Aku sedang senang. Senang sekali. Walau terasa janggal. Seperti biasa, Aku dan seluruh keluarga pergi kerumah saudara Ibu yang tertua yang tinggal di pedesaan. Yang paling aku sukai adalah alamnya, sungai, sawah, dan yang paling favoritku hutan dan bebauannya. Sangat menenangkan. Sekeluarga aku sangat excited, saat tiba disana. Sanak saudara Ibu langsung berpelukan, berbaur melepas rindu yang sekian lama di pendam.
Aku dan sepupuku langsung menyusun rencana setelah bertemu. Perlu kalian ketahui, semua sepupuku laki-lak dan hanya aku yang perempuan. Mereka akan pergi kehutan, bagaimana aku bisa menolak? Aku sangat suka hutan desa ini. Mana bisa aku menolak kesempatan ini, mumpung Ibuku sedang sibuk.
Kami mulai berjalan menuju hutan. Kami berlarian, sesuka kami. Dikota kami tak bisa berlari begini. Tenang, takkan ada yang menculik kami. Ini tanah milik pamanku. Tak ada siapapun disini, lagipula sepupuku Dino--anak pamanku--ikut bersama kami. Kami bermain petak umpet, berlari-lari hingga merasa lelah. Tiba-tiba Dino mengajak kami kearah yang semakin dalam di hutan.
"Hei, di daerah sana ayahku membuat jembatan. Karena tiba-tiba tanahnya longsor dan membentuk sungai. Kalian mau melihatnya?"tunjuk Dino kearah hutan yang semakin dalam. Kami semua begitu penasaran dengan sungai yang tiba-tiba terbentuk itu.
Kami mengikuti arah Dino. Memang semakin dalam hutan hingga tak tampak lagi rumah penduduk sekitar. Aku merasa lelah berjalan karena sedari tadi berlari.
"Aku capek, Don"ucapku ngos-ngosan. Aku jongkok. Aku pikir Doni akan menghentikan perjalanan. Ternyata tidak, dia malah menyalahkan aku karena mengikuti mereka.
"Siapa suruh ikut kami. Yasudah kau tinggal saja, nanti kami jemput disini,"Doni bicara seenaknya saja. Begini-begini, aku juga takut sendirian ditengah hutan seperti ini.
"Nggak mau. Aku ikut," aku berdiri dan mulai mengikuti mereka lagi. Ternyata, letak sungainya tak jauh dari tempatku tadi mengeluh. Jembatan yang dibuat paman memang bagus. Kami melewati jembatannya yang memiliki lanjang 5 meter melengkung tepat diatas sungai yang jernih. Tiba-tiba Doni berteriak.
"Ayo berenang!" Aku tak sadar dia membuka bajunya dan meloncat dari atas jembatan, terjun ke sungai. Dan itu diikuti ketiga sepupuku yang lain. Aku menatap mereka meringis. Aku juga pengen. Udah lama nggak berenang di kota. Selain mahal, kami tidak punya waktu.
"Aku tau kau ingin, Bev. Terjunlah, ini nggak dalam,"Fero berteriak kemudian menyelamkan kepalanya, berenang lagi. Aku benci tak bisa melakukan ini.
"Nggak usah buka baju, ntar kita pulang juga kering,"ujar Dino. Benar juga,batinku. Tapi aku nggak mau loncat dari jembatan seperti mereka. Aku nggak bagus bagian itu. Aku kemudian turun dari jembatan dan mendekat ke bibir sungai. Perlahan aku turunkan kakiku, sejuk dan aku sudah lama rindu main air begini. Aku langsung berenang. Enak sekali, airnya jernih tanpa kaporit, dalamnya juga tak seberapa. Kalau aku berdirinya rasanya hanya sebatas bahuku dalamnya.
Liburan kali ini memang mengasyikan dibandingkan dg study tour sekolahku yg melelahkan. Tidak ada waktu istirahat dan melepas letih. Perjalanan kesini sudah membuat punggungku remuk. Aku ingin menyelam sebentar mungkin letihnya makin berkurang. Aku menyelam dan berenang. Tapi tiba-tiba aku mendengar namaku dipanggil. Aku menyembulkan kepalaku ke udara. Kulihat Fero, Dino dan yang lain sudah berenang ke tepi. Lalu kulihat ditepi, ada Om Mario.
"Udah cepetan naik, Bev. Masi juga bengong!. Kamu ni gimana si, cewek kok ikutan cowok sih!"omel Om Mario. Sebenarnya, dia bukan Omku. Tapi dia sepupuku dari saudara Nenek. Sepupu jauh kalau Ibuku bilang, Aku tak kenal dia sejak dia lahir tapi saat dua tahun lalu Nenek meninggal, dia datang. Dia punya umur yang jauh dari aku mungkin ada belasan tahun. Bagiku siapapun yang tua lebih dari 7 tahun dariku akan kupanggil Om. Whoever.
Aku menurut, pasti Ibu udah nyariin ni makanya mengutus Om Mario. Aku menyelam, berenang ke tepi sungai. Tapi tiba-tiba, ada yang menarikku semakin ke dalam sungai. Aku panik dan tak sempat lagi fokus berenang. Aku takut, aku terus berusaha menendang apapun yang menarikku ini. Aku mendengar panggilan untukku tapi perlahan tak terdengar lagi. Aku kehabisan napas, kekuatan yang menarikku ini lebih hebat. Aku lelah dan berhenti bergerak, tenagaku sudah habis. Aku menyerah. Dalam pandangan buram, aku melihat seseorang yang semakin mendekat.
Aku sepeti mendapatkan kekuataan untuk meraih dia, dia pasti berniat menolongku. Tapi aku sudah tenggelam dalam, dan tak ada energi lagi untuk sekedar mengulurkan tangan. Tiba-tiba seseorang itu memelukku dan menarikku kembali. Dia menolongku. Dia memelukku erat dan kuat sehingga kekuatan yang menenggalamkanki tadi berhasil kalah. Seseorang ini berhasil membawaku ketepi sungai. Tiba-tiba aku merasa panas, panas yang tak bisa dikendalikan lagi. Aku melihat dia, ternyata dia Om Mario.
"Om, aku kepanasan,"ucapku terbata-bata. Aku sangat merasa panas, seluruh tubuhku panas. Aku tak tah mengapa, padahal aku basah kuyup. Sangking panasnya, aku tiba-tiba memiliki kekuatan untuk melepaskan pelukan Om Mario. Aku terbaring ditanah. Tiba-tiba Om Mario berteriak dan melemparkan kunci.
"Dino, cepat bawa mobil. Fero tolong ambilkan jaket itu," fero mengambilkan jaket itu. Om Mario langsung memakaikannya padaku. Aku menolak, aku nggak butuh jaket. Jaket membuatku semakin panas.
"Aku kepanasan,Om,"ucapku sambil melempar jaket itu. Om mario terlihat bingung, dan menggendongku masuk kedalam mobil.
"Kepanasan bagaimana, Bev. Suhu tubuhmu dingin seperti es,"ucapan Om Mario membuat aku jadi teringat mengapa aku tak berkeringat padahal aku sangat kepanasan. Dan dalam perjalanan, aku pingsan.
YOU ARE READING
Hubby from Aunty
RomanceKepada keaadan yang tak bisa kusalahkan, aku menangis Kepada takdir yang tak dapat kuelakkan, aku meratapi Kepada isyarat yang tak dapat tampak wujudnya, aku berserah Bukan aku, bukan dia, ataupun kamu. Aku hanya bagian skenario kalian, yan...