1. The weekdays.

33 1 0
                                    



Apa bagian yang menyenangkan dari mendapat detensi di tengah hari menjelang waktu makan siang, membersihkan halaman sekolah di pertengahan musim gugur dan terjebak bersama dua  sahabat menyebalkan? Selain melewati tiga jam menghadapi mata pelajaran trigonometri yang membuat otakmu berdenyut serasa sampai bengkak, tentu tidak ada bagian yang menyenangkan dari detensi mengesalkan.

"Mei! Tidak bisakah kau melakukan tugasmu dengan cepat, huh?!" Baek menggerutu sembari menjejalkan dedaunan kering kedalam kantung plastik hitam. Mendengar suara melengking Baek, Jo menutup telinganya setelah menyapu dedaunan lalu menimpuk kepala yang berteriak dengan gagang sapu.

Gadis yang diteriaki dengan nama Mei menatap sinis pada Baek. "Aku tahu akal bulusmu, Kim Shin Baek-ssi." Kata-katanya menyindir, tampak tidak begitu peduli dan melanjutkan kegiatannya mengganggu serangga merayap berwarhana hijau(yang sudah melengkung dan sekarat) dengan ranting pohon sambil berjongkok. Sama sekali tidak membantu.

Sekarang sudah pukul sebelas empat lima, jam makan siang akan dimulai lima belas menit lagi. Baek harusnya sudah membuka loker Sehun dengan kunci cadangan hasil mencuri dari saku pemuda itu dan menyelipkan makan siang dengan kartu ucapan semangat menjalani hari disana tanpa ketahuan si pemilik loker.

Tapi terhalang karena ibu guru Kim terus mengawasi mereka agar mengumpulkan dedaunan kering yang memenuhi lapangan sekolah sampai bersih tak bersisa di tambah Mei masih terfokus menyiksa serangga yang membuat geli.

Agak menyesal menerima undangan si idiot Mei untuk menginap di rumahnya selama dua hari belakangan. Orang tua Mei sedang melakukan perjalanan ke Kyoto karena pekerjaan, jadi Baek meminta izin Ayahnya untuk menemani Mei bersama Jo hitung-hitung bisa belajar bersama.

Iya. Mereka memang belajar bersama tadi malam. Baek tidak bohong. Kalau belajar mencoba soju sampai mabuk bersama temanmu juga termasuk belajar bersama.

Mereka atau lebih tepatnya Baek dan Mei belajar minum soju untuk pertama kalinya, terkecuali Jo yang sudah mencoba soju dari kelas tiga sekolah menengah pertama dulu.

Dan lagi, mereka sama sekali tidak berada di satu kelas yang sama.. Mei si anak kelas satu yang baru menduduki bangku SMA selama enam bulan masih bingung ingin masuk kelas Sains atau Sosial, Baek yang duduk di kelas dua mengambil jurusan Sosial, sedangkan Jo si anak paling bejat di angkatan kelas tiga jurusan Sains yang jarang buka buku. Mau belajar bersama apanya?!

Dan jangan salah paham.

Jo tidak pernah mengajak kedua temannya itu ke arah yang sesat sekalipun Jo memang sudah salah jalan. Jo bahkan tidak ingin Baek dan Mei menjadi sepertinya. Apalagi mengajak keduanya untuk minum ketika mereka belum cukup umur—apa yang bisa diharapkan dari si pembuat onar sepertinya selain menjaga dua sahabatnya? Hanya kebetulan saja lima botol soju milik Paman Misaki, ayah Mei, ada di dalam lemari pendingin ketika Mei ingin minum soda.

Jadi, salahkan Mei yang mengajak kedua temannya minum hingga tidak sadarkan diri dan membuat mereka terlambat masuk sekolah. Jika ayah Baek tahu mengenai hal ini, matilah dia.

"Kenapa kau tidak ikut paman dan bibi saja, sih? Atau sekalian saja pindah ke Jepang. Toh, Tokyo juga kampung halamanmu." Baek meracau tidak jelas sambil membereskan sampah.

Mei berpikir sebentar. "Hmm..? Aku sedang menunggu jodoh berupa lelaki awal dua puluhan yang tinggal di Gangnam. Aku tidak suka laki-laki Jepang, kebanyakan dari mereka sipit dan mesum."

Baek mencibir. Cih, seperti dia tidak sipit saja. eh tapi memang tidak sipit sih.

Sudah tidak heran mendapat jawaban aneh dari anak ini. "Dasar rasis,"

Mei tertawa sambil mengendikkan bahu. "Rasis kepada suku sendiri tidak masalah." Lalu bangkit berdiri setelah puas menyiksa serangga malang yang sudah tewas tidak berbentuk itu. Akhirnya membantu Jo menarik kantung sampah, mengumpulnya di satu tempat. "Lagipula, memangnya kalian bisa berpisah dariku? Tentu saja tidak bisa, aku terlalu sulit jika tidak di rindukan." Lanjutnya. Jo memutar matanya malas.

"Pergi saja yang jauh, kau hanya beban dan merepotkan disini." Jo sarkasme. Masih kesal karena mendapat detensi karena ulah Mei. Sedangkan gadis termuda itu membalasnya dengan mengerutkan bibirnya.

"Iya! Pergilah yang jauh kalau masih menjadi beban." Baek menimpali. Menyenangkan ketika menggoda Mei.

Tapi perkataan gadis Jepang itu memang benar sih. Keduanya mungkin akan sedih jika Mei benar pindah ke Jepang. Sejak sekolah dasar berteman, mereka sudah menganggap satu sama lain seperti saudara kandung —yang menunjukkan cinta dan kasih sayang dengan memaki tanpa ragu dan saling memukul jika sudah kesal— rahasia sekecil apapun juga mereka akan mengetahuinya walau tidak saling memberitahu.

Mereka sudah sedekat itu.

Tapi Baek dan Jo juga agak ragu kalau Mei bisa bertahan diluar sana dengan keluguannya yang menyebalkan dan tingkah kelewat childish. Anak itu adalah sasaran empuk para penculik anak dibawah umur.

"Tahu rasa kalian kalau aku benar-benar pind—"

"Baek S-Sunbae!" Seorang anak lelaki tiba-tiba menyela ancaman tidak berarti Mei. Wajahnya terlihat kikuk setelah berdiri menghampiri si Sunbae yang namanya terpanggil.

"Oh? Siang, Junhong. Kenapa?"

Baek kenal Junhong, adik kelas satu yang sering sekali menyapa dan memberikannya perhatian—Mei yang teman sekelas Junhong saja jarang mendapat perhatian. Wajahnya sudah bersemu ketika menyerahkan kantung plastik berisi dua bungkus sandwich isi tuna dan sebotol air mineral. "Sebentar lagi waktu makan siang, kantin pasti sudah penuh. Jadi aku membelimu ini."

Jackpot!

Mata si senior perempuan itu berbinar. Baek tidak perlu ke kantin lagi untuk membeli makan siang kalau begitu, hari ini dia tidak perlu menunggu antrian panjang demi sebungkus sandwich tuna—dan sekarang dia dapat dua bungkus. "Terima kasih! Lain kali aku akan mentraktirmu."

Baek tersenyum sangat manis—sok manis lebih tepatnya, sampai Mei dan Jo ingin mencakar wajahnya. Alih-alih membuat si adik kelas tersipu sampai pipinya merona.

Sebenarnya siapa yang lelaki disini??

"S-sama-sama, kalau begitu aku kembali ke kelas dulu. Dan menunggu kabar traktiranmu, sunbae." Junhong pamit. Baek melambaikan tangannya riang.

"Kalau saja si bodoh itu tahu kemana sandwich itu akan berakhir." Mei menatap kasihan kepergian Junghong dan Jo mengangguk setuju. Sedangkan Baek membalasnya tak acuk dengan mengendikkan bahu masih dengan senyum manisnya yang tidak hilang.

"Aku bertanya-tanya kenapa anak centil sepertimu bisa populer?" Jo menggeleng heran dengan ekspresi datar. Wajahnya memang mengintimidasi dan kelewat garang seperti siap ingin memukul jika tidak segera dijawab pertanyaanya, kalau siswa lain mungkin akan lekas lari dari hadapan Jo. Tapi tidak dengan Baek tentu saja. Gadis centil itu malah mengibaskan rambut berwarna madu diatas bahunya sambil tersenyum sangat percaya diri.

"Aku lumayan cantik, makanya populer."

Jo kesal, Mei juga. Dan tampaknya wajah Baek akan benar-benar dicakar setelah ini.

CUT.👻

Creepy As Mr. OhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang