1 - Sepucuk Surat

207 13 7
                                    


Aura Pov
     “Au… bangun… ayo sudah subuh kamu harus sholat kemudian beriap-siap berangkat sekolah” sebuah suara hangat yang sangat aku kenal mulai menyadarkanku dari mimpi aneh semalam.

     Cahaya putih terang mulai memasuki mataku, sialu, sangat silau. Suara hangat tersebut berasal dari Mba Ratih, seorang asisten rumah tangga sekaligus sosok pengganti orang tua bagiku.

     “Iya mba, berikan aku lima menit lagi aku sangat kelelahan” ucapku mengajukan banding.

     “Ayoo u bangun… sholat itu tidak boleh di nanti-nanti” balas mba menolak banding yang kuajukan.

     Akupun akhirnya bangun dan mulai megusap kedua mataku, kesadaranku telah terkumpul dan mulai melupakan mimpi aneh yang sangat melelahkan tadi malam. Aku bermimpi dibuntuti oleh seorang anak seumuranku, di manapun aku bersembunