0.0

29 2 1
                                    

-Prolognya aku mulai dari falshback, ya!-
..
Selamat membaca~

Selamat membaca~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


0.0

“Yuki!” teriak seorang wanita cantik pada putri kecilnya.

“Ya, ibu?” Anak kecil umur 5 tahun yang dipanggil Yuki itu menghampiri sang ibu dengan wajah ceria.

“Ayo kita pergi liburan bersama ayah!” ajak sang ibu.

“Mau mau… Yuki mau, ibu. Apa ayah akan pulang?”

“Tentu saja ayah kita akan pulang. Saat ayah pulang nanti kau jangan kemana-mana ya!”
“Siap kapten!”

“Anak pintar.” Wanita itu lalu menggendong anaknya masuk ke dalam rumah.
.
.
.
.
“Ayah, apa ayah dan ibu sayang padaku?” Tanya Yuki kecil pada ayahnya.

“Tentu saja ayah dan ibu sangat sayang pada mu. Kenapa Yuki bertanya seperti itu?” Ucap ayahnya sambil memangku Yuki.

“Benarkah? Kata teman-temanku jika ayah dan ibu mereka pergi terlalu lama berarti mereka tidak sayang pada anaknya. Apakah ayah juga seperti itu? Ayah kan selalu pergi jauh dan kalau pulang pasti sebentar. Hiks… aku mau ayah tinggal disini saja hiks…”
Ucapan sang anak membuat pria dewasa itu mengeratkan pelukannya dan mengusap pelan rambut anaknya.

“Dengarkan ayah sayang. Sekarang, ayah yang tanya. Apa Yuki juga sayang pada ayah?”
Yuki kecil mengangguk sambil terisak pelan.

“Kalau begitu, Yuki harus percaya pada ayah kalau ayah sangat menyayangimu, nak… Ayah pergi jauh untuk bekerja. Agar Yuki dan ibu bisa hidup layak, agar ayah bisa membelikanmu mainan bagus. Yuki tidak mau kan tinggal dijalanan?”

“Tapi… apa ayah tidak bisa bekerja disini saja? Ayah bisa bekerja pada Hidase-san. Aku sangat ingin ayah bersama-sama denganku dan ibu.”

Pria itu menggeleng pelan.
Yuki, ayahmu tidak bisa bekerja disini. Gaji di desa kita terlalu kecil. Lagipula ayah tidak pernah tidak datang di hari ulang tahunmu kan?” sang ibu menambahkan sambil mengelus rambut Yuki.
Gadis itu mengangguk setuju.

“Tapi ibu, ayah, Luca-kun bilang aku ini bukan anak kandung kalian. Dia selalu mengejekku dengan sebutan ‘anak pungut’. Tapi tapi, Yuki tidak mengerti. Sebenarnya anak kandung itu apa? Lalu anak pungut itu apa? Apa itu sesuatu yang jelek?” Tanya Yuki sambil menatap kedua orangtuanya.

Keadaan menjadi hening seketika. Ayah dan ibunya saling melempar pandang dan terlihat shock dengan pertanyaan anaknya itu. Sang ayah mencoba tetap tenang dan perlahan mulai menjelaskan apa yang ditanyakan anaknya.

“Yuki mengerti sekarang. Jadi apakah aku benar anak kandung kalian?”

“Ya. Kau adalah anak kandung kami, Yuki putri cantik kami, kesayangan ayah. Jadi jangan hiraukan perkataan temanmu itu ya?” Sang ayah mengeratkan pelukannya pada Yuki.
Yuki mengangguk saja dan tiba-tiba air matanya lolos begitu saja.
Terdengarlah isakan kecil dari mulut manisnya.

“Hiks… Yuki sayang ayah dan ibu.” Gadis itu memeluk erat kedua orangtuanya.

‘Suatu saat nanti, kau akan tahu yang sebenarnya’
.
.
.
.
“Ayah… Ayah… ayo kita pergi ke kota!!! Aku ingin membeli kado untuk temanku.”

“Baiklah, tapi tunggu ibumu pulang ya.”

“Tidak, ayah. Sekarang saja.”

“Tapi ibumu akan khawatir kalau tidak berpamitan.”

Yuki diam dan matanya mulai berkaca-kaca. Sang ayah menghela nafas dan terpaksa menyetujuinya.

“Ya sudah ayo kita berangkat.”

“Un. Terimakasih ayah.”
.
.
Yuki berlari kecil dipinggir jalan sambil mengayunkan boneka yang baru saja dibelinya. Sang ayah yang berada dibelakangnya tersenyum melihat putrinya begitu bahagia. Entah kenapa perasaannya tidak nyaman, seolah waktu kebersamaan dengan anaknya akan segera hilang. Namun tak lama kemudian matanya menangkap sesuatu…

“Yuki! Hei, tunggu ayah nak!”

“Ayah, ayo kejar aku! Hahaha.”

“Yuki! Jangan ke sana!"

"YUKIIIIIII!!!”

Mobil dari arah berlawanan melaju kencang dijalan raya, sedangkan Yuki menyebrang tanpa melihat kanan kiri dan akhirnya…

TIIIIN! TIIIIN!

Brugh…

“Aw…” Yuki meringis kecil karena perih dibagian lututnya. Ia terjatuh karena didorong seseorang. Tak lama kemudian ia bangkit dan menjerit histeris ketika melihat ayahnya terkapar dijalan raya dengan penuh luka dan darah bercucuran disekitar tubuhnya.

“AYAAAAHHH!”
.
.
.
.
“Pergi kau anak sialan! Kau pembunuh!”

“Hiks… ibu maafkan Yuki. Hiks… aku bukan pembunuh.”

“Kau pembunuh. Kau membiarkan suamiku meninggal. Jika saat itu kau tidak mengajaknya pergi, kejadian itu tidak akan terjadi. Ini semua gara-gara kau!”

“Tapi ibu, aku benar-benar tidak tahu. Hiks… ampun ibu, ini sakit.”

“Aku tidak peduli. Kau harus ku hukum. Kau membuatku menderita.”

“Ibu aku mohon jangan pukul aku lagi. Aku anakmu bu.. Hiks ibu…”

“Pergilah keluar. Kau bukan anakku. Aku tidak punya anak sepertimu. Aku membencimu!”

“Aku membencimu.”

“Aku membencimu.”

“Aku membencimu.”

.
.
"TIDAAAAK!"






-so????-

DLMD (Don't Let Me Down)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang