A Golden Chance

11.6K 469 92
                                    

Bagi Rayna hidup hanyalah sebuah perjalanan yang pada akhirnya harus berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi Rayna hidup hanyalah sebuah perjalanan yang pada akhirnya harus berakhir. Dia tak terlalu peduli dengan apa yang disebut impian atau masa depan. Hidup baginya hanya usaha bertahan untuk masa kini. Dia bahkan tak mau repot-repot memikirkan apa yang akan dilakukannya satu jam medatang. Bukan karena Rayna berpemikiran sempit, lebih karena dia sadar diri kalau bermimpi tak akan mengubah hidupnya. Setelah hidup selama lima tahun pasca lulus Sarjana Advertising dan sekarang bekerja di salah satu perusahaan periklanan sebagai Copywriter, dia sadar hidupnya tak akan membaik. Sejak awal hutang yang melilit ayahnya jelas tak bisa diabaikan, jadi ia bekerja hanya untuk hidup dan membayar hutang. Dia tak menyalahkan ayahnya, atau lebih tepatnya dia tak bisa menyalahkan ayahnya. Hutang itu untuk membayar pengobatan ibunya yang mengidap kanker hati. Meski pada akhirnya ibunya kalah dengan penyakit itu setahun sebelum dia lulus dari kuliahnya. Dan di saat itu pula dia kehilangan cintanya.

"Ray...," panggil suara yang sudah tak asing lagi bagi Rayna.

"Duluan saja!" jawab Rayna. Dia bahkan tak mengalihkan pandangannya dari layar monitor dan jemarinya terus mengetik.

"Kau lupa?" tanya suara itu lagi.

Akhirnya Rayna mendongak. "Apa Aidan?"

Lelaki itu mendesah, bola mata birunya bergulir dengan malas, dan bibirnya mencabik membentuk seringai masam. "Ini hari ulang tahunmu. Kita akan pergi minum untuk merayakannya, ingat?"

Rayna terlihat berpikir sesaat lalu ia menepuk keningnya dan tersenyum geli. Dia bahkan tak ingat hari apa ini, tanggal 14 Februari. "Kau benar. Aku hanya perlu mengetik beberapa paragraf lagi untuk iklan sabun sialan ini."

Aidan hanya dapat mengangguk dan bersandar pada meja kerja Rayna. "Berapa umurmu sekarang?"

"Dua puluh delapan tahun. Sudah beres ayo pergi!" jawab Rayna. Dia menyimpan file itu di flashdisknya lalu mematikan komputernya. Meraup tas tangannya dan berdiri. Dia sedikit mengernyit saat melihat ekspresi Aidan. "Apa? Apa kau sakit perut?"

Aidan memutar bola matanya setengah jengkel dengan sikap Rayna. "Tidakkah kau berpikir, kau harus mulai mencari pasangan?"

Rayna tertawa tergelak mendengar ucapan Aidan, tapi tawanya mereda saat mengetahui ekspresi pria itu yang tetap serius. "Kau tidak bercanda ya?"

"Kau sudah 28 tahun! Tidakkah kau berpikir itu sudah cukup, kau tahu? Tua?" tanya Aiden. Ia menegakkan tubuhnya dan berjalan memimpin keluar dari kantor.

"Tidak juga. Lagi pula ini bukan tentang akunya. Tapi tentang prianya. Maksudku di hidupku benar-benar tak ada pria." jawab Rayna santai.

Aiden menatap Rayna dengan kesal. "Lalu aku ini apa? Gay?"

Rayna kembali tertawa. "Memangnya kau mau denganku? Cewek terlilit hutang hingga mencekiknya. Lagi pula bukankah kita berteman?"

Rayna sama sekali tak menyadari tatapan Aiden yang sudah lelah dengan sikap Rayna. "Kau benar. Hanya teman."

Golden Flower [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang