TEASER

525 58 1
                                    

When I lose the one that I wanted...

Everything I had get destroyed....

.

.

.

"Ayolah Irene, sekali ini saja bantu aku," rengek Leslie, menarik-narik jubah kebesaran Irene sampai melorot. "Hari ini ulang tahun David dan kami sudah janji akan bermalam bersama. Ini hari spesial—yah, kau tahu 'kan kalau momen begini harusnya melakukan something special. Just two of us."

Irene membetulkan jubah yang senjang, lalu melirik kepada rekan bulenya yang selalu hiperbolis soal asmara. "Dengar Leslie, kau tahu aku ini gampang bosan, kan? Duduk semalaman memantau pasien koma akan menjenuhkan. Masih lebih baik menunggui Nenek Emelie dan mendengarkan sejarah masa mudanya. Lagi pula aku harus mengerjakan tugas dari Profesor Duncan."

Seringai Leslie melebar. "Bukannya lebih baik mengerjakan tugas rumit di ruangan yang tenang?" Kemudian dari saku seragam birunya yang khas, Leslie mengeluarkan selembar tiket. "Aku tidak minta bantuan dengan cuma-cuma lho."

"Jangan bilang itu—"

"Tepat seperti yang kaupikirkan," potong Leslie, mengibas-ngibaskan tiket konser ke muka Irene dengan mimik bangga. "Maroon 5 akan konser di Hamburg Sabtu ini. Kalau kau setuju ganti shiftdenganku, tiket ini punyamu."

Apa pun yang bersalut di benak Irene kontan pecah sewaktu tangannya refleks menyambar sogokan yang ditawarkan Leslie. Hell yeah, siapa yang akan menolak kesempatan menyaksikan si Tampan, Adam Levine secara langsung—dan barangkali dia punya kesempatan diajak berduet di panggung, walaupun kemungkinannya satu banding seribu. Bahkan sekarang, Irene merasakan keantusiasan bergelora dalam rongga dada.

Jadi, di sinilah Irene berakhir, ruang VVIP 5. Dihuni pasien laki-laki dari Korea yang hampir tiga bulan terbaring koma—dikatakan lantaran kecelakaan fatal yang dramatis. Namanya Oh Sehun, tapi para perawat serta dokter muda menjulukinya sebagai "Sleeping Prince". Dan ini kali pertama Irene menjumpainya secara langsung. Selama ini dia cuma dengar desas-desus soal pasien tampan yang dinanti-nantikan kesadarannya.

Melakukan tugasnya terlebih dahulu, Irene memastikan monitor organ vital di tubuh Sehun menunjukkan angka stabil, lalu tak ada yang salah pada masker oksigen yang terpasang di wajah pasien, juga menghitung tetesan infus mengalir dengan jumlah yang sesuai. Dia juga merapatkan selimut sebelum duduk mengamati wajah Sehun lebih intens dan menemukan sesuatu yang mengherankan.

"Anda menangis?" gumamnya seraya menyentuh kerak di sudut mata Sehun yang bersambung ke tulang pipi. "Apa Anda mimpi buruk, Mr. Oh? Atau Anda sedih karena kesepian?"

Irene mendesah prihatin kemudian dengan hati-hati mengusap poni Sehun yang memanjang tak beraturan. "Tidak apa-apa, pikirkan hal baik saja. Aku yakin keluarga Anda melakukan ini supaya Anda segera siuman. Makanya cepatlah sadar dan buka mata Anda lebar-lebar."

"Oh ya, namaku Irene," katanya lagi, "malam ini, aku yang menjaga Anda."

Bicara pada orang koma bukan hal konyol, mereka terkadang masih bisa menyadari apa yang terjadi di sekitar, setidaknya itu yang dipercaya Irene dari sekian banyak keajaiban dalam bidang medis. Dia lantas bangkit, berpindah menuju meja tunggu dengan setumpuk tugas yang menagih untuk dicumbu. Tugas tidak akan selesai kalau cuma ditumpuk, begitu omelan khas ibunya yang jauh di Seoul. Sewaktu memandangi foto kedua orangtuanya yang disisipkan dalam liontin, rasanya percikan semangat baru saja melecut pundak Irene.

Tentu saja, dia akan kembali ke Korea setelah sukses.

Dari celah gorden Irene menilik, hujan salju semakin menjadi padahal seharusnya pekan ini mulai masuk musim semi. Well, malam ini pasti akan jadi malam yang benar-benar hangat bagi Leslie dan David, pikir Irene sambil tersenyum ambigu. Sementara dirinya malah merasa seolah sedang melakoni syuting music video. Adegan melankolis yang sesuai dengan lagu bertempo slow yang mengalun dari earphone yang tercantel di telinga. Andai muncul tokoh pria yang tiba-tiba merengkuhnya pasti jadi paripurna.

"Aku ini kan perawat, kenapa harus membuat referat segala?" gerutu Irene mengetuk-ngetukkan stabilo pada kertas penelitian yang berserakan dengan jengkel. "Harusnya Jackson yang berkutat dengan hal-hal semacam ini."

Sewaktu Irene terfokus dengan bahasa-bahasa ilmiah yang membuat kepalanya serasa ingin meledak, angka-angka pada monitor jantung Sehun berpacu meninggi. Jari-jarinya bergantian bergerak, terangkat seakan menggapai-gapai sesuatu. Kelopak matanya yang tertutup mengerut, pun kedua alisnya yang nyaris menyatu. Badan Sehun yang kejang mendadak kaku sejenak sebelum sentakan hebat membuatnya tergagau.

Sehun duduk terjaga. Sakit kepala dahsyat membuatnya mencengkeram pelipis kuat-kuat, rasanya berdentam-dentam dan telinganya diusik bunyi denging panjang. Rintihannya tertahan, Sehun mencopot masker oksigen yang malah membuatnya sesak. Matanya menerawang liar akan keberadaan yang jelas-jelas asing, lalu pandangannya tertambat pada punggung Irene—yang bahkan tidak menyadari pasiennya telah siuman.

Pemuda itu menyibak selimut, beranjak menurunkan satu per satu kakinya. Berupaya menapak beberapa waktu sampai menyadari bahwa otot-ototnya melemah dan badannya seketika oleng. Bunyi berdebuk keras mencuri atensi Irene hingga buru-buru menghampiri Sehun yang tersungkur. Selang infusnya terlepas sehingga darah mengucur bagai air dari punggung tangan Sehun yang terkulai di lantai.

"YA TUHAN!" pekik Irene begitu menyandarkan kepala Sehun di bahunya, kemudian mengguncang pelan rahangnya. "Mr. Oh, Anda bisa dengar suaraku?"

Mata Sehun yang semula kosong perlahan memunculkan refleksi Irene yang balik menatapnya cemas. Sebelah tangannya terulur merengkuh punggung Irene lebih dekat, sehingga Sehun bisa menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis asing yang mendadak menjelma jadi seseorang yang paling dia rindukan.

"Wendy...," imbaunya parau.

.

When you lose the one that you needed...

You will be regret it's not a game....

.

...

AUTUMN ELEGY [Sehun Fanfict]Where stories live. Discover now