[KEPING 2] Autumn Elegy: Stuck On Him

210 45 0
                                    

Stuck On Him

.

Somehow I can't get out of here...
Sometimes I need you near me...

.

"Kalau begitu, kenapa aku ikut dibawa-bawa?" tanya Irene setenang mungkin, tanpa mengeluarkan emosi yang bercampur aduk dalam relung. Sosok Sehun yang semakin dekat membuatnya bernapas hati-hati.

Sehun kembali merapat sehingga udara panas dari hidungnya menyentuh kulit Irene. "Karena aku tidak mau kau dapat masalah," bisiknya.

Suaranya yang rendah dan halus menggelitik telinga Irene, tetapi jantungnya menunjukkan gejala tidak normal. Berdetak kencang menggebuk rongga dada. Jangan bilang dia termakan ucapan Joy. Konyol. Irene memutar bola mata, jengah sekaligus menghindari kontak mata dengan Sehun. Bisa gawat kalau dia terpancing mengkhayal yang bukan-bukan.

"Aku sudah tidak dengar langkah kaki. Sepertinya mereka pergi ke tempat lain," cetus Irene sembari menempelkan kuping di dinding, mencari tahu situasi di luar. "Bisa kita keluar sekarang? Di sini agak sesak."

Spontan Sehun tersentak, mengatur jarak yang pas lantas melongok mengamati situasi. Irene benar, taman itu lengang sejauh matanya memandang. Sehun mundur teratur, disusul Irene yang keluar dengan salah tingkah. Hening. Tidak seorang pun bersuara, tetapi Irene diam-diam mencuri pandang ke arah Sehun. Peluh bergelantungan di pelipisnya, bibirnya pucat serta kering, lalu tadi telapak tangannya juga dingin dan berkeringat. Itu menuntun Irene pada kesimpulan bahwa Sehun kemungkinan mengalami gejala dehidrasi.

Irene tidak kuasa mencegah keingintahuan ketika tangannya secara lancang menjamah dahi Sehun. Laki-laki itu terkejut, matanya terbelalak namun tidak segera bereaksi. Panasnya menyengat. Irene berdecak menatap mata sayu yang balik memandangnya.

"Kenapa berkeliaran kalau demam begini?" omelnya, naluri seorang perawat bukan sesuatu yang bisa diredam. "Kentara sekali kalau kau dehidrasi. Jangan bilang kau kabur dari perawatan. Iya, 'kan?"

"Apa pedulimu?" tukas Sehun, menampik tangan Irene.

Hujan yang diwanti-wanti pada akhirnya mengguyur tanpa ampun. Irene lari terbirit-birit, mencari tempat berteduh sembari menudungi kepala dengan ransel. Di bawah naungan pohon oak merah, dia mengaduk-aduk isi ransel mencari payung yang tersuruk di antara pernak-pernik kecil yang menyampah. Sedangkan Sehun lanjut mengeluyur dalam hujan, berjalan dengan langkah yang diseret-seret.

Meski awalnya mencoba tak acuh, Irene luluh lantas bergegas menyusul dan berbagi payung dengan Sehun. Laki-laki itu malah tidak peduli, sibuk dengan drama batinnya sendiri. Hujan baru turun sebentar, tapi badannya sudah basah kuyup. Irene merasa miris, teringat fakta bahwa Sehun merupakan pasien bagian psikiatri. Depresi itu mengerikan, pikirnya beriring helaan napas. Gadis itu berpikir lagi, seharusnya dengan perlakuan buruk yang diterimanya, sumbu emosinya sudah tersulut. Namun melihat muram di wajah Sehun, dia semakin jatuh dalam kubangan simpati.

"Sehun...," imbau Irene, memerhatikan mata Sehun yang berangsur sembap.

"Tolong... pergi," sahutnya parau.

Lelaki itu menangis, dalam diam tersamar hujan. Air matanya menitik larut bersama hujan, tetapi Irene cukup peka untuk tahu. Sehebat apa pun tangisan disembunyikan, kesedihan selalu mencari cela untuk tampil. Demikian pula Sehun, melalui irisnya yang kelam dan dingin, dia seolah menanti uluran pertolongan. Orang yang akan menggapainya bangkit dari kesedihan yang menghisap hidupnya perlahan-lahan. Begitu yang disimpulkan Irene.

"Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi aku merasa tidak benar kalau mengabaikannya begitu saja." Irene menjatuhkan payung yang digenggam lantas berjinjit memeluk leher Sehun. Dia menghirup napas panjang, menepuk-nepuk pundak Sehun sambil berujar, "Tidak apa-apa. Lepaskan saja semuanya kalau memang harus. Itu akan membuat perasaanmu lega. Terkadang menumpahkannya pada orang asing justru lebih baik, 'kan?"

AUTUMN ELEGY [Sehun Fanfict]Where stories live. Discover now