- I N D I G O -

407 27 3
                                    

Aku mempercayai kalian karena kalian adalah sahabatku. Tapi, mengapa kepercayaan yang kuberi malah dibalas sebuah penghianatan?

- Lala -

✺✺✺

Mereka adalah sahabat karibku, walau hanya setengah bulan kami baru berteman. Ya, aku dan ketiga temanku, Fedhli, Kyko, dan Avryl. Kami bertemu ketika ospek diawal masuk SMA. Dan sebuah kebetulan sekali aku dapat berteman satu kelas dengan mereka.

Sifat mereka berbeda-beda. Fedhli si wajah datar, Kyko hobi makan, hingga Avryl yang hobi berpuitis. Mereka unik dengan caranya masing-masing.

Tetapi mereka memiliki satu kesamaan yaitu, melihat makhluk tak kasat mata. Atau orang menyebutnya anak 'indigo'.

Awal pertemuan kami memang sangatlah aneh. Terlebih dengan wajah datar Fedhli yang sangat misterius, sangat tidak dapat ditebak. Jadi awalnya begini.

Hari itu senja mulai tiba dan hawa dingin menusuk kulitku. Namun aku mencoba mengabaikannya dan kembali berkutat pada buku tebal berjudul Misteri Anak Indigo, buku yang sempat kupinjam dari kakakku, Farel. Duduk manis didekat lapangan memang sangat damai, terlebih ditemani kawan ospek yang sibuk membereskan peralatannya. Rasa penasaran inilah yang mengalahkan rasa takutku dengan segala macam berbentuk seram, walau hanya sebuah buku atau nyanyian ninabobo.

Hei, siapa yang tidak takut dengan kain putih bercak darah lalu terbang tertiup angin dihadapan kita? Terlebih dengan rambut hitam panjang tergerai yang sangat berantakan, kusut pula. Kurasa makhluk itu tidak pernah menyisir rambutnya hingga beribu tahun. Haha.

Back to the topic. Kemudian saat aku ingin beranjak pulang, aku mendengar suara bisikkan seperti seseorang yang sedang berbicara. Namun mengapa lawan bicaranya tidak bersuara? Ah, aku jadi penasaran.

Akhirnya kumelangkahkan kaki menuju parkiran yang berdekatan dengan kantin. Astaga, hari semakin gelap tapi aku malah berkeliling.

Disana, seorang lelaki tampan berkulit putih pucat yang memakai seragam sama sepertiku sedang berbicara dengan ruang kosong.

"Hei, apa yang kau lakukan disana?" Ujarku bingung.

Pria itu menoleh dan terkejut melihat kehadiranku. Kemudian mengubah kembali wajahnya menjadi datar.

Sebuah tangan menepuk pundak kananku dan hal itu membuatku terpekik kaget.

"Apa yang kau lakukan?"

Perempuan berambut hitam legam sebahu dengan seragam yang sama denganku. Begitu pula dengan lelaki disebelahnya. Dia tinggi, berkacamata, meski kulitnya tidak seputih pria disana. Oh, jangan lupakan sebungkus ciki dalam ukuran besar ditangannya.

"A-aku berkeliling dan melihat lelaki disana sedang berbicara sendiri." Aku menunjuk pria itu. "apakah dia gila?"

Mereka berdua saling berpandangan dan tertawa keras. "Hahaha. Apakah kau bercanda? Dia teman kami."

Aku ber'oh'ria.

Pria disebelahnya berhenti memakan cikinya. Matanya tertuju pada buku tebal yang kupeluk didadaku.

"Apa itu?"

"Ah, ini adalah buku pemberian kakakku." Aku tersenyum kecil.

"Apa pendapatmu mengenai anak indigo?" Ucap lelaki disampingku.

Aku menoleh kaget. Bagaimana pria ini sampai kemari? Suara langkah kakinya sama sekali tidak kudengar.

"Aku salut dengan mereka. Ya, melihat sesuatu yang kasat mata bukanlah hal yang mudah diterima oleh seseorang. Karena dikebanyakan orang merasa takut dengan makhluk itu, sama sepertiku. Namun mereka menganggap makhluk itu seperti temannya sendiri, walau rupa mereka sangat buruk."

I N D I G O  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang