencintai sebuah kota yang isinya orang-orang baik dan dipenuhi oleh cinta serta kasih sayang itu hal yang sangat lumrah.

Jadi? Mari kita ganti suasananya.

22 Maret, Pinggiran Prancis

Tuuuuuuuttttt....

"Kereta lokomotif nomor 208 telah tiba di stasiun, harap para penumpang yang telah memiliki tiket segera memasuki peron yang sesuai, nomor peron sudah tertera di masing-masing tiket" Pengumuman itu terdengar cukup lantang di stasiun yang cukup sepi itu, terlihat seorang remaja laki-laki sedikit kebingungan, Ia seperti mencari-cari sesuatu di tasnya.

"Gawat, dimana tiket ku?! Akh, bisa-bisa aku harus menunggu 1 jam lagi, sial, apa kereta di kota ini kekurangan unit? Hingga harus menunggu 1 jam sampai kereta selanjutnya tiba". Ia menggerutu, yang Ia sadar semua gerutuannya itu tidak membantu sama sekali, sebaliknya Ia semakin panik.

"Hai Regz, ada apa? Kau tampak panik nak? Jangan bilang tiketmu hilang lagi?" Seorang pria tua menghampirinya, sepertinya dia adalah salah satu staff stasiun disitu.

"Ah Pak Pierre, anda selalu datang disaat saya membutuhkan pertolongan, itu betul sekali Pak, saya yakin betul tadi saya menaruhnya di dalam tas kecil ini" Regz menyodorkan dan memperlihatkan tas kecil yang selalu dibawa di pinggangnya itu, tas kecil yang hanya cukup untuk membawa dompet, botol minum kecil dan beberapa peralatan miliknya, tas itu berwarna coklat dengan beberapa resleting di bagian depan dan dalamnya.

"Well, saya rasa ini tiketmu nak" Pak Pierre mengeluarkan secarik kertas dari kantong celananya, wajahnya seperti menahan tawa.

"Ah ini dia! Bagaimana bisa? Terimakasih Pak!"

"Aku menemukannya di bawah bangku tempatmu duduk tadi ketika menunggu kereta, ketika aku ingin mengembalikannya, dirimu sudah lebih dulu bangun dan menuju pintu peron, ayo cepat, lekaslah ambil ini dan masuk, sebentar lagi kereta akan jalan". Pak Pierre mendorong Regz sembari menyisipkan tiket tadi di kantong kemeja abu-abunya, Ia melambaikan tangannya kepada Regz yang sudah memasuki peron kereta.

"Aku akan datang lagi ketika musim semi tiba Pak Pierre!" Regz berteriak melalui jendela kereta, rambutnya yang berwarna coklat dan panjang itu tertiup angin dan sedikit mengganggu pandangannya, Ia membalas lambaian Pak Pierre yang semakin tidak terlihat di kejauhan.

"Aku harap aku bisa kembali lagi ke kota ini, setidaknya hanya di kota ini aku bisa menghabiskan masa tua ku nanti" Regz bergumam sendiri, entah kegelisahan apa yang membayangi dirinya, kali ini Ia seperti tertekan oleh sesuatu.

"Monsieur? Tiket anda?" Seorang petugas tiket kereta berdiri tepat di samping Regz, dari tampangnya, petugas itu masih baru dan lebih muda dari Regz. Tampak dari seragamnya yang bertuliskan "Training" di atas badge name-nya.

AnerbehcTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang