2007
[Luke]
"Taruhan ceban ceban sama gua, Liverpool sama City pasti 2-0!"
Bah, masih belom nyerah.
"Ngga." Geleng gue. "2-1. Lu nebak skor yang bener aja 2-0, orang kemaren city sama bilbao aja dapet 2-1!"
"Lah suka suka gua, dong. Orang gua yang taruhan!" Wah, gaspol anjir.
"Luke, udahan nelfonnya. Matiin. Besok kamu hari pertama sekolah, bapak ngga mau ya berantem gara gara bangunin kamu." Sahut bapak, yang ngga ngerti juga dia darimana datengnya. "Cepet matiin."
"Bawel." Gerutu gue. "Udahan dulu, dah. Gua pegang 2-1. Ceban ceban ya, deal?"
"Deal." Sahut cal. "Kalo kalah jangan ngga masuk lu."
"Beres." Angguk gue, yang langsung mematikan sambungan, sebelum kepala gue ditebas. Hii.
Besok gue SMP, ibu kok belom nelfon, ya?
Apa jangan jangan ibu lupa?
Terbesit niat untuk menelfon ibu malam ini, meski di australi mungkin udah jam setengah satu pagi.
Telfon ngga, ya?
Masa bodo, gue melepaskan kabel telfon dari tempatnya, membawa lari telfon ke kamar gue. Disana, ada colokan telfon yang ngga pernah dipakai, karena gua juga ngga pernah masang telfon di kamar.
Gue menekan nomor handphone ibu, berharap uncle Bob, suami barunya, sedang tidak ada.
"Angkat, bu..." Lirih gue, masih berharap mendengar suara ibu dari telfon rumah yang masih gue genggam. "Ibu lagi sibuk banget, ya?"
"Liz is here,"
Gue tersenyum lega, saat suara yang ingin gue dengar sejak tadi akhirnya muncul juga.
"Ibu?" Sapa gue. "Its me, Lukey!"
"Oh, hey, baby!" Sapa ibu balik. Tergambar jelas di kepala gue, ibu pasti sedang tersenyum sekarang. "Whats going on? I miss you so bad."
"Me too." Senyum gue. "Tomorrow is a special day for me. Tebak kenapa?"
"Why is it?" Tanya ibu. "Jadi ABG ya kamu?"
"Kok tau sih bu?" Tanya gue balik. "Im going to be a 7th grader. And its gonna be awesome, i promise you."
"Whoops, i bet you're gonna be great in highschool. You know what honey? I'm really, really proud of you. Keep up the good work, big lukey!"
Gue tersenyum, bersandar pada jendela kaca yang diselimuti bulir air hujan. Untung ngga ada petir.
"I just wish you were, bu." Lirih gue, lagi. "You know what? I think im going to aussie, when i'm older. Temen temen juga pada mau ketemu ibu."
"I'm always here, honey. Ibu selalu deket kamu." Sahut ibu, sukses bikin gue mau nangis.
Man's up. Cupu lo sampe nangis.
"Luke kangen, bu..." tukas gue, yang jujur sekarang mati matian biar ngga nangis. "Mau ketemu ibu lagi..."
"I know, baby. So do i." Jawab ibu. "But for now, you have to be strong. Ibu sayang sama lukey, ibu kalo bisa, mungkin langsung ambil tiket sekarang, cuma buat meluk kamu."
Jangan nangis, woy.
"But i really, really can't, baby. And i'm so sorry. Ibu juga mau serumah sama kamu lagi, nemenin kamu nonton film horror sampe tengah malem. Ibu juga kangen kamu."
"Don't be sorry. Luke juga tau kok ibu selalu nyempetin buat hubungin luke." Gue tersenyum paksa. "Its almost 1 AM, you should be sleeping."
"I know dear. I just wanna be with my big boy who's now get into 7th grade." Sahut ibu, membuat gue sukses tertawa kecil. "Besok jangan sampe kesiangan. Ibu titip salam buat ashy, buat temen temen kamu juga."
Gue mengangguk.
