Cpt2 - Saling

416 99 15
                                    

Jangan lupa vomment gaisss ❤

AUTHOR POV

"Kamu siapa?"

Woojin tersenyum miris mendengar kata yang pertama kali dilontarkan oleh Hyungseobnya. Ia sakit, sangat sakit. Belum apa-apa ia ingin menyerah saja. Ia gemetaran tak kuasa mendengar suara Hyungseob setelah sekian lamanya.

"Aku... Pacar kamu" katanya sambil menatap Hyungseobnya.

Namun Hyungseobnya tak menjawab apapun dan hanya menggelengkan kepalanya tanda ia tak tau.

"Kamu punya pacar. Aku orangnya"

"Aku gak punya pacar"

"Ada. Kamu punya. Inget gak waktu pertama kali kita pacaran di rumah pohon. Waktu itu kamu ngikutin aku balapan trus kita tidur dirumah pohon"

Hyungseob mengerutkan dahinya beberapa saat mencoba mengingat sebisanya. "Rumah pohon... Balapan..." Ia menggumam

"Iya! Kamu inget?" Woojin menggenggam kedua tangan Hyungseob.

Hyungseob mencoba melepaskan genggamannya tapi Woojin menahannya.

"Inget kan? Waktu itu kamu suka banget ngikutin aku kemana-mana"

"Aku gatau. Aku gapunya pacar"

"Kamu punya. Kamu harus percaya sama aku"

"Gimana aku bisa percaya kamu kalau aku sendiri juga gatau aku siapa;("

"Aku pasti bantu kalo kamu percaya aku" tegas Woojin.

Hyungseob menggeleng cepat dan memanggil Guanlin dalam tangisnya. Ia ketakutan. Ingatannya dipaksa oleh Woojin.

"Guann!! Guann!!" Hyungseob terisak sambil mencoba melepaskan tangannya.

Tidak butuh waktu lama Guanlin berlari mendekatinya dan mendorong Woojin dari hadapan Hyungseob. "Udah gue bilang jangan dipaksa! Kalo tau bakal gini gaakan gue biarin lo ketemu dia lagi!!"

"Gue cuma pengen dia inget gue lin!"

"Gue tau. Semuanya juga berharap gitu. Tapi salah cara lo kaya gitu" Guanlin membawa Hyungseob ke kamarnya dan menenangkannya di kasur.

Daehwi mendekati Woojin yang masih terduduk di lantai sedang membungkuk frustasi. Ia menepuk bahu Woojin. "Gue ngerti kok perasaan lo"

"Jin. Lo harus bersabar. Kalo lo maksa dia buat inget, itu malah buat dia jadi makin susah ingetnya dan mungkin dia gamau ketemu lo lagi karena takut"

Woojin tak menjawabnya. Ia berdiri dari duduknya dan mengambil tasnya lalu pulang kerumahnya.

.

Hyungseob meringkuk di kasurnya masih dalam keadaan menangis. Ia ingin mengingat semuanya juga. Keadaan seperti sekarang membuatnya kesal. Tapi ingatannya enggan untuk kembali muncul.

"Maaf. Pasti kaget kan? Sekarang tidur aja. Besok kita kerumah sakit mulai terapi" Guanlin menyelimuti tubuh kecil Hyungseob.

.

Woojin memejamkan matanya tapi tak tidur. Ia tahu apa yang telah ia lakukan tadi salah. Tapi dirinya terlalu menggebu ingin Hyungseob mengenalnya cepat. Ia egois. Ia tau sendiri hal itu.

"Saat hidupmu memilih untuk hidup di masa depan,
Tapi hidupku harus tinggal dengan nafas masa lalu" ia menggumam.

Haruskah aku pergi. Aku lelah berteman dengan harapan.
.

Tangan Hyungseob perlahan melepas pegangannya. Ia perlahan melangkahkan kakinya. Satu langkah... Dua langkah... Tiga langkah... Lalu kehilangan keseimbangan dan memegang kembali pegangan itu. Ia terus berlatih dengan semangat melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Semakin hari langkah yang ia buat semakin banyak.

Sudah satu minggu dia dan Guanlin tinggal dirumah sakit agar terapinya Hyungseob tak perlu bolak-balik rumah-rumah sakit. Setiap hari sepulang sekolah, Daehwi juga datang dengan Samuel. Woojinnya juga datang tapi ia tak berani masuk menyapa Hyungseob. Ia hanya memperhatikan Hyungseob dari jauh. Sesekali ia tersenyum ketika melihat Hyungseobnya mampu berjalan lagi. Ia lalu akan kembali pulang dengan perasaan hampa dan esoknya datang lagi.

Woojin berjalan di area rumah sakit setelah sepulang sekolahnya di akhir minggu ini. Ia tak menemukan Hyungseobnya di ruang seperti biasanya. Ia mencoba mencari ke taman rumah sakit namun tak menemukannya juga. Dan akhirnya ia memilih pulang saja.

Ia membuka pagar rumahnya dengan satu tangan lalu hendak memasukkan sepedahnya ke teras rumahnya. Tapi tidak jadi setelah mendengar suara yang tak asing ditelinganya.

"Kamu!" Panggil orang itu di lapangan depan rumah Woojin.

Woojin membalikkan badannya dan melihat sesosok orang yang paling paling paling ia rindukan saat ini sedang tersenyum kepadanya dengan kursi rodanya.

Woojin meninggalkan sepedahnya begitu saja dan mendekatinya.

"Kamu kok udah pulang?" Tanya Woojin yang heran kenapa Hyungseob pulang sedangkan ia masih memakai kursi rodanya.

"Iya. Aku pengen pulang aja. Besok juga kerumah sakit lagi"

"Ohh gitu" Woojin entah mengapa canggung karena rasa bersalahnya hari itu.

"Aku mau minta maaf" kata Hyungseob pelan.

Woojin terdiam. Meminta maaf untuk apa? Padahal itu kesalahannya.

"Maaf karena aku gak inget kamu. Aku juga ingin dan percaya sama kamu tapi sulit. Aku harap kamu ngerti" Hyungseob mendekatkan kursi rodanya ke tempat Woojin berdiri.

"Aku juga minta maaf karena belum terbiasa" maaf Woojin.

"Aku setiap hari liat kamu di depan ruang terapi di rumah sakit. Kamu merhatiin aku dari jauh" Hyungseob ternyata melihatnya ketika Woojin lengah dari pandangannya.

Woojin mendongakkan kepalanya menatap Hyungseob. "Kamu tau?"

Hyungseob mengangguk sambil tersenyum tipis. Woojin senang ia bisa melihat senyumnya lagi.

"Aku... Akan mulai mencoba percaya semuanya. Aku akan mencoba percaya apa yang kamu bilang. Kalau aku gak inget, tolong jangan paksa aku. Dan kalau nanti aku mulai lelah, tolong kuatkan aku" Hyungseob berbicara pelan dengan merdu. Woojin biasa mendengar Hyungseob yang selalu bicara cepat dan bercerita ini-itu dengan suaranya yang lantang. Kini ia mendengar suara lembut itu.

Woojin berlutut di depan Hyungseob. Ia ingin menggenggam tangan itu. Tangan halus yang berada di kursi roda itu tapi ia menahannya. Harus menahannya.

"Aku dan kamu mungkin telah sama-sama lelah. Kamu lelah mencoba inget ada aku yang menunggumu. Dan aku juga lelah mengharapkan ingatan kamu tentang aku. Tapi kalau kita barengan, kita bisa buat semuanya jadi seperti semula kan?"

"Aku akan mencoba semampuku" ucap Hyungseob.

Saat mereka sedang mengobrol untuk saling percaya, seseorang sedari tadi menguping pembicaraan mereka. Ya siapa lagi kalau bukan Guanlin. Tadi ia pulang kerumah sebentar untuk membawa minum untuk Hyungseob. Setelah dirasa saatnya Guanlin masuk mendekati mereka, ia mendekati Hyungseobnya dan mengatakan bahwa ia harus pulang karena malam mulai datang.

Guanlin mendorong kursi roda tersebut. Sebelum keluar lapangan, ia menepuk bahu Woojin "Gue percaya sama lo. Kalo ada apa-apa, beneran gaakan gue biarin lo liat dia lagi" lalu ia membawa Hyungseob pergi.

Woojin menghela napasnya. Ia sedikit lega atas apa yang terjadi barusan. Mulai saat itu, dia harus berjuang. Bukan. Mereka harus sama-sama berjuang.

..
Fyi gais. Seminggu kedepan kayanya aku gabakal publish new chapt ya

Banyak tugasㅠ,ㅠ

re memory [JINSEOB]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang