Roman Picisan

402 31 13
                                    

Young K as Brian Wiranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Young K as Brian Wiranata

...

Kamu, bukanlah serangkaian kelopak mahkota elok yang menghiasi aspal jalanan. Kamu, bukanlah segumpalan kapas putih yang berarak mengikuti laju pancaran sinar mentari pagi. Dan kamu, juga bukanlah sebongkah batu permata nan kemilau yang memesonakan tiap pasang mata yang memandang.

Mungkin bagi sebagian orang, tidak ada yang bisa memahami sosokmu seperti dirinya, Brian Wiranata. Baginya, kamu merupakan seseorang yang dapat ia mengerti serta dipahami tanpa harus berkata. Dan juga, sudah laksana candu yang memikat.

Barisan detik yang berkroni menjadi menit, telah menjadi kawan akrab Brian hari ini. Masih di waktu dan juga di tempat yang sama, di sudut sebuah cafe yang berlokasi di bilangan Ibu Kota, sang teruna seakan tak pernah jemu menikmati keelokan paras jelitamu itu dari kejauhan.

Jangan tanya mengapa dirinya bisa menggilaimu yang bahkan tak pernah menyapamu itu, sekalipun. Satu hal yang pasti, mencinta dalam diam seperti ini sudah menjadi keahlian sang pemuda. Bukan hal yang patut dibanggakan, memang. Jika sudah berurusan dengan 'nyali', Brian memang terbilang ciut.

Atau mungkin ... canggung lebih tepatnya?

Masih intens iris monokrom milik Brian mengekorimu dari jangkauan posisinya bertengger, sekonyong-konyong sesosok pria asing, menampakkan diri; menghampirimu. Yang spontan, membuatmu risi.

Semakin lekat Brian memerhatikan visualisasi tersebut, semakin berdesir pula aliran darahnya menyaksikan pemandangan yang tersaji itu. Tanpa aba-aba, Brian pun beringsut dari posisi nyamannya dan perlahan menyisir area cafe. Amarahnya terasa bak sudah di ujung kepala. Otot rahangnya jua menegang, menandakan betapa murkanya Brian hingga akal sehat sudah tak mampu lagi memalangi kemarahannya.

"Maaf, jangan ganggu pacar saya."

Tutur Brian bernada amarah serta raut wajah yang tak kalah berang.

Begitu jarak tak lagi tercipta, Brian lantas melingkarkan lengannya di bahumu; nyaris mendekap tubuhmu. Entah apa yang merasukinya saat ini, Brian yang biasanya tak bernyali tatkala dihadapkan denganmu, justru terlihat sebaliknya.

"Jika sudah paham, tolong pergi. Jangan ganggu acara kencan kami. Oke?" pungkas Brian menamatkan lafal, sekaligus mengenyahkan pria asing tersebut dari hadapanmu.

Detik serta menit berselang, Brian akhirnya tersadar atas apa yang diperbuat. Hal bodoh yang tak semestinya dilakukan.

"Maㅡmaaf. Saya permisi." Tanpa membiarkanmu bersuara, Brian yang masih tampak linglung itu berlalu begitu saja; lenyap dari pandangan. Lesap bak asap. Meninggalkan sosokmu dalam penuh kesangsian.

Ya, begitulah. Keadaan terkadang tidak melulu berpihak pada hati. Dan logika, juga tidak selamanya sependapat dengan perasaan.

Meski begitu, Brian selalu menanamkan sebuah pedoman; 'Mencintai bukan berarti harus berambisi untuk memiliki, karena cinta bukanlah ambisi untuk sekadar mendapatkan.'


F I N.

Thank you for reading :)

Roman PicisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang