[1] The Warm Cold Morning

282 26 58
                                    

"Chagi-ya?"

Dua, tiga, lima, tujuh, belasan anak tangga telah terlewati oleh Yoon Jeonghan pagi ini. Dengan berhati-hati ia menapaki anak tangga yang mengular dari kamarnya di lantai dua ke ruang tamu di lantai bawah sambil mengarahkan ponsel ke telinga. Ia mengangkat telepon dari pacarnya, Jung Hana.

"Sayang, sudah rapi sekali? Apa diweekend seperti ini kau juga ada agenda di organisasi kampusmu?" Belum sempat menjawab panggilan manis yang di telepon, dan baru saja ia menapaki ruang tamu, Jeonghan juga disambut oleh perempuan lain. Tentu saja tak lain adalah eommanya sendiri, Nyonya Yoon, yang saat ini sedang duduk manis di sofa ruang tamu, ditemani secangkir teh hangat. Nyonya Yoon tahu betul ketika weekend seluruh aktivitas kuliah di kampus tidak ada, alias libur. Jadi jika anak laki-lakinya itu pergi di weekend seperti ini, sudah pasti ada rapat organisasi, pertemuan rutin, mengerjakan tugas, atau mungkin pergi bersama Hana, tapi itu jarang sekali akhir-akhir ini.

"Iya, Sayang." Jeonghan memutuskan untuk menjawab kedua wanita yang sedang mengajaknya bicara dengan jawaban yang sama. Ia menjawab panggilan pacarnya di telepon, sekaligus tersenyum melihat ke arah ibunya yang sedang memperhatikannya.

"Eh, siapa? Hana?" Nyonya Yoon bertanya, tersenyum dan tentunya langsung paham karena Jeonghan juga langsung mengangguk ketika ibu tersayangnya bertanya.

"Sebentar, Eomma. Hehe."

"Eomma akan menyiapkan sarapan untukmu." Nyonya Yoon menepuk bahu Jeonghan pelan, lalu ia pergi menuju dapur.

Jeonghan kembali tersenyum pada ibunya dan mengangguk senang.

"Chagi-ya? Yak!"

"Hm, iya. Maaf, maaf, tadi ada eommaku, Hehe."

"Oh, benarkah? Aduh, kalau begitu harusnya aku yang minta maaf karena pagi-pagi begini sudah mengganggu anaknya. Hehe. Sampaikan salamku, ya! Sudah lama tidak bertemu eommamu."

"Iya, nanti kusampaikan. Ada apa meneleponku? Kau jadi menemaniku ke toko buku kan, hari ini?"

"Huft, itu dia yang ingin aku bicarakan padamu."

"Kenapa? Kau tidak bisa, ya?"

"Hngg, iya. Huhu, maafkan aku. Jaemi memintaku untuk mengerjakan tugas kelompok hari ini. Padahal aku sudah janji padamu duluan."

"Yak, kenapa sedih begitu, sih? Sudahlah, kerjakan saja sana."

"Respon pacar macam apa ini? Kau sama sekali tak sedih karena kita tidak jadi bertemu? Huh, dasar."

"Hahaha. Aku hanya bercanda, bodoh. Lagipula, kan aku sudah sering bilang padamu, jangan mengorbankan segala urusan akademikmu demi aku, karena tidak akan ada keuntungan apapun di dalamnya. Meskipun terlihat menyenangkan jika kita bersama, tapi aku akan marah padamu kalau kau menyia-nyiakan akademikmu!"

"Uuuh.. Anak lelaki kecilnya Nyonya Yoon pagi-pagi sudah bijak sekali. Diberi makan apa, sih, oleh eommamu sampai jadi bijak begini? Hihi."

"Aku memang bijak dari sananya. dan aku belum makan. Oh iya, satu lagi. Aku bukan anak kecil lagi." Jeonghan menjawabnya dengan sok serius.

"Baiklah, baiklah. Sarapan dulu sana. Aku yakin ibumu sedang menyiapkan makanan enak."

"Memang. Kau tahu saja."

"Tentu saja aku tahu. Kan aku pacarmu."

"Iya, iya. Sudah sana kerjakan tugasmu. Yang serius ya, yang benar. Kau harus disiplin dan pintar. Aku tidak ingin punya calon istri yang bodoh."

"Hauh, kau ini. Kalau kau di sini sudah kuinjak kau dengan wedgesku."

"Hahaha."

"Hm.. Sekali lagi, maaf karena tak bisa menemanimu."

[Special for Jeonghan Day] FORGIVE UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang