Tear Box

13 5 5
                                    

Aku duduk di tepi danau sembari membuka album masa kecilku. Terbesit rasa rindu ketika mengingat masa itu. Sulit rasanya melupakan kejadian itu.

Kejadian itu terjadi 2 tahun yang lalu. Waktu itu aku berjalan ke arah sekolahku, SMP Cahya Bangsa.

Aku berjalan dengan wajah murung. Suasana begitu tenang sampai akhirnya teriakan bak singa mengamuk memecahkan suasana.

"Oi! Wajah minyak!"

Suara teriakan itu hampir membuat jantungku copot. Dengan ketakutan yang luar biasa, aku menoleh ke belakangku.

Sesuai dugaanku, dia adalah Ben. Dia adalah anak preman yang paling disegani disini. Oleh karena itu, dia menjadi orang yang paling ditakuti di SMP Cahya Bangsa. Bahkan guru-guru disini tidak berani menentangnya.

"Mana uang lo!" Dengan wajah sombong, dia mengangkat kerah bajuku.

"A-aku gak bawa uang," ujarku yang semakin ketakutan. Orang-orang disekitarku hanya bisa menatapku kasihan.

"Jangan bohong lu! Atau gue hajar lo!" Dia mengepalkan tangannya dan hendak meninjuku.

Aku hanya bisa pasrah dan menutup mata pasrah. Anehnya, pukulan itu tak kunjung datang.

Perlahan aku membuka mataku. Alangkah terkejutnya ketika Toni menahan pukulannya. Ben sungguh terkejut.

"Berani banget lo!" Tangan satunya berusaha memukul Toni.

Toni menghindari pukulan yang diberikan Ben dan memukulnya tepat di wajah.

Pukulan Toni membuat Ben mundur. Ben memegang hidungnya yang mengeluarkan darah.

"Awas lo!" Ben menjauh dari penglihatan Toni. Aku terpana melihat sahabatku berhasil mengalahkan Ben dengan sekali pukulan.

"Kamu gak papa kan?" tanya Toni. Wajahnya sangat khawatir.

"Gak papa kok! Untung aja kamu datang. Kalau enggak pasti aku dijadiin telor dadar sama dia" Aku bergidik ngeri.

Toni hanya bisa tersenyum. Tiba-tiba bel sekolah berbunyi nyaring. "Masuk ke kelas yuk!"

Aku mengangguk menyetujui. Kami berjalan beriringan le kelas 8Z.

.
.
.

"Sialan!" Dengan kesal, Ben memukul mejanya dengan keras. Pukulannya membuat retakan di meja itu.

"Te-tenang bro!" Salah satu temannya berusaha menenangkan temannya.

"Gue gak terima! Masa murid biasa bisa ngalahin gue!"

"Gini aja bro! Lo nanti cegat dia. Terus hajar sampe jadi perkedel!" Temannya mengusulkan.

Ben terkejut dengan kepintaran temannya yang satu ini. "Tumben lu pinter."

"Hehehehe!" Temannya hanya tersipu malu.

Ben tertawa jahat. Besok merupakan hari yang bakal dikenangnya.

.
.
.

"Astaga! Otak aku pusing banget nih!" protesku.

Siapa yang tidak akan pusing jika kita dikasih soal IPA untuk kelas 10?

Hanya Toni yang tidak terkena dampak apa-apa. "Makanya! Jangan begadang main game melulu! Sekali-kali begadang belajar!"

"Aduh! Kepala aku udah pusing! Malah tambah pusing deh denger ucapan kamu." ucapku sembari memijit kepalaku.

Toni tertawa geli. Wajahnya seakan-akan mengejekku. Aku hanya bisa cemberut.

"Ngomong-ngomong, kantin kok jauh banget ya?" tanyaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tear BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang