Ribuan hari aku menyimpan luka.
Berharap aku ingin mati saja.
Pagi selalu membahagiakan. Dibawanya kita pada harapan baru untuk kehidupan.
Namun tidak pada suatu pagi dimana aku mendapatimu sudah tak sendiri.
Awalnya aku tertawa.
tertawa...
tertawa...
dan tertawa...
Namun sebuha tawa ternyata kamuflase. Layaknya tetes embun diujung daun waru.
Air mata akhirnya mengalir dipipiku. Satu persatu hingga membentuk aliran.
Deras! Deras sekali! Dan didetik ke sekian aku menyadari, tanpamu aku tak tahu harus apa lagi ?
Sebuah tanda tany besra mengganatung dikepala.
Sayang, pakah untukmu selama ini kurang ?
Sebab kini pertahananku hancur. Melebur segala memori yang perlahan menghampiri.
Bangsat! Kurasa aku menemukan diriku yang pernah tersesat.
Kamu terlamapau jauh. Dan semakin hari rasanya sulit untuk kurengkuh.
Bagaimana aku bisa ikhlas ? Sedangkan semua tentangmu tak terbatas.
Bagaimana aku bisa rela ? Sebab hanya denganmu aku bisa tertawa.
Aku begitu menyayangkan takdir. Kenapa saat ini begitu getir ; setidaknya untukku.
Melihatmu tertawa bahagia bersamanya disana, demi Tuhan aku takkan bahagia!
Memang benar, jatuh cinta pada sahabat ialah hal paling laknat. Bisa jadi kau bahagia, lalu sedih setelahnya. Memang sudah seharusnya harapan-harapan itu musnah. Sudah sepantasnya semua rasa itu enyah. Mati... seperti yang kurasa saat ini.
Teruntukmu (lelakiku) ku sedang pilu mendapatimu bersama wanita yang selain aku.
Aku sedang hancur, sehancur-hancurnya wanita yang sedang berduka. Dan kupastikan setelah ini akan kau dapati aku dengan segala burukku.
Teruntuk kamu Sahabatku..
"You are My Sweetest Broken Heart"
Dan jika masih kau temui aku, maka kelak pulanglah. Semoga aku ujung pulang yang kau tuju.
Namun jika aku sudah mati bersama rasa ini, maka kenanglah. Semoga kelak kau tak merasa patah hati yang semenyiksa ini.