ISI CERITA

199 7 1
                                    

"Darto... Darto... Tolonglah dengarkan penjelasanku!" teriak Lie kepada temannya.
Darto semakin mempercepat langkahnya diantara rapatnya hutan di lereng gunung Kelud, wajahnya diliputi kemarahan.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi," pekik Darto.
"Kita sudah berteman sejak kecil, tolonglah percaya padaku," mohon Lie.

Darto dan Lie yang sudah berteman sejak kecil itu sama-sama bergabung dengan PETA sejak pendudukan Jepang di kota mereka. Hubungan pertemanan berbeda ras itu sangat erat.
"Darto, percayalah padaku bukan aku pelakunya," ucap Lie.
Darto menghentikan langkahnya dan berbalik memandang tajam ke arah Lie. Lie ikut berhenti, dia mengatur napasnya yang tinggal satu-satu karena mengejar sahabatnya itu.

"Lie, harusnya tidak seperti ini rencananya. Kita semua harus menyebar ke segala penjuru Alas Ngancar hingga lereng Gunung Kelud. Tetapi kenapa kita terkumpul dan banyak saudara kita yang tertangkap?" tanya Darto.
"Aku juga tidak tahu kenapa begini akhirnya. Aku sudah mengatur strategi pelarian kita pasca penyerangan Hotel Sakura tadi," jawab Lie.
"Kau mengatur mereka mendatangi musuh, Lie!" pekik Darto.

"Harusnya aku tahu kalau kau punya jiwa penghianat, Lie!" teriak Darto sambil mengepalkan tangannya.
"Apa maksudmu?" tanya Lie.
"Kau bersekolah di sekolah Belanda kan? Kami pemilik tanah air ini bahkan hanya sekedar mengintip saja tidak diijinkan. Tapi kamu? Kakekmu hanya pendatang, tapi kalian bisa dengan mudah berdagang dan bersekolah," jelas Darto.
"Tapi aku juga mengajarkan kepada kalian baca tulis kan," bela Lie.

"Kau penghianat, Lie!" teriak Darto sambil mengacungkan pistolnya kearah Lie.
"Aku tidak pernah menghianati kalian. Dengarkan aku, persiapan kita yang kurang matang, ada orang yang membocorkan penyerangan kita!" pekik Lie tidak mau kalah.
"Siapa hah?" tanya Darto.
"Kami disini adalah orang Indonesia yang menginginkan kemerdekaan, tidak mungkin kami menghianati bangsa sendiri!" ucap Darto berapi-api.
"Aku juga orang Indonesia, Darto. Aku memang berbeda tapi aku lahir dan besar disini. Bagiku disinilah tanah airku," tukas Lie.

"Tapi Lie, para Chudanco dan Bhudanco sudah ditangkap Jepang, mereka pasti diadili dan dihukum mati," ucap Darto.
"Dan ini semua gara-gara kamu!" pekik Darto.
"Percayalah aku tidak bersalah," mohon Lie.

Doorr...
Suara tembakan memecah kesunyian hutan di lereng Gunung Kelud.
Lie roboh dan tersungkur ke tanah. Matanya memandang Darto dengan pilu, sebelum akhirnya memejam untuk selamanya.
"Kau memang sahabatku Lie, tapi kemerdekaan negaraku adalah yang terpenting," ucap Darto lirih.

Di balik  sebuah pohon ternyata ada sepasang mata yang sejak lama mengamati pertikaian Darto dan Lie. Di sudut bibirnya tersungging senyum kepuasan.
"Sudah kuduga kalau kau hanya bocah ingusan yang bodoh, Darto. Sekarang takkan ada lagi bocah sok pintar yang akan menghalangi kekuasaanku. Para Bhundanco  dan Chudanco itu pasti dihukum mati. Siapa lagi yang menggantikan mereka selain aku yang selalu loyal dengan Nipon."
"Akhirnya selesai juga urusanku dengan kalian, tak kuduga semudah ini," bisik Hasan sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UJIAN PERSAHABATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang