Awal-awal masuk kampus, gue emang sangat sangat malu untuk memulai obrolan, pun sesama anak satu sekolah, termasuk pada kakak-kakak tingkat yang berasal dari daerah gue. Entah kenapa, rasanya sangat canggung untuk memulai obrolan. Ketika gue akan berucap, di otak gue banyak sekali gejolak-gejolak yang muncul. Misalnya, "Bakal direspon ga, ya kalo gue coba ngobrol sama dia?"
"Kalo nanti gue dikacangin, gue harus gimana?"
"Kalo suara gue yang memulai kbrolan didengar yang lain gue bakal jadi pusat perhatian, ga, ya?"
Dan pikiran-pikiran kekhawatiran yang lain.Adaptasi bagi diri gue adalah hal yang sangat sulit. Sejak SMA, gue udah kaya gini. Awal masuk SMA juga gue ga punya temen, pun temen yang tadinya satu SMP sama gue, yang waktu itu jadi sekelas SMA ga deket sama gue. Dia lebih memilih yang lain untuk dijadikan sebagai teman ngobrol di awal sekolah. Gue? Ya ga punya temen dulu. Butuh perjuangan sampe akhirnya gue bisa berteman di SMA. (nanti suatu saat akan gue ceritakan)
Kembali lagi ke cerita awal perkuliahan gue. Karena sejak SMA gue sangat sedikit tali relasinya, gue mencoba peruntungan di sini. Gue, berusaha untuk menjadi orang yang 'ekstrovert', berani mengajak kenalan orang lain terlebih dahulu, mencoba mengobrol di saat hening dan canggung, dan hal-hal lain yang katanya biasa dilakukan oleh orang ektrovert.
Suatu waktu, saat gue berada di salah satu UKM di kampus gue, gue diperintah (semua anggota) untuk mengisi data-data yang sekiranya sesuai kepribadian gue. Dan gue dapat ENFJ yang salah satu unsurnya adalah ekstrovert. Kaget. Saat itu, saat gue melihat hasilnya gue sangat heran. Kenapa bisa? Apa gue sangat mengada-ada saat mengisinya? Dan menurut gue, 'iya'
Gue memang berusaha untuk menjadi aktif di sini, di kampusnya orang-orang elit (katanya). Gue ikut kepanitiaan yang diadakan kabinet, gue ikut acara unit, gue ikut acara dari kampus sendiri, dan hal-hal lain yang sekiranya membuat gue berani berkata-kata di depan publik. Sampai akhirnya, gue menjadi yang paling aktif di angkatan gue dari daerah gue (katanya). Tapi kemudian, gue merasa sangat tidak setuju. Kenapa? Sampe sekarang gue belum benar-benar mendapat sahabat yang benar-benar tulus, maksudnya bukan karena alasan satu kepanitiaan, satu unit, atau satu satu yang lain. Tidak ada suatu kedekatan emosional yang gue bangun. Belum. Belum sampe sekarang.
Tau kesedihan gue yang lain? Ya karena gue ga berani dan tidak pandai dalam relationship, ya this is me right now, merasa sedih dan ingin merasakan suatu romansa yang katanya harusnya sudah bisa dirasakan saat menginjak bangku SMA. You know what I mean, and I did it since I was born in 1999.
Nanti gue ceritakan tentang sahabat-sahabat gue yang ternyata mereka sudah meraskannya tapi baru cerita akhir-akhir ini, setelah satu tahun lulus dari SMA. Gue yang dulu merasa senasib sepenanggungan, entah kenapa ada rasa tak enak yang mengganjal di dalam sini, di hati.
