CHOSEN SON

34 4 0
                                    

CHOSEN SON HORROR STORY

BAB. I

ABEN termangu di tepi tempat tidurnya. Mimpi yang didapatnya saat tidur semalam dirasakan sangat aneh. Makhluk bersayap datang memberi batu sebesar genggaman tangannya. Dan batu itu bisa mengeluarkan cahaya terang yang cukup menyilaukan matanya. Yang tidak dimengerti oleh Aben kenapa pemberian itu harus dirahasiakan? Apakah ada maksud dibalik pemberian batu berwarna hitam itu? Tetapi ia yakin makhluk itu tidak akan mencelakainya, sebab ia datang dengan maksud baik-baik. Karena tidak menemukan jawabannya Aben keluar dari kamarnya. Di ruang makan mimpi itu ditanyakan kepada ibunya yang sedang menyediakan sarapan pagi.

"Apakah mimpi bisa menjadi kenyataan, bu?"

"Apakah kau semalam mimpi aneh?" tanya ibunya sambil mengusap rambut anaknya.

"Tidak. Aku hanya bertanya saja. Apakah kejadian di dalam mimpi bisa menjadi kenyataan."

"Tergantung......"

"Tergantung bagaimana, bu?"

"Mimpi didalam tidurnya. Mimpi didatangi burung gagak mendatangkan petaka. Gagak burung kematian. Hanya tinggal orangnya mau percaya atau tidak. Lebih baik kau tidak mempercayai mimpi-mimpi menakutkan semacam itu."

"Aku tidak percaya, bu."

"Itu lebih baik. Pikirkan saja pelajaranmu di sekolah."

Setelah makan Aben berangkat sekolah, diantar ayahnya naik mobil. Ibunya melambaikan tangan dan Aben membalasnya. Ayahnya menjalankan mobilnya agak kencang, karena takut Aben terlambat. Lebih lagi jalan yang sering macet. Tiba di sekolahan Aben minta turun di pintu gerbang. Tidak biasa Aben berhenti di tempat itu. Biasanya ayahnya selalu menurunkan di tempat parkiran. Beberapa saat Aben memandangi depan gedung sekolahan. Sebuah bangunan antik yang dijadikan sekolahan. Pagi itu dirasakan begitu aneh. Seperti ada yang memperhatikan dari balik jendela lantai dua. Setelah bermimpi semalam gerak-geriknya seperti diawasi. Aben tidak yakin mimpi itu berkaitan dengan keberuntungan. Mimpi hanya bunga tidur. Setiap orang pernah bermimpi. Tetapi ibunya tidak mau menjawab saat ditanya. Hanya mengatakan tergantung. Ya tergantung siapa yang mimpi dan diimpikan. Aben mendengus lalu ingin melupakannya. Setelah selesai mengawasi semua jendela Aben melangkah menuju kelas. Di depan pintu gerbang seorang teman mendatanginya dari arah lain.

"Kulihat hari ini kau tidak seperti biasanya," kata Dion.

"Mungkin hanya perasaanmu saja," kata Aben.

"Aku semalam tidur nyenyak sekali. Pagi ini badanku terasa enteng."

"Ada mimpi yang menjadi bunga tidurmu semalam?"

"Aku terlelap begitu saja. Jika mimpi mungkin tidak kuingat lagi. Karena aku bukan penggemar menebak arti mimpi."

"Kau percaya mimpi bisa menjadi kenyataan?"

"Aku percaya arti mimpi. Ada kejadian luar biasa di rumah tetanggaku, sebelumnya diawali dari mimpi bertemu iblis. Beberapa hari kemudian anaknya mati kecelakaan. Kemudian ayahnya meninggal karena sakit. Mimpi itu seakan berkaitan."

"Ya, Tuhan. Mimpi iblis sangat menakutkan. Aku tidak ingin bermimpi iblis. Aku ingin bertemu peri yang cantik dan baik hati!"

"Aku juga. Lebih baik tidak usah dibicarakan!"

Keduanya masuk kelas. Hanya beberapa temannya yang sudah duduk di dalam kelas, karena Aben datang ke sekolah terlalu pagi. Bel masuk masih lama berbunyi. Setelah meletakkan tas dilaci meja Aben keluar. Seperti ada yang merebut perhatiannya. Bahkan di dalam gendangan telingannya terdengar suara menyuruhnya masuk ke aula. Letak aula didekat lapangan olahraga. Diam-diam Aben ke sana sambil berharap tidak ada yang melihat. Setelah membuka pintu Aben menyelinap ke dalam. Ia dibuat terkejut ketika matanya melihat sosok orangtua baru keluar dari ruang di sudut aula. Orangtua itu berjubah coklat sebatas lutut. Kepalanya berkerudung sehingga wajahnya tidak dapat dikenalinya. Aben tahu ruang itu jarang dimasuki. Tempatnya kotor dan bau. Pintunya lama tidak pernah dibuka. Di dalam ruangan itu hanya berisi peralatan olahraga tua. Tempat itu dikenal angker. Pelaksana sekolah pernah bercerita, di ruang itu sering terjadi penampakkan perempuan berpakaian serba putih. Wajahnya cantik dan memiliki sayap. Tetapi yang dihadapi Aben bukan perempuan yang diceritakan oleh sang pelaksana. Adalah makhluk lain yang melambaikan tangan menyuruhnya mendekat. Aben ketakutan dan memilih membalikkan badan untuk pergi. Tetapi alangkah kagetnya, orangtua itu sudah menghadangnya di depan pintu.

Chosen SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang