1. Si Nakal, Evelyn

875 81 17
                                    

"Lagi-lagi kau membuat masalah, Evelyn?"

Seorang guru wanita itu menghela nafas panjang ketika melihat Evelyn yang lagi-lagi berada di ruangan konseling. Ia sudah malas menghitung ini yang keberapa kali gadis tersebut membuat masalah.

Evelyn yang sedari tadi mendengarkan ceramah dari Miss Lilly pun hanya memperlihatkan cengiran polosnya. Seperti biasa, ia tidak merasa bersalah sama sekali.

"Evelyn, ini sudah guru ke berapa yang kau tentang?" Miss Lilly pun lelah dan melepas kacamatanya.

"Aku tidak menghitung, Miss." Evelyn menjawab seperti sedang ditanyai cuaca oleh sang guru.

"Evelyn-"

"Aku hanya ada urusan penting, Miss. Jadi aku tidak sempat untuk mengikuti pelajaran. " Gadis itu memotong perkataan gurunya dan mencoba untuk mengelak lagi.

"Masalahnya adalah itu tidak sekali dua kali, Evelyn." Miss Lilly merasa ingin berteriak, namun tentu saja tidak ia lakukan pada putri dari Kepala Sekolah tersebut.

Miss Lilly pun lagi-lagi menyerah dan berakhir dengan menasihati Evelyn akan perilakunya itu. Entah mengapa ia tidak bisa benar-benar memarahi gadis yang kini tengah duduk di bangku kelas tiga SMA tersebut.

"Mengerti, Evelyn?"

"Yaaa," jawabnya dengan malas.

Setelah menerima berbagai macam petuah dari Miss Lilly, Evelyn pun harus kembali ke kelas. Waktu istirahat yang seharusnya ia gunakan untuk melatih kekuatan werewolfnya telah habis. Dengan sangat terpaksa pun Evelyn akhirnya memutuskan untuk masuk kelas, berhubung ia juga tidak mau ke ruang konseling lagi.

"Yo, Evelyn!" Seorang pemuda pirang menyapanya saat gadis itu sampai di kelas.

"Hm?" jawabnya dengan malas. Ia sedang tidak berselera untuk meladeni siapa pun saat ini. Termasuk temannya sendiri.

"Kau berurusan dengan Miss Lilly lagi?" tanya pemuda itu. "Ah, melihat wajahmu saat ini. Bisa kuartikan dengan 'iya'. Benar, kan?" Paul mengangkat alisnya.

"Kau berisik, Paul."

"Ya, ya, ya. Baiklah, Nona. Aku akan diam."

Pemuda yang diketahui bernama Paul itu pun pergi ke tempat teman-teman lelakinya di pojokan kelas. Bukankah seharusnya mereka duduk di tempatnya masing-masing? Bukan malah menggosip bagaikan anak gadis. Ah, tapi mereka sepertinya tidak melakukan itu. Evelyn melihat anak-anak lelaki itu hanya diam dan memainkan smartphone milik mereka. Ya, mereka tengah bermain game. Kalau tidak salah namanya adalah ML, Evelyn lupa singkatan dari apakah game tersebut.

"Aagghhhhh!!"

Sebuah teriakan dari para lelaki yang sedang bermain itu pun membuat seisi kelas menatap ke pojokan. Tentu saja para gamers itu tak peduli. Sepertinya mereka kalah dalam war yang sedang mereka mainkan.

Seseorang menepuk pundak Evelyn. Ternyata itu adalah Rima, teman sekelasnya yang juga menjabat sebagai ketua kelas. Ia tersenyum pada Evelyn.

"Tidak ikut bermain dengan mereka, Evelyn?" tanyanya.

Gadis bersurai coklat gelap itu menggeleng. "Aku tidak terlalu suka bermain game seperti itu," ujarnya.

Tak lama seorang guru wanita pun masuk ke dalam kelas mereka. Semua murid kini kembali ke tempat duduknya masing-masing.

***

Evelyn membuka ruang kerja ayah angkatnya dengan ragu, seakan ia merasa telah membuat suatu kesalahn besar.

My Mate is DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang