Perjalanan siang itu terasa sangat menyengat, panas dan lebih melelahkan dari biasanya. Sebetulnya bukan karena cuaca yang terik, karena Iskan sudah terbiasa dengan panasnya Surabaya yang bahkan banyak orang bilang lebih panas dari Jakarta. Tapi justru suasana hatinya, yang seringkali dihinggapi rasa khawatir.
"Bagaimana aku bisa mencukupi biaya sekolah Kira?", "darimana aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu?" "apakah aku terlalu berlebihan kalau ingin Kira sekolah di SD swasta favorit?" dan banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam hatinya. "Ciiiyeeet...!" suara rem kaki motor supranya membuyarkan lamunannya, dipijaknya rem tersebut dalam-dalam karena dia hampir saja tidak melihat ibu-ibu tua yang sedang menyeberang di depannya sambil membawa sekarung barang dagangan. "Astaghfirullah..hampir saja" ucap Iskan lirih.
Kapasan memang tempat banyak orang berlalu lalang, menyeberang jalan. Karena disini adalah salah satu pusat perdagangan tua di Surabaya. Hingga kini pamornya masih terasa kuat dan disinilah Iskan mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, dia kulakan baju ke Engkoh Johan, Cik Wati, Om Sabri dan beberapa pedagang yang memiliki stan di Pasar Kapasan dan kemudian dia tawarkan ke kantor-kantor pemerintah seperti PDAM, Kampus Unair dan Pemkot Surabaya. Dia bukan pedagang besar, bahkan modal uangpun tidak ada. Hanya KTP yang dia miliki dan itu dia gunakan untuk jaminan barang yang dia ambil dari para pedagang besar tersebut. "Koh, aku ini ga punya uang, tapi aku pengin jualan bajunya Engkoh. Ini KTP aku Koh, bawa saja. Itu alamat rumahku, disana aku tinggal bersama istri dan anak-anakku" ucap Iskan. "Aku ga minta tempo lama, aku pinjam dagangan pagi hari dan sore hari aku akan kembalikan, yang laku aku akan setor uangnya, Engkoh tentukan aja aku jual harga berapa dan nanti uang aku setor penuh ke Engkoh, untuk saya terserah Engkoh dah" lanjut Iskan.
Bermodal KTP dan tekad untuk menghidupi keluarganya, Iskan pun setiap hari menjualkan barang Engkoh Johan dan kemudian setiap sore dia kembalikan barang dagangan yang tidak laku, dia setor uang yang laku dan sekaligus Engkoh berikan keuntungan sebagian untuk Iskan. Dilakoninya ini selama hampir 3 bulan, hingga akhirnya Engkoh Johan mengenalkan Iskan pada pedagang-pedagang kenalannya. "Iskan ini bisa dipercaya, coba kamu kasi pinjam barang. Kalau bisa bikin laris kan lumayan buat tambah omzetmu" ucap Engkoh Johan kepada teman-temannya sesama pedagang. Dari sinilah kemudian Iskan makin dikenal diantara para pedagang pasar Kapasan dan akhirnya dipercaya oleh beberapa toko disana untuk menjualkan barang dagangan.
Kira, anak pertamanya. Makin hari makin pintar. Sepertinya kecerdasannya diatas rata-rata dan ocehannya pun makin lucu dan kritis. Tiap malam, Iskan berusaha untuk mendongeng untuknya, apapun dia dongengkan. Kisah perjuangan pahlawan, cerita rakyat atau buku tentang kisah nabi-nabi. Tidak ada yang dia beli. Terkadang dia download cerita-cerita itu dari internet yang numpang di warkop tempat dia melepas lelah sesaat atau juga dari Perpustakaan Daerah yang dekat dengan rumahnya. Buatnya, Kira dan Sofia istrinya adalah semangat hidupnya, yang menggerakkan semangat di dadanya.
YOU ARE READING
Baju Senam Terbaik Untuk Kira
Short StoryTak terasa 6 bulan lagi sudah waktunya Kira naik sekolah dasar, sementara Iskan sang ayah masih belum juga menentukan sekolah untuknya. Sebetulnya pilihan banyak, namun rata-rata spp nya cukup mahal, apalagi uang gedung untuk masuk. Memang tabungan...