satu.

455 47 16
                                    

Di atas kertas berwarna cokelat

Aku menulis dengan tatapan sendu

Tanpa senyuman

Dan tanpa kekuatan

Dengan tangan gontai aku menggerakan pena

Tarian asal yang menjadikannya gerakan acak

Yang diriku sendiri pun tidak tahu apa maknanya

"Saga, di kantin tadi aku duduk di sebelah Kak Sakti, dong!"

Ah, suara manis itu datang lagi
Aku pun segera bangkit dari senduku
Dia datang dengan senyuman gembira
Senyuman yang selama ini menghiasi hari-hariku

"Terus, tadi dia ngajak ngobrol gitu. Ah, aku senang banget!"

Senyum lagi-lagi merekah di bibir mungilnya

Matanya berbinar seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru

Melihatnya, aku jadi ikut tersenyum

Dalam artian aku senang melihatnya bahagia

"Oh, iya? Ngobrol apa aja, Del?" akhirnya aku membuka suara, masih dengan senyumku. Senyuman yang sebenarnya memiliki artian pahit di dalamnya. Kulihat, matanya masih terus berbinar dan tangannya mengepal satu sama lain. Sepertinya ia akan menceritakan panjang kali lebar tentang hal yang baru saja ia alami. Aku memutuskan untuk melepas salah satu earphoneku. Aku siap mendengarkan setiap cerita sehari-harinya.

Dia mulai membuka suara, "jadi tuh gini, pas di kantin tadi..." ia cerita dengan mata yang bergerak ke sana kemari, kakinya dihentakkan yang menandakan ia sangat senang, dan juga gerakkan tangan mungilnya ketika ia bercerita. Ah, sial, mengapa dia menggemaskan sekali?

"Pokoknya, aku senang banget hari ini!"

Aku hanya bisa tersenyum kecil sambil mengacak-acak rambutnya. Ia pun memajukan bibir bawahnya dan kedua tangan mungilnya pun merapikan rambutnya. Ah, ketika melihatnya seperti ini aku ingin sekali melindungi gadis ini.

Iya, Adelina Aksa.

Gadis kecil yang menyimpan sejuta rasa di sebuah peti dalam dirinya.

***

Di Atas Kerta Berwarna CokelatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang