di Bawah Sinar Matahari
Raras memandangi jam tangannya tak sabar, sekarang sudah pukul 14.30, kereta yang dinaiki Hendra akan tiba di Stasiun Lempuyangan pukul 15.15. Raras tak sabar untuk segera menjemput kekasihnya. Tak terbayang kisah apa yang akan diceritakan Hendra. Hendra mahir bercerita, dan Raras adalah pendengar yang setia.
Raras berusaha untuk fokus mendengarkan dosen menjelaskan materi kuliah namun ia gagal. Ia ingin kuliah hari ini cepat selesai agar ia bisa menjemput kekasihnya. Hendra tak suka menunggu, Raras pun selalu tepat waktu. Raras mengenakan kemeja putih dengan bawahan jeans, dan flatshoes hitam. Raras jarang menggunakan make up, bulu matanya yang lentik dan alisnya yang tebal ia anggap sudah cukup membingkai wajahnya yang bulat. Raras tidak cantik, ia manis.
"Jangan lupa tugasnya dikumpul minggu depan, ya!", Raras mengangguk mengiyakan lalu memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Ia berjalan cepat menuju parkiran, mobil Honda Brio menantinya. Si Abu, panggilan sayang Raras untuk mobilnya telah menemani Raras berkeliling Kota Yogyakarta 2 tahun terakhir. Si Abu belum dicuci sehingga sisa hujan, dan dahan masih menempel di mobil itu.
"Tak apalah Si Abu belum dicuci yang penting bagian dalam mobil tetap bersih," pikir Raras. Tak berapa lama mobil Honda Brio abu itu mengarungi jalanan kota. Sembari menyetir, Raras berpikir tentang perkataan Hendra minggu lalu, "Mamaku ingin bertemu kamu." Raras khawatir karena mama Hendra tak pernah menyukainya, ia akui ia juga tak menyukai mamanya. Raras tak mengerti kenapa, padahal mama teman-temannya biasa saja dengannya tapi mama Hendra selalu bersikap tak ramah padanya. Raras takut mamanya tak menganggap ia cukup baik untuk Hendra.
Hendra adalah anak sulung dari keluarga yang tercukupi secara materi. Hendra tak pernah kesulitan untuk mendapatkan apa yang ia mau. Hendra selalu tampak percaya diri, meski Raras tahu Hendra punya ketakutannya sendiri. Raras sayang Hendra, namun ia tak yakin dirinya rela berubah demi mendapat restu mama Hendra. Dulu ia tak ambil pusing soal mamanya yang tak menyukai Raras. Raras selalu berpikir bahwa yang ia kencani kan Hendra, masalah mamanya suka dengan dia atau tidak itu urusan belakangan, toh mereka masih SMA, dan anak SMA mana yang akan menikah?
Sekarang, umur Raras dan Hendra sudah menginjak kepala dua, Raras berpikir ulang tentang keputusannya ini. Ia merasa bahwa ia harus berubah demi mama Hendra, namun sejauh mana ia dapat mengubah jati dirinya? Apakah berubah demi cinta itu hal yang mulia? Di sisi lain, ia ingin tetap menjadi orang yang sama tapi disukai mama Hendra. Oh mengapa begitu memusingkan? Tak terasa ia sudah sampai di Stasiun Lempuyangan, jam menunjukkan pukul 15.20, ia telat 5 menit.
Raras tergopoh-gopoh membuka pintu mobil dan berlari kecil ke arah pintu kedatangan. Dilihatnya Hendra duduk di salah satu kursi sambil memainkan smartphone-nya. Hendra tampak rapi namun sedikit capai, perjalanan Surabaya-Yogya yang memakan waktu 5 jam mungkin melelahkan baginya. "Heh, ndes, kok rupomu elek nan?" ejek Raras. "Capek, cah. Aku lungguh nang kereta 5 jam yo. Bayangke," balas Hendra. Jangan harap komunikasi antara dua makhluk ajaib ini dihiasi kata 'sayang', mereka lebih senang memanggil 'ndes' dan 'cah'. Hendra tersenyum lebar sembari meraih tangan Raras untuk digenggamnya dengan erat. Hendra selalu begitu, seolah Raras akan pergi apabila ia tidak menggenggam tangannya. Raras yang sudah terbiasa berjalan di sampingnya.
(bersambung)
YOU ARE READING
di Bawah Sinar Matahari
RomanceRaras dan Hendra, serta lika-liku percintaan tak tahu berujung di mana. Semoga barokah.