Langit biru cerah. Awan putih bersih seakan tak mau kalah oleh kapas. Pohon menari - nari di iringi nada indah dari kicauan burung. Merduh. Menari di selah-sela kuping.
Pagi dimana seharusnya Setiap orang berbahagia.
Namun berbeda untuk Afkar, anak bermata minimalis, berkulit putih dan berhidung mancung namun tidak berlebihan, mungkin calon bibit unggul dari oppa oppa korea.
bocah smp satu ini tidak memiliki gairah hidup di pagi ini.
kringkkkkkkk......... kringkkkkkkk........
Dengan mata sayup Afkar mengangkat tangan kirinya dan mengarahkannya tepat di atas jam wekernya dan begitulah, Afkar melanjutkan tidurnya. Dengan senyum kecil di wajahnya yang menggambarkan kebanggaannya atas kemenangannya melawan wekernya.
"Afkar bangun nak sudah jam 6, katanya kamu Porseni hari ini......"
"iya bu.... 5 menit lagi"
"ahh dasar kamu ini, terserah kamu saja lah"
begitulah adegan ranjang Afkar, membosankan? pastinya. Namun Afkar begini karena suatu hal yaitu "porseni" yah pekan olahraga dan seni di mana anak muda mencari jati dirinya, memberikan yang terbaik untuk meningkatkan pamor mereka masing-masing maupun kelompok mereka. Setidaknya itulah yang di pikirkan oleh Afkar.
Afkar merupakan spesies yang lebih memilih hidup sendiri dari pada harus membaur ke masyarakat yang memperlihatkan ekspresi walaupun tak sesuai bisikan hati mereka.
Afkar bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi dan melanjutkan mengganti pakaian dengan pakaian berwarna abu-abu gelap dengan aksen biru di kedua lengannya. baju itu sebenarnya baju untuk panitia yang merupakan anggota osis, namun Afkar yang dapat dikatakan warga sipil alias mahluk tak berorganisasi, merupakan satu-satunya panitia yang tidak berstatus anggota osis.
yah itu lah salah satu keunggulan yang dia miliki, dia memiliki pemikiran tajam, lidah yang lunak dan dapat memikat banyak orang ketika berorasi. Tapi kembali lagi kesikap anti sosialnya yang membuat kemampuannya sia-sia.
trus kok bisa jadi panitia? nah gini ceritanya, Afkar yang anti sosial ini juga memiliki teman sebangku yang bisa bersabar menghadapinya. Namanya Jono, walaupun namanya rada katro tapi dia blesteran jepang - papua. So silahkan di bayangkan sendiri.
Jono yang merupakan teman sebangku Afkar tidak lain dan tidak bukan adalah ketua osis dari SMP terkenal itu. makanya dengan kolega ketos dan citra yang lumayan baik Afkar dapat bergabung dengan panitia walaupun itu adalah paksaan Jono, karena Jono tau betul Afkar memiliki sesuatu yang berharga. yaitu Kamera Canon dengan spesifikasi termuktahir. yah itulah alasan utama Jono memberikan posisi Dokumentasi kepada Afkar.
Mari kembali ke tokoh utama kita, bocah SMP yang sok anti sosial.
Afkar menuruni tangga dan langsung duduk di ruang makan. Belum sempat Afkar berkedip, masakan dari ibunya telah menyambutnya, yah kali ini ibu memasak sandwich cumi-cumi. entah apa yang dipikirkan oleh ibu satu ini. Namun dia selalu berkreasi dengan kombinasi bahan bahan yang mungkin diciptakan untuk pembunuhan secara perlahan.
Ibu pernah juga memasak salad dengan bumbu soto, memanggang ayam dengan bantuan sinar matahari dan lain-lain. Entah dari mana pemikiran Ibu satu ini sehingga mendapat pemikiran anti mastriem itu.
.................
Mari kembali ke meja makan, melihat sosok luar biasa, yang sanggup bertahan dari siksaan makanan ibu. Mungkin Afkar memiliki semboyan "makanan terenak adalah buatan ibu sendiri" entahlah, mungkin dia sudah terbiasa sejak lahir. ok lanjut, Afkar membereskan piringnya dan mengambil Kamera Canon dengan spesifikasi paling muktahir yang di incar Jono.Rumah Afkar tidak terlalu jauh dari SMPnya maka dari itu Afkar berjalan kaki menuju sekolahnya, namun Afkar juga memiliki alasan lain. yaitu karena Ibu tidak mau membelikan Afkar sepeda, Ibu berfikir Afkar akan capek jika naik sepeda ke sekolah. luar biasakan logikanya!?
Sekolah Afkar yang merupakan SMP terbaik nomor satu se-kota Bandung, maka dari itu banyak anak pejabat yang mendaftar ke sana, Ayah Afkar Sebenarnya salah seorang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, namun Afkar lebih memilih masuk dengan jalur beasiswa. yah walaupun tdk ada yang mengetahui bahwa ayahnya adalah pejabat, dan mungkin walaupun Afkar mengaku mungkin tidak ada yang percaya.
......................................
Tak terasa langkah Afkar telah sampai di ujung pintu gerbang sekolah, gerbang sekolah ini dihiasi oleh pernak pernik sirkus, balon di mana mana, pita saling silang menyilang membentuk warna warni yang indah. panggung besar yang sangat mencolok. yah inilah porseni yang paling di hindari Afkar.Afkar masuk ke dalam sekolahnya dan langsung memasuki ruang panitia yang tepat di samping gerbang itu. belum sempat duduk Afkar telah di sambut oleh teman baiknya. yah "baik".
"oy Kar dari mana aja lu? acara udah mulai dari tadi, ahh gara gara lu tadi pembukaan terpaksa pake kamera HP"
Jono yang sudah dari tadi menunggu kamera Afkar ...eh sory menunggu Afkar maksudnya.
"Sorry Jo mimpi gua tadi lebih penting dari pada foto muka lu yang tidak berdefinisi tu"
dengan memasang muka dan suara yang datar dengan santainya Afkar berkata.
"Ah lu mah kalau ngomong nggak di saring dulu, kebiasaan lu"
"yah kan kamu deluan yang mulai, baru juga datang sudah kena semprotan"
dengan muka yang entah marah atau malu Jono berjalan keluar dari ruangan panitia.
"iya dah lu yang menang, tapi bro bisa nggak mulai kerja?" sambil melangkah keluar
"Ok 86 komandan"
Jono menghilang dari pintu, yang membuat ruangan legam tanpa suara, wajar saja, itu karena lapangan yang menjadi pusat kegiatan beradah jauh di dalam sekolah.
Afkar mulai mempersiapkan kamera Canon yang spesifikasinya tanpa tandingannya. Id card panitia telah memeluk leher Afkar, yang menandakan Afakar telah siap menghasilkan gambar gambar yang menawan.
Bagaikan seorang profesional yang memiliki lebih dari satu lensa kamera, memakai topi National Geograpich, dan menggantung kamera Canon yang spesifikasi tiada tanding, Afka berjalan menuju medan tempur yang sesungguhnya.
Namun Afkar tak tahu jika langka awal di porseni yang menyebalkan ini akan mempertemukannya dengan seseorang yang akan merubahnya hidupnya.
.....................................
YOU ARE READING
Kebetulan ?
Teen FictionKisah sederhana kehidupan remaja yang pertama kali mengenal namanya CINTA