Setelah tau semua itu, apakah kamu pernah menilik sedikit saja perasaanku? Ini semua terasa aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat walupun tak punya status apa-apa, meskipun berada dalam ketidakjelasan, tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Aku yang terbiasa dengan sapaanmu di pesan singkat harus (terpaksa) ikhlas karena kamu sibuk dengan yang lain. Aku berusaha memahami itu. Setiap hari. Setiap waktu. Aku berusaha meyakini diriku bahwa semua sudah berakhir dan tak boleh lagi berharap terlalu jauh.
Jika aku bisa langsung meminta pada Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar suaramu ketika menyebutkan nama. Aku tak ingin membaca pesan singkatmu yang manis. Sungguh, aku tak ingin segala hal manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini.
Kalau kau ingin tau bagaimana perasaanku, seluruh kosa kata dalam milyaran bahasa tak mampu mendeskripsikan. Perasaan bukanlah susunan kata dan kalimat yang bisa dijelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkataan dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaanku. Sudahkah kau paham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu.
Setiap hari, setiap waktu, setiap aku melihatmu; aku selalu berusaha menganggap semua baik-baik saja. Aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun, sampai kapan aku harus terus mencoba?
Seandainya kamu bisa membaca perasaanku dan kamu bisa mengetahui isi otakku, mungkin hatimu yang beku akan segera mencair. Aku tak tau apa salahku, baru saja mencicipi cinta, tiba-tiba terhempas dari dunia mimpi ke dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang membiarkan kita kedinginan seorang diri tanpa teman dan kekasih?