TRAP

1.9K 159 120
                                    


Naruto disclaimer Masashi Kishimoto

Aku tidak mendapat keuntungan dalam menulis FF ini, selain kesenangan menyalurkan hobi. Jika ada kesamaan tempat, nama tokoh, dan cerita tentu hal itu bukanlah sebuah kesengajaan. Cerita ini hanya fiktif belaka.FF ini kudedikasikan dalam event SHDL-2017Genre: Crime, mistery, romancePairing: Sasuke X Hinata



Usia Hinata baru tiga belas tahun, ketika mimpi-mimpi buruk itu mulai mengusik tidur lelapnya. Suara ketukan langkah yang mendekat, bunyi ayunan pintu berkreket, dan aroma khas seseorang. Semuanya masih terasa jelas dalam ingatannya, dan itu bukanlah memori indah untuk selalu dikenang. Namun, mimpi buruknya selalu sama, mimpi-mimpi yang memproyeksikan hari itu. Saat dirinya menjadi tawanan seorang pria gila.

Ia mendapati diri terbaring nyaris bugil dalam keadaan tangan terikat bertumpu di atas kepala, dan mata terbebat kuat oleh kain. Bau pengap dan udara yang terasa lembap membuat Hinata remaja putus asa. Berhari-hari terkurung dalam ruangan yang tak sekalipun ia lihat, bayang-bayang ketakutan kerap mendekapnya erat, tetapi keinginannya untuk hidup masih sangat kuat. Hinata tak pernah sedetik pun berhenti berdoa, dalam tangisnya ia terus mengais-ngais harapan.

Suara hujan yang menggerus pelataran, bau pembakaran minyak lilin dan suara siulan laki-laki. Setiap kali pria gila itu datang mengunjunginya, satu-satunya hal yang ia pertanyakan adalah apakah hari inilah saatnya? Segera Hinata membayangkan sebuah kematian yang menyakitkan. Pikiran Hinata disergap rasa putus asa berada dalam ruangan yang sama dengan pria kejam itu membuat lambung kosong Hinata seolah diremas-remas kekuatan supranatural, dan perasaan mual itu pun kembali menonjok-nonjok tenggorokannya. Hinata takut pria itu akan kembali meyiksanya lagi dengan brutal.

Udara dingin merayapi kulit Hinata yang telanjang, dan sentuhan memuakan itu pun berulang. Jemari laknat itu menyusuri setiap jengkal kulit tubuh Hinata. Dagu bertekstur tajam menggesek-gesek wajah Hinata yang telah basah oleh airmata. Tremor kembali menguasai, seketika tangisnya kembali meledak, dan sekejap itu pula tamparan pedas menyapa pipinya.

"Sssssssttt ...." Pria itu berdesis, tak sekalipun ia bicara.

Hinata meminta belas kasih, ia memohon-mohon untuk dilepaskan.

Sesering Hinata minta dilepaskan, maka penyiksaan yang diberikan semakin meningkat. Tamparan, gigitan, cambukan, dan yang paling pedih adalah goresan benda tajam di sekitar paha dalamnya.

Sentuhan logam tajam itu menyayat memanjang, setiap kali lukanya mulai mengering pria itu kembali menimpanya dengan sayatan baru. Hinata bisa merasakan aliran darah lengketnya sendiri, jatuh dan menggenang di bawah paha dan bokongnya. Dalam keadaan lemas itulah tubuh remaja Hinata kembali dikoyak dengan brutal. Sekali lagi sentuhan memuakan itu berulang.

Hinata rasanya ingin mati saja. Selama beberapa hari setelahnya kesadaran Hinata lenyap, seluruh indranya sengaja ia leburkan bersama sisa-sisa kewarasannya. Hal terakhir yang Hinata ingat dalam setiap penyiksaan itu hanyalah aroma khas si pria. Aroma lilac yang mistis.



**********************************************************************************************************************************************************************************************

Drrrrrrrtttt.....

Suara getaran smartphone mengalihkan lamunan Hinata. Seberkas email muncul pada layar komputernya. Ia meluruskan pinggangnya di balik meja. Tanpa disadari Ia telah mengigit bibir bawahnya dengan kencang hingga meniggalkan bekas. Setiap kali ingatan di masa lalu datang, kecemasan dalam diri Hinata akan menyeruak seperti lahar berapi yang tak bisa terbendung lagi, bahkan oleh ketinggian dinding gunung sekali pun. Masa lalunya yang kelam masih membawa pengaruh besar dalam kehidupannya. Walaupun ia berjuang untuk tetap hidup normal, sesungguhnya Hinata tahu kehidupannya tidak pernah senormal orang lain. Kini sebuah kasus serupa mengusik hidupnya kembali.

TRAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang