Chapter 1

317 0 0
                                    

Jakarta, September 1997

Di sebuah rumah mewah dikawasan bandung, sepasang suami istri paruh baya terlihat sedang gusar. Si istri yang berwajah oriental sibuk mondar mandir di kebun belakang rumahnya, sedangkan sang suami menatap korannya dengan gundah.

"Ayah, sebentar lagi Rumi tiba. Aku tidak yakin ia akan menyetujui perjodohan ini!" ujar sang istri sambil meremas-remas tangannya untuk menutupi kegelisahannya.

"Arah yakin Rumi bakalan setuju. Ini demi kebaikan kita semua. Kamu lihat sendiri betapa hancurnya negeri ini sekarang. Keadaan ekonomi yang kritis, demo besar-besaran terhadap oknum pemerintah, rasisme terhadap kaum cina." Sang istri lalu berjalan dan memeluk suaminya.

"Saya merasa bersalah. Kalau saja aku tidak keturunan cina. Mungkin ayah gak perlu memikirkan hal seperti ini."

"Mey! Kita tak tahu kita akan jatuh cinta pada siapa. Aku mencintai mu. Tak ada yang ku sesali. Aku mencintai mu dan Rumi. Bahkan aku senang ia mirip kamu. Satu-satunya wanita di hati ku!"ujar Hardi Sudrajat.

"Aku mencintai mu Hardi." bisik Mey Lim.

"Aku juga mencintai mu, Mey."

Mey lalu duduk bersandar di bahu suaminya sambil menatap langit siang hari yang berwarna gelap seperti wajah ibu pertiwi yang sedang menangisi anaknya. Mungkin jika ini hari biasa, suaminya tak akan ada di rumah. Tapi karena demo besar-besaran yang dilakukan masyarakat dan mahasiswa terhadap para pejabat pemerintah, menyebabkan libur umum bagi semua kalangan. 

Tak berapa lama, Dinah yang merupakan pelayan rumah itu muncul.

"Bapak, ibu. Mbak Arumi sudah tiba."

"Suruh dia langsung kemari saja Din." ujar Hardi.

"Nggih Pak." 

Begitu pelayan itu pergi, Hardi meremas lembut pundak Mey.

"Sudah siap? Tak perlu takut. Ayah akan memberitahukannya besok saja."

Mey lalu mencoba mengaturnafasnya.

"Oke." ujar Mey.

"Ayah! Ibu!"

Arumi lalu berlari kecil ke arah orangtuanya.

Ia lalu memeluk erat-erat dan mencium tangan kedua orangtuanya.

"Aku rindu sama ibu dan ayah!"

"Kami juga rindu, nduk." ujar Hardi sambil mengelus rambut anak sematawayangnya dengan penuh kasih.

Mey lalu mengajak keluarga kecilnya duduk di pendopo kecil yang menghadap kolam renang.

"Kenapa ayah dan ibu tiba-tiba menyuruh ku pulang? Padahal kondisi Indonesia sedang rusuh"

Hardi lalu menghela nafasnya dengan kasar.

"Kami rindu dengan mu, nduk. Salahkah jika orangtua rindu pada anaknya?" ujar Hardi .

Arumi menatap kedua orangtuanya dengan curiga. Tidak mungkin orangtuanya tiba-tiba menyuruhnya pulang tanpa sebab. Padahal begitu menyelesaikan kuliahnya di University of Virginia setahun yang lalu, orangtuanya menyuruhnya untuk bekerja di negara asing itu agar menambah pengalamannya sehingga dapat kembali ke tanah air dengan ilmu yang didapatnya di negara Paman Sam itu.

"Aku merasa ada yang disembunyikan!" ujarnya. 

Hardi menatap sang istri dan menyuruhnya membawakan teh hangat untuk mengalihkan perhatian Arumi. Mey lalu berdiri dan beranjak pergi menuju dapur.

"Jadi, bagaimana amerika? Kamu suka disana?"

"Tentu saja. Tapi senyaman-nyamannya negeri orang, lebih nyaman negri sendiri." Hardi tertawa kecil mendengar penuturan Arumi.

"Kamu pintar sekali berbicara!" canda Hardi sambil tersenyum bangga. Tentu saja ia bangga! Orangtua mana yang tidak bangga jika anaknya yang sudah 5 tahun tinggal negeri orang yang jauh lebih modern dan maju lebih mencintai tanah kelahirannya.

"Ayah belum menjawab pertanyaan ku tadi."

"Yang mana?"tanya Hardi pura-pura tak tahu.

"Kenapa mendadak menyuruh ku pulang."

Arumi menatap ayahnya sambil menyipitkan matanya yang membuat mata sipitnya itu tak terlihat. Hardi tahu anaknya itu akan menanyakan hal itu. Tadinya ia berharap akan memberitahunya besok. Tapi melihat putrinya yang terlihat sangat penasaran membuatnya mau tak mau harus memberitahukan rencana perjodohannya saat ini juga.

"Kau tahu keluarga Prayudha?"

Arumi menganggukkan kepalanya dengan bingung.

"Keluarga mereka keluarga terpandang di Indonesia dan merupakan keluarga pahlawan kemerdekaan." Arumi mendengarkan perkataan ayahnya dengan seksama. "Banyak orang keturunan cina yang disiksa. Walaupun ayah orang jawa asli. Tapi ciri fisik mu sangat kental cinanya. Ayah takut jika sewaktu-waktu kamu jadi korban. Jadi, ayah memutuskan untuk menikahkan mu dengan Agung Dewantoro Prayudha. Dia keluarga Prayudha satu-satunya yang memiliki keyakinan yang sama dengan kita. Ayahnya menikahi seorang gadis keturunan Belanda. Dan ia mengikuti keyakinan ibunya."

Arumi memandang ayahnya kaget. Ia akan menikah?? Bahkan berpikir untuk pacaran saja tak ada! Memang banyak lelaki yang mendekatinya, tapi ia hanya ingin fokus pada pekerjaannya. Ia tak pernah tertarik untuk berpacaran. Dan sekarang ayahnya ingin ia segera menikah??!

"Ayah, aku bisa menjaga diri ku sendiri. Bagaimana kalau untuk sementara kita menetap di luar negeri samapai keadaan aman?"tanyanya.

"Kita tak dapat meramalkan masa depan. Bagaimana jika keadaan negara ini seperti ini terus? "

Arumi hanya bisa terdiam mendengar penuturan ayahnya. Ia sadar betul bahwa ayahnya pun tak rela jika ia menikah dengan orang yang sama sekali asing baginya. Apalagi dengan statusnya sebagai anak tunggal.

Tiba-tiba Mey datang sambil berlari kecil membawa sebuah radio.

"Ayah, barusan di radio ada berita bahwa keluarga Pak Wahid dibantai sama massa!"

Hardi lalu mengambil radio itu dari tangan istrinya.

"Alm Pak Wahid yang merupakan direktur Bank Indonesia ditemukan tewas dengan keadaan yang mengenaskan di halaman rumahnya. Istri dan dua orang anaknya yang tadinya sempat kritis meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Adapun isu miring mengatakan bahwa kebijakan Pak Wahid mengakibatkan nilai uang Indonesia melemah dan menimbulkan inflasi yang sangat besar. Pak Wahid juga belakangan ini diisukan  ikut menggelapkan uang dan bersama beberapa oknum pejabat melakukan pencucian uang. Saat ini tidak hanya polisi yang turun tangan, tetapi anggota TNI juga ikut membantu pengamanan negara. Dan baru saja kami dapat informasi bahwa pembunuh keluarga Pak Wahid merupakan mahasiswa yang marah dengan Pak Wahid. Seorang saksi mata mengatakan Pak Wahid sempat dicegat beberapa orang sebelum akhirnya dihajar. Demikian kilas Indonesia. Kami akan kembali 1 jam mendatang"

Hardi lalu melepas kacamatanya sambil memijit hidungnya. Ia tahu Pak Wahid, walaupun mereka bekerja di lembaga yang berbeda. Ia memang bukanlah pejabat yang rakus duniawi, karena keluarganya sendiri merupakan pengusaha yang lumayan sukses. Tapi, pandangan masyarakat terhadap pejabat pemerintahanpun sudah jelek. Padahal tidak semua pejabat koruptor.

"Arumi, ayah harap kamu dapat memberikan keputusan secepat mungkin. Kami sayang pada mu. Kami ingin kamu aman."

Arumi menganggukkan kepalanya dan memeluk ayahnya. Ia takut kehilangan ayahnya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mahligai CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang