My life

147 0 0
                                    

My life isn’t normal. I have my parents and my brother which is normal. But mine is not. I have Hutchinson-Gliford syndrome or also known as a progeria disease. It’s a disease that caused by genetic mutation. My family and I know about this when I was 2 years old. That time something different happened to me.My hairs already fall everyday, I got old people’s skin, my nails weren’t strong.  Orang tuaku mengajakku ke rumah sakit. Di sana aku menjalankan beberapa test. Hingga akhirnya para dokter sampai pada satu kesimpulan. Progeria. Itulah penyakitku. Atau untuk bahasa awamnya dikenal dengan penyakit terlahir tua.

Orang tuaku terlihat sangat sedih. Sungguh, mereka terlihat sangat sedih. Mereka bertanya cara untuk menyembuhkanku. Biaya berapapun akan mereka bayar, kata ibuku. Tapi dokter hanya menggelengkan kepala. Karena sampai saat ini belum ditemukan obat untuk penyakit ini. Menurutnya hanya diketemukan 1 kasus di setiap 250000 kelahiran. Jadi, ini adalah penyakit langka.

Awalnya orang tuaku tak menyerah pada keadaan. Mereka berusaha dengan pengobatan alternative. Tapi nihil. Tak ada perubahan. Keadaanku juga semakin menyusahkan. Hari-hariku hanya kulalui di rumah. Tak pernah sehari pun kulewatkan tanpa rasa linu di bagian pinggang. Makan pun aku tak bisa layaknya anak-anak seusiaku. Karena tak memiliki gigi, ibuku harus membuat makananku selembut mungkin.

Terkadang aku tersiksa dengan keadaanku. Saat melihat anak-anak sebayaku dari jendela bermain di jalanan. Mereka terlihat sangat gembira. Berlari kesana kemari, sedangkan aku hanya bisa duduk di atas kursi roda. Aku tak menyalahkan orang tuaku ataupun Tuhan. Mereka sudah terlalu baik padaku. Aku hanya akan menyalahkan keadaan. Ya, keadaan yang tak berpihak padaku.

Saat teman-teman Harry datang ke rumah kami. Itulah saat yang sering membuatku menangis. Walau aku tahu mereka hanya bercanda. Mereka sering berkata,

“Hi, nek! Kami ingin bertemu dengan cucumu. Apakah ia ada?”

Atau

“Semakin hari kau terlihat semakin tua.”

Kata-kata seperti itu sering kudengar. Saat umurku masih sangat kecil aku tak peduli dengan semua itu. Tapi kini aku berusia 8 tahun dan bila mereka mulai berkata seperti itu, aku akan berlari mencari mamaku dan menangis. Aku akan bertanya padanya kenapa Harry terlahir sempurna sedangkan aku terlahir seperti ini.

Untuk belajar, aku tak pergi ke sekolah. Orang tuaku yang membawakan guru untukku. Namanya miss Gerald. Dia wanita muda berkebangsaan Inggris. Saat orang tuaku mencarikan guru untukku hanya dia yang mampu bertahan menghadapiku. Dia sangat sabar dan pengertian. Itulah yang paling dibutuhkan untuk menghadapiku anak-anak Progeria.

Bagi kami waktu berjalan sangat cepat. Saat orang-orang normal tumbuh dari bayi, dewasa, tua, dan mati. Kami hanya memiliki kehidupan lahir, tua, dan mati. Tak ada perubahan. Setiap hari selalu saja ada penyakit yang menimpa kami. Rematik, pegal-pegal, dan lain-lain. Dan semua itu belum seberapa jika dibandingkan dengan kondisi psychology kami. Dengan semua hal yang terjadi pada kami di usia seperti ini, kami cenderung memiliki temperament yang buruk.

Pernah suatu kali, tanganku terasa sakit bila digerakkan. Miss Gerald berusaha membantuku. Tapi aku menganggapnya sebagai penghinaan. Aku marah dan hilang kendali. Aku memukulnya dengan penggaris. Dia tak marah. Dia malah tersenyum. Dan saat itulah aku menyadari bahwa perbuatanku salah. Akhirnya aku bilang maaf untuk pertama kalinya dalam hidupku.

                        ***

Hari ini aku berulang tahun yang ke-9. Kami merayakannya dengan makan malam di sebuah restaurant. Aku sangat bahagia. Ini pertama kalinya aku pergi jauh dari rumah. Aku berusaha terlihat cantik. Aku memakai gaun yang diberikan mama siang tadi sebagai hadiah ulang tahunku. Lengkap dengan rambut palsu. Tapi sekeras apapun aku mencoba, orang-orang tetap mengira aku seorang nenek-nenek.

“apa yang mau kau pesan, sweetheart?” mama menyadarkanku dari lamunan.

“aku mau tenderloin steak, mom.” Kataku memutuskan. Dan benar saja, saat aku memanggil mamaku dengan sebutan mom. Sang pelayan terlihat terkejut.

“kamu yakin bisa memakannya?” mama kembali bertanya.

“ya, kau benar! Aku takkan bisa memakannya! Kau tahu kenapa? Karena aku tak punya gigi!” kataku berteriak kea rah mamaku. Membuat semua orang menatap ke arah kami. Ke arahku tepatnya.

“honey, ada apa?” mama yang terkejut tiba-tiba bersuara.

Aku hanya menangis. Akhirnya kami memutuskan untuk membawa makanan kami pulang. Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke kamarku dan menguncinya. Aku menangis dalam gelap. Sendiri. Di kamarku. Hingga terdengar ketukan.

“Sam, buka pintunya. Aku tahu kau belum tidur.” Suara Harry terdengar sebelum ia kembali mengetuk pintu lagi.

“Sam, ayolah. Aku ingin memberimu hadiah ulang tahunmu.” Kata Harry lagi membuatku beranjak dan membuka pintu.

Disana berdiri Harry dengan membawa bungkusan. Dia terlihat tampan. Rambutnya cokelat ikal dengan mata hijau yang bersinar. Dia Harry, kakakku. Kakak kandungku. Tapi tak ada kemiripan diantara kami selain mata. Ya, kami sama-sama memiliki mata hijau. Dia memelukku.

“Aku tahu ini hari yang berat untukmu. Aku tahu semua orang menatapmu dengan pandangan aneh dan itu membuatmu marah, sedih terkadang. Aku juga sering mendengar teman-temanku mengejekmu, dan aku minta maaf untuk semuanya. Maafkan aku karena aku tak pernah selalu ada disampingmu saat kau membutuhkanku. Maafkan aku karena terkadang aku iri padamu.” Kata Harry sambil tetap memelukku.

“Iri? Padaku?” tanpa sadar aku menanyakannya. Bagaimana mungin Harry bisa iri padaku. Dia itu tampan, pintar, dan sehat.

“ya, terkadang aku iri padamu. Ingat saat kondisi tubuhmu memburuk 2 bulan yang lalu?” dia menerawang sambil sedikit tersenyum. Aku mengangguk.

“waktu itu aku mendapat nilai A+ untuk pelajaran bahasa Inggris. Aku mencoba memberitahu mereka dengan semangat tapi mereka tak memperdulikannya. Seolah-olah hanya kaulah yang penting.” Kata Harry menjelaskan.

“I’m so sorry, Harry.” Kataku sambil tetap menangis. Harry memelukku.

“Sudahlah, sebaiknya kau tidur. Goodnight, sis!”

“Good night bro.” kataku menerima hadiah darinya. Harry berjalan ke arah pintu dan saat ia meraih gagang pintu, aku memanggilnya. “Thanks Harry.” Kataku sambil tersenyum yang dibalas dengan anggukan dan senyuman olehnya.

Aku buka bingkisan itu. Di dalamnya ada buku. Buku dairy. Disana juga ada surat dari Harry.

Happy birthday to my little sister. I’m sorry if I can’t be the perfect brother for you. Well, I’m trying to be. Sorry for all of my mistakes. We can start this from the beginning, right? ok, enough for that. Now, we go back to the present I gave to you. A dairy book. Do you know why I gave it to you? Well, of course you don’t. This is the story. When I was in the mall looking for a good thing, I saw some girls bought that . I just think if they had 1, you should have 1 too. Oh ya, don’t forget to write something there. I want you to write every details that happens to you everyday. So, happy birthday sweetheart. I love you.

                                Your lovely brother,

                                    Harry

Tak terasa aku meneteskan air mata membaca surat Harry. Dia memang kakak yang baik. Maafkan aku karena telah mencuri semua perhatian itu, Harry. Perhatian yang kau butuhkan. Setelah puas menangis, lelah menjerat. Akhirnya aku jatuh terlelap.

My lifeWhere stories live. Discover now