Prolog.

119 13 0
                                    

"Arganta Mahesa, biasa dipanggil Arga. Mau panggil sayang juga gapapa."

Saat itu matahari sedang terik-teriknya, murid kelas sepuluh di SMA Nusantara baru saja menyelesaikan upacara bendera dihari senin dan sedang bermalas-malasan dikelas ketika Pak Eka, wali kelas mereka, datang ke kelas bersama satu lelaki yang sangat asing.

Itulah dia, masih teringat jelas caranya berjalan penuh percaya diri dengan seringai yang bahkan sampai hari ini masih membuatku bingung—bagaimana bisa seringaian seperti itu membuatku sangat tergila-gila?

Laki-laki itu mengenalkan dirinya, membuat beberapa perempuan terpekik melihat ketampanan wajahnya. Oke, harus aku akui kalau waktu itu dia terlihat sangat tampan. Rambutnya yang sedikit berantakan membuatnya terlihat lebih keren, jam tangan keluaran terbaru yang melingkar dipergelangan tangannya membuat beberapa murid laki-laki lain sedikit iri. Bahkan aku.

"Oke, Arga. Silahkan duduk disana. Disamping Cacha. Disitu." Pak Eka mengarahkan Arga untuk duduk dibelakangku. Cacha adalah temanku, dia duduk dibelakangku waktu itu. Didekat jendela disudut ruangan. Arga tersenyum dan mengangguk, melangkah untuk duduk dikursi yang telah disediakan. Cacha jelas jelas menyukai lelaki bernama Arganta Mahesa ini karena aku bisa melihat ia mendelik dan pipinya merona ketika Pak Eka mengatakan bahwa lelaki ini akan duduk disebelahnya. Entahlah, aku tidak terlalu peduli saat itu. Dia tidak semenarik itu dipandanganku.

•••

"Sumpah, dia ganteng banget, anjir!" Seru Cacha bahagia, sambil menggoyang goyangkan pundakku. Aku berdecak, "duh, iya iya."

Cacha tersenyum, mencolek pundakku beberapa kali. "Gue nggak kuat liatnya, gimana nih?" Aku tidak berminat membalas dan hanya mengendikkan pundakku yang membuat bibir Cacha mengerucut. "Emang lo gak mikir dia ganteng apa? Lo nggak suka dia? Bener ya? Gak suka dia kan?"

Aku berdecak lagi. "Ya enggak, lah."

"Bagus deh, kalau gitu gue bisa modus deketin dia tanpa kehalang pertemanan ini. Masa pertemanan kita putus karena satu cowok, Ya nggak?" Jelas Cacha panjang lebar.

Saat ini, aku sangat menyesal berkata bahwa aku tidak menyukainya dulu kepada Cacha. Kalau saja siang itu, tujuh tahun yang lalu, aku tidak berkata seperti itu, apakah yang terjadi sekarang akan berbeda?

2010.

_______________________________

Hai, iya gue kembali dengan cerita baru. Cerita ini udah mengendap didraft lama banget, dan baru akhirnya dipost sekarang. Ohiya, story Arganta Mahesa ini adalah semua cerita dari sisi perempuannya, namanya? Coming soon deh. Kalau cerita ini udah kelar, gue berniat untuk membuat story namun seratus persen dari sisi Arga. Jadi ya, kita lihat aja kedepannya gimana. Gue udah gak ada tugas untuk beberapa saat kedepan, jadi mungkin bisa sering update.

Uda dulu deh.

Dadah.

Arganta MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang