"Semalam, aku bermimpi, pergi ke Yujinto," tukas seorang pria dewasa muda. Gesturnya terlihat lemah gemulai. Di sisi kanan pria itu tampak sebuah ayunan bayi. Di dalamnya, seorang bayi perempuan tengah terlelap.
"Yujinto? Tempat apa itu?" Teman pria pertama tampak berhenti menggulung selembar perkamen. Pemuda itu baru saja selesai menulis surat untuk adik perempuannya di kampung halaman.
Pria pertama berpaling pada pemuda itu," Kau tidak tahu Yujinto?"
Pria kedua beranjak dari tempat duduknya, lalu mendekati pria pertama.
"Katakan padaku, apa itu Yujinto, di mana, dan apa yang ada di sana." Pria kedua terdengar menurunkan volume suaranya sesaat setelah ia melihat sekilas bayi perempuan itu menggeliat.
"Itu.. tempat rahasia. Di sana ada harta yang--"
"Benarkah? Di mana Yujinto berada? Aku ingin sekali ke sana." Pria kedua nyaris bersorak saat mendengar penjelasan pria pertama.
"Yujinto terletak di sebelah barat Horologe."
Pria kedua tampak semakin girang. Kedua matanya berbinar-binar,"Holoroge? Itu dekat sekali. Hanya perlu waktu satu hari untuk mencapainya."
"Tidak semudah itu. Mungkin kau akan dengan mudah sampai ke Holoroge, tapi untuk mencapai Yujinto, kau perlu melewati banyak rintangan."
"Aku suka rintangan dan juga tantangan. Sekarang, katakan padaku, rintangan apa yang akan kulalui?"
Pria pertama bangkit dari kursi goyang, lalu menarik lengan kanan pria kedua dan mengajaknya sedikit menjauh dari bayi yang masih terlelap itu.
Pria kedua tak peduli. Ia hanya ingin mendapat jawaban.
Bersandar di pintu kamar, pria pertama berbisik,"Kau harus membawa sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu sebagai syarat memasuki gerbang Yujinto. Yujinto saat ini lebih dikenal sebagai kota, namun dulu Yujinto hanyalah sebuah desa yang pernah dihuni oleh orang-orang yang kaya dan berpendidikan tinggi, namun kau harus bersiap untuk mendapati sesuatu yang sedikit kumuh dan--"
"Tunggu, bagaimana mungkin kota yang dihuni oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi bisa seperti itu? Kumuh, kau bilang?" Pria kedua terdengar berbicara cukup keras.
Pria pertama buru-buru menutup mulut pria kedua,"Ssshh.... Pelankan suaramu, nanti putriku bangun."
"Oh," pria kedua memandang sekilas putri temannya,"Maaf."
"Oke, jadi begini. Dulu, tempat itu sangat bersih. Masyarakatnya rajin dan sangat disiplin. Mereka tidak mendapat pendidikan tinggi, namun semangat hidup mereka sungguh luar biasa. Beberapa dekade kemudian, keturunan-keturunan mereka mulai mengenyam pendidikan tinggi. Sebagai moyang, generasi tua Yujinto tentu merasa bangga karena keturunan mereka dapat hidup lebih baik daripada mereka."
Di tengah bercerita, terdengar ketukan dan panggilan lirih dari luar,"Sayang, apa kau di rumah?"
Pria pertama menghentikan sejenak ceritanya. Ia memberi isyarat kepada pria kedua untuk menjaga putrinya selagi ia pergi membukakan pintu untuk sang istri. Pria kedua tampak tersenyum saat memandang bayi perempuan berusia tiga bulan itu. Bayi itu terlihat sesekali tersenyum dalam tidurnya.
Tak lama kemudian, pria pertama beserta istrinya datang. Sang istri mendekati ayunan bayi, lalu berbicara pelan pada dua laki-laki muda itu,"Terima kasih. Sekarang aku yang akan menjaganya. Kalian mungkin perlu udara segar?"
Pria pertama mengangguk. Ia tersenyum simpul, mengecup kening istrinya, lalu mengajak keluar rekannya. Pria kedua mengangguk satu kali kepada istri pria pertama, lalu bergegas mengikuti langkah pria pertama, keluar dari ruangan itu.
YOU ARE READING
Rei, The Time Player
FantasyKisah Rei, seorang gadis penunda-nunda yang sangat ingin keluar dari zona nyaman dan rasa malasnya, namun justru terjebak dalam permainan waktu yang rumit.