"Selamanya, sampai kita tua, sampai jadi debu. Ku di liang yang satu, ku disebelahmu."
- Sampai Jadi Debu, Banda Neira.
🎆🎆
"Kita ngapain sih disini?" tanya Ben kepada kelima temannya. Kini, mereka sedang duduk melingkar di rooftop salah satu gedung perkantoran di tengah kota.
"Liat kembang api," jawab Ridho sambil nyengir, membuat Ben menghela nafas karena sikap kekanak-kanakkan milik temannya itu. Ben melirik Antara—salah satu teman yang ia anggap sedikit dewasa—ternyata juga ikut-ikutan kesini.
Setelah percakapan antara Ben dan Ridho tadi, keenamnya tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Memang sedikit awkward, mengingat mereka baru mengenal satu sama lain.
Ridho yang menyadari suasana itu, angkat suara, "Wah, gue nggak nyangka kita bisa sahabatan kayak gini. Kayaknya baru kemarin kita kenalan."
"Actually, kita emang baru kenal setengah bulan yang lalu," sahut Bram enteng.
Ridho nyengir, mendadak dia teringat tentang perjuangannya sendiri sehingga ia bisa menyatukan lima orang yang berada di sekelilingnya ini. "Ngapain sih nonton kembang api? Kaya anak kecil," ketus Ben tiba-tiba.
"Iya, tadi gue juga udah bilang gitu. Tapi mereka maksa," sahut Ridho sambil menyalahkan teman-temannya yang lain.
Mendengar jawaban Ridho itu, tentu saja keempat temannya yang lain langsung murka. "ITU IDE LO, SETAAAAN!" protes mereka bersamaan.
Ridho nyengir, seperti baru ngeh kalau dia yang mengusulkan tentang ini. "Iya, sih."
"By the way, makasih ya, Dho. Gara-gara lo gue jadi gak ikut kumpul keluarga tahun ini," ucap Roy sambil merangkul bahu Ridho.
"Iya, Dho. Gue juga," kali ini Antara yang angkat berbicara.
"Ah selow," jawab Ridho sambil mengibaskan tangan kananya. "That's what's friends are for," lanjutnya sambil nyengir.
"Sok inggris lo, kambing," sahut Roy sambil mengacak-acak rambut Ridho. Kemudian, keenamnya tertawa bersamaan. Sungguh, tidak ada yang lebih indah dari malam ini. Memandang langit Jakarta yang gelap bersama teman-teman dekat sambil menunggu pergantian tahun.
Setelah itu, keenamnya larut dalam percakapan yang seru, menampik fakta bahwa mereka baru saja kenal kurang lebih dua minggu yang lalu. Malam ini, lebih mirip seperti malam keakraban. Roy, si anak Bahasa yang tadinya minder bila bertemu Bram di koridor, sekarang menyadari bahwa cowok itu juga sama gilanya. Sedangkan Ridho bertanya kepada Roy tentang rumor yang mengatakan bahwa cowok itu memiliki tatto di punggungnya, yang tentu saja dibantah Roy. Cowok itu sampai rela shirtless, hanya untuk membuktikan pada Ridho.
"Eh, kita kayaknya harus bikin resolusi, deh," usul Abel tiba-tiba yang disusul oleh anggukan dari kelima temannya.
"Iya, ntar enaknya gimana? Teriak atau –"
Ben langsung memotong perkataan Bram, "Nggak."
"Iya, gue juga ogah kalo pake teriak segala," sahut Antara menyetujui. Walaupun alasan sebenarnya adalah Antara dan Ben sama-sama malu untuk meneriakkan resolusinya di depan teman-temannya. Apalagi, teman-teman mereka adalah tipe yang suka ngetawain.
"Selow, Ben-bro, Ra-bro," suara Ridho tiba-tiba menginterupsi. "Gue bawa kertas sama pulpen kok."
Perkataan Ridho tadi tentunya disambut dengan sumringah oleh teman-temannya. Ridho merogoh sakunya, kemudian mengeluarkan kertas dan pulpen yang ia maksud. Roy langsung mengambil kertas itu, kemudian cowok bertindik itu mendesah kecewa.
"Kok cuman satu?" omel Roy sambil membentangkan kertas HVS yang semula terlipat itu.
"Pulpennya juga cuman satu," sahut Antara.Teman-temannya yang lain kontan langsung ikut-ikutan mengomel.
"Kok salah gue?" tanya Ridho sambil melotot. "Lo pikir gue mau bawa kertas enam lembar sama pulpen 6 biji?"
"Yah, kirain gue," jawab Roy sambil menggaruk rambutnya, merasa tidak enak.
"Dibagi 'kan bisa," ucap Bram sambil merebut selembar kertas itu dari tangan Roy. Kemudian, cowok itu memotong kertas itu—yang tentunya tidak rata—dan membaginya kepada teman-temannya. Tak lupa, ia juga mengambil satu untuk dirinya sendiri.
"Terus, siapa yang mau nulis pertama?" tanya Ben sambil memandang teman-temannya yang lain. Merasa tidak ada yang menjawab, Ben mengambil pulpen yang berada di tengah-tengah mereka itu, kemudian langsung menuliskan resolusinya untuk tahun depan.
Setelah selesai menuliskan sesuatu—yang diperkirakan Ridho hanya satu kalimat—Ben menaruh pulpen itu kembali ke tengah. "Eh eh! Berhubung kita semua jomblo. Resolusinya harus berhubungan sama love-life!" usul Ridho.
"Lah? Ribet amat kaya mau daftar sekolah," sahut Roy, tetapi tak ayal cowok itu lah orang kedua yang mengambil pulpen.
"Emang punya lo resolusi love-life, Ben?" tanya Antara penasaran, karena Ridho 'kan baru saja memberi usulan itu setelah Ben selesai menulis.
Ben yang tadinya asyik memainkan ponselnya, menoleh. "E-eh, iya."
"Acieeee, rupanya Bang Ben yang galak memikirkan soal cinta juga," goda Ridho yang membuat Ben langsung melotot. "Bercanda," lanjut Ridho saat Ben akan mengambil ancang-ancang untuk bangkit dari duduknya.
"Lo lama amat, Roy. Gakusah bikin puisi atau paragraf juga, kali," ceplos Bram yang membuat teman-temannya sadar bahwa sedari tadi Roy tidak juga selesai menulis resolusi.
"Ini udah selesai kok," jawab Roy kemudian menaruh kembali kertas itu di depannya dengan posisi terbalik. "Habis gue, siapa?" tanyanya.
"Gue, deh," sahut Antara sambil menengadahkan tangannya, agar Roy bisa langsung melemparkan pulpen itu.
Selanjutnya, masing-masing dari mereka menuliskan resolusi untuk tahun depan dengan berbagai candaan, dan ejekan. Intinya malam itu menyenangkan. Setelah mereka menyelesaikan kegiatan tulis-menulis resolusi tersebut, suara ledakan kembang api terdengar disusul dengan kembang api berbagai warna langit yang mulai menghiasi langit gelapnya Jakarta.
Keenamnya langsung berdiri, sambil saling merangkul satu sama lain. Ben tersenyum saat tangan Roy melingkar di lehernya, yang berarti dia juga harus merangkul Bram yang berada di sebelahnya. Malam ini, Ben yang individualis sudah berubah. "Tahun depan gini lagi ya, guys?" tanya Ben kepada teman-temannya, yang jelas dijawab oleh anggukan dari mereka, terutama Ridho.
Bersamaan dengan kembang api tahun baru, tanpa mereka sadari, masing-masing dari mereka ternyata memanjatkan doa yang sama di dalam hati, "Semoga kita bisa temenan selamanya."
Doa yang cukup simpel dari keenam cowok yang baru mengenal satu sama lain selama dua minggu.
Berikut ini adalah resolusi tahun baru seputar love-life yang ditulis keenamya di kertas tadi:
Ben:
Semoga gue bisa move on dari Dinda.
Ben
Antara:
Semoga gue gak kejebak friendzone lagi sama Kay. Amin.
-Antara
Ridho:
Semoga Rani ngajak balikan YaAllah. Baim lelah dijudesin Rani terus.
-Ridho yang sering ngaji
Bram:
Semoga gue bisa dapet cewek mirip Mama.
Abel:
Semoga gue cepet jadian sama Kak Stefani. –Abel
Roy:
Semoga gue langgeng sama Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our First Firework
Teen Fiction[1/1] Tentang kembang api pertama mereka. One Shot Story; Para Pecinta Bu Arina Squad.