"Mm hmm.""Kapan kapan video call ya, bu?" Tanya gue, sambil waspada sekitar. Kalo bapak masih bangun terus tau gue nelfon, pasti diomelin. "Luke mau tutup telfonnya, takut ada bapak."
"Iya, sayang." Jawab ibu. "Have a good sleep, baby. Have a good tomorrow. I love you so much."
"Love you too." Angguk gue, yang sebenarnya masih mau ngobrol lama. "Bye."
"Bye, honey."
Sambungan putus.
Balik lagi ke realita, gue sendirian.
Emang, ada bapak. Ada Ash juga. Tapi bukan berarti gue ngga sendirian. Ngga ada ibu, mau gimanapun caranya, tetep aja sepi.
"Mau telfon lagi, bu..." Gue bicara pada telfon. Untung temen temen gue ngga disini. Kalo iya, pasti langsung dicap sakit jiwa.
"Lukey?"
Gue terlonjak, mendapati Ash yang kini berdiri di depan kamar gue.
Faklah, kirain siapa...
"Ngagetin lu, ah." Gue mengacak rambut sendiri, biar makin ganteng. "Tidur ego, dimarahin lu masih keluyuran."
"Kamu lagi kangen ibu, ya?" Ujarnya, membuat gue menggeleng keras keras.
"Ngga, lah."
Okay, this is it; perbedaan gue sama Ash, itu segudang. Lebih malah. Biar dikata kita kembar, sebenernya kalo ditelaah lebih jauh, yang sama cuma muka, selebihnya 180 derajat beda. Yang pertama; dia masih menggunakan aku-kamu, dan gue ya, pake gue-elo.
Not a big deal, mungkin karena dari dulu gue biasa bergaul sama orang luar dan akhirnya kebawa. Kalo dia, dari jaman piring warteg masih pake daun, sampe sekarang, keluar rumah juga bisa diitung jari.
Iya kita kembar, dan iya, kita beda.
"Ngga apa apa, kalo emang kangen. Aku juga." Ujarnya, duduk di pinggir tempat tidur. "Kamu nangis?"
"Ngaco lu. Tidur gih, udah halu tuh." Geleng gue, lagi. Dari dulu, gue paling anti sama yang namanya nangis depan orang. Sama nangis aja gue anti, sebenernya. Tadi aja lagi kebawa, makanya nangis.
Ash menghela nafas, dalam hati pasti ngatain gue ngeselin. Ah, bodo amat.
"Bentar, ya." Ia bersandar pada bantal gue kali ini.
"Gini aja, lu tidur sini, gue tidur di kamar lu." Saran gue, daripada dia bolak balik. "Gimana?"
"Ngga apa apa?" Tanyanya, yang langsung gue gelengi.
"Ngga."
"Tapi kolong tempat tidur jangan di acak acak, ya. Nanti barang gua keluar semua." Sambung gue, mengantisipasi nilai ips yang jebloknya minta ampun keluar dari persembunyiannya.
"Beres." Angguk Ash. "Thanks, lukey."
"Santai, ada sanken."
Orang bilang, manusia diciptain dengan kelebihan, dan lawannya; kekurangan. Dan emang iya, bener. Gue sama Ash, meski kembar, kita punya dua hal tadi yang jelas terlihat. Sebagai kekurangan, contohnya, gue adalah orang yang katanya kelewat cengengesan dan ngga bisa diajak serius. Percaya ngga? Gue sih ngga. Sementara Ash, dia punya kondisi yang bikin dia ngga bisa ngelakuin banyak hal. Mysthenia Gravis, itu nama ribetnya. Itu kenapa dari dulu, dia jarang keluar rumah. Sekolah aja di rumah. Bosen abis sih gue, kalo jadi dia.
Besok mos diapain ya gue?
Semoga aja yang jadi osis mirip katy perry, deh. Biar gue ada alesan sekolah tiap hari.
YOU ARE READING
Sore • Lashton
FanfictionKarena sore, adalah waktu dimana mereka bertukar peran antar sesama. Karena sore, adalah waktu dimana gue bercerita pada lain orang. Karena sore, adalah waktu dimana gue kehilangan salah satu dari keduanya