[1] 2018 ; 7.45 pm

9 1 0
                                    


Sudah lama rasanya ketika aku mengunjungi tempat ini terakhir kali. Hampir sepuluh tahun. Hari ini aku pulang. Berusaha untuk mengenang semua jejak disini. Semoga saja masih ada yang tersisa, masih ada yang mampu aku kenali. Dengan semua memori itu, aku berhasil menginjakkan kakiku disini setelah sekian lama. Menahan semua gejolak yang ada dalam perasaanku. Bukan keputusan mudah untuk kembali. Rasanya seperti menorehkan kembali luka lama yang belum sepenuhnya pulih. Menyakitkan memang. Tapi hidup memang seperti itu.

Sejauh apapun aku pergi, nyatanya aku memang harus kembali. Perasaan rindu yang tak terelakkan ternyata mampu membawaku kemari. Tidak masalah jika harus mengenang luka-luka yang menganga itu. Hari ini aku kembali padamu walau sejenak.

Aku berdiri di pemakaman kota dengan takzim. Mengedarkan pandangan disekelilingku. Mentari pagi sudah menyapa bumi dengan sinarnya. Burung-burung melayang meniti langit. Cahaya mentari menelisik diantara daun-daun pepohonan. Bunga-bunga yang beraneka warna seolah memberi semburat kebahagiaan. Mungkin bunga-bunga itu ditempatkan agar para penziarah dapat melupakan kesedihan mereka barang sejenak.

Pagi ini, pemakaman kota sudah ramai oleh para penziarah. Perlahan, aku melangkahkan kakiku menuju tempat peristirahatan seseorang yang membuatku kembali. Aku tersenyum tatkala menatap batu nisan yang ada dihadapanku. Aku membungkuk, memegang batu nisan yang terukir namanya dengan perlahan. Seolah itu adalah sesuatu hal yang rapuh. Mataku terasa perih, sama halnya dengan hatiku. Ada rasa sesak yang memenuhi dadaku. Seketika, aku merasakan butiran halus keluar dari pelupuk mataku. Bibirku bergetar.

Aku mendesah lirih, "Ayah, aku merindukanmu. Sangat merindukanmu."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 05, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

One Centimeter of HappinessWhere stories live. Discover now