Part 1

7.5K 215 45
                                    

"Hei, tunggu! Bukumu jatuh!"

"Hei, ini buku kamu!" Laki-laki bertubuh jangkung itu mengejar gadis bergamis. Berteriak memanggil dan memberitahu. Tapi, nihil. Gadis itu berlalu cepat menaiki angkutan umum dan tidak mendengarnya sama sekali. Tampak seperti terburu-buru.

Bagaimana ini? Siapa pemilik buku ini? Aku harus kembalikan segera. Tapi, bagaimana caranya?

Laki-laki itu perlahan membuka buku yang ia temukan. Ia berharap mendapatkan petunjuk, seperti identitas dan lain sebagainya. Lembar pertama buku itu, terlihat ukiran nama seseorang. Tulisannya sangat indah.

Zahira.

Zahira? Ada apa dengan nama ini? Kenapa aku merasa tidak asing? Ah, mungkin hanya kebetulan saja. Hanya Allah yang mengetahui segala sesuatu. Aku akan terus berusaha mengembalikan buku ini pada pemiliknya. Secepatnya.

Langit nampak cerah. Dengan suasana yang semakin membuat sosok laki-laki itu ingin segera sampai di rumah. Rindu dengan masakan Bundanya, dan pipi gemas Haya, adik tercinta. Sudah dibawa dua kresek berisi buku untuk adiknya yang manis itu. Ia langkahkan kaki cepat keluar dari sana dan menaiki angkutan umum.

"Perpulangan dari pesantren ya, A?" Tanya Pak supir mengajak Fathir sedikit berbincang, basa-basi. Kebetulan juga hanya ia sendiri di dalam angkot.

"Iya, hehe. Kok bapak tahu?"

"Anak saya santri di pondok pesantren Al-Huda. Kamu santri di sana juga, kan?" Tanya Pak supir itu menebak-nebak.

"Kalau saya di Al-Fatih, Pak. Mungkin kebetulan jadwal perpulangannya sama," jawabnya sembari tersenyum.

"Oh, gitu, ya? Wah saya sok tahu, ya?" Bapak itu tertawa. Fathir hanya terkekeh kecil.

"Di sebelah gapura itu berhenti ya pak, " ucapnya sopan.

"Siap, A laksanakan."

Laju roda pada mobil angkot itu terhenti. Fathir turun perlahan. Memberikan ongkosnya sesuai tarif. Disambut ucapan terima kasih dari pak supir.


Fathir segera melangkahkan kakinya menuju rumah. Rindu yang teramat sudah tidak bisa tertahan. Ada beberapa tetangga juga yang menyapanya tadi di sekitar jalan. Ia terus mengembangkan senyumnya.

"Pulang ya, A? Ih tambah kasep aja si A Fathir teh," ucap Ibu-ibu, teman bundanya. Memuji Fathir yang semakin tampan, katanya.

"Iya, Bu perpulangan. Hehehe mari, Bu." Fathir pamit setelah menyalami lengan ibu tadi.

Tuk tuk tuk!

"Assalamu'alaikum, Bun." Akhirnya Fathir tiba di depan pintu rumahnya. Tidak sabar melihat raut wajah ibunya yang pasti senang.

"Wa'alaikumsalam." Nampak perempuan yang sudah tidak terlalu muda namun masih terlihat cantik berdiri di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan Bunda.

"Fathir? Bunda kangen kamu!!! " Bundanya memeluk anak sulungnya itu. Lantas menciumi wajah Fathir layaknya masih kecil. Fathir mencium lengan dan pipi ibunya.

"Ibu sehat?" tanya Fathir tak terlepas dari lengkung senyum pada bibirnya.

"Sehat, Sayang. Kamu gimana? Baik-baik aja kan?"

Cinta Dalam DiamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang