Sepintas Memori || Bagian 3

44 13 4
                                    

"Faktanya kamu selalu tertutup dengan orang-orang disekitarmu. Sehingga aku tidak tahu cara apa yang harus aku lakukan untuk memulainya"

Happy Reading!

Empat hari berlalu. Sejak itu juga ia memutuskan untuk pindah bergantian kamar dengan Given. Sungguh kejadian yang mengerikan itu masih terbayang jelas di telinganya. Valeri saat ini masih cukup penasaran dengan suara alunan musik itu. Tapi, rasa takutnya lebih besar daripada untuk mengetahui kebenaran itu.

Kamar Given cukup terlihat rapih. Wanginya juga masih sangat khas maskulin kakaknya itu. Kini ia merebahkan tubuhnya setelah seharian melaksanakan tugasnya sebagai seorang pelajar.

Saat ia hendak, beranjak pergi. Tiba-tiba handphonenya berbunyi, satu notifikasi line berdengung di kamar Given.

Aldino add your as friend!

Valeri mendadak heran. Sebelumnya ia tidak mengetahui Aldino itu siapa. Tapi, kedengarannya nama itu sangat familiar di sekolahnya.

"Siapa sih? Kerjaan siapa coba ngasih id gue sembarangan" Valeri membuang muka malasnya, lalu melemparkan benda pipih itu di atas kasur.

Valeri beranjak keluar kamar untuk bertemu dengan Given. Niatnya hanya untuk menjahili Given. Tetapi, setelah melihat Given ternyata sedang mengerjakan tugas bersama seorang perempuan, ia jadi mengurukan niatnya.

Ets, tunggu dulu!
Apa tadi perempuan? Sejak kapan kakanya itu membawa perempuan ke rumah? Membawanya teman laki-laki saja paling hanya Gio dan Viko.

Valeri tersenyum jahil. Saatnya beraksi!
Ia pura-pura melewati ruang tamu untuk melihat apa yang sedang mereka kerjakan.

"Eh, siapa kak?" tanya Valeri dengan berpura-pura polos.

"Temen gue" Given menjawab tanpa ekspresi apapun. Malahan tatapannya saja masih lurus ke arah labtop yang ada di depannya.

"Kalo orang ngomong itu di lihat. Emang gue setan apa!" pekik Valeri. Ia berdecak kesal. Given selalu saja seperti ini, bertingkah dingin seperti es batu yang ada di kutub utara.

Ngomong-ngomong dari tadi Valeri sempat melirik ke arah teman Given. Perempuan itu hanya tersenyum simpul melihat Given begitu dingin kepada adiknya sendiri.

"Kak, kenapa betah sih temenan sama es batu? Ih, kalo aku mah mendingan cari teman lain" Valeri nyerocos asal bunyi seakan-akan ia hanya berbicara dua mata dengan kakak itu.

"Gak usah atur hak orang!" kini yang menyahut bukanlah kakak itu. Melainkan Given dengan tatapan tajamnya ke arah Valeri.

Valeri sedikit bergedik ngeri kalau sudah melihat tatapan Given yang ini. Ia tersenyum paksa kepada Given. Kali ini mood kakaknya lagi tidak membaik. Sebelum singa marah sebaiknya ia pergi dari sini.

"Oya kak, saya permisi dulu ya. Jangan bosan-bosan kak temenan sama es batu, hehe" Valeri tertawa, lalu lari beranjak pergi. Bisa-bisa kakaknya itu berubah jadi serigala, jika ia selalu membuatnya sedikit emosi.

Tak ada angin entah apa. Valeri kali ini ingin jalan-jalan sekitar kompleks. Siapa tau saja bisa ketemu cogan? Alah, move-on aja belum mau kepikiran sama cowok yang lain? Oh, shit. Kali ini Valeri harus bernostalgia kembali.

Valeri mengembangkan senyumnya di depan cermin rias. Tak terasa sudah setahun Adit meninggalkannya bersama kenangan manis. Adit itu dingin, tapi sekali berbuat selalu saja membuat Valeri melayang.

Kini Valeri sudah memakai balutan sweater berwarna biru dan memakai celana joger hitam. Rambutnya ia kucir satu dan menyisakan beberapa sedikit anak rambut. Sungguh, anak itu kini sangat terlihat cantik sekarang.

Sepintas MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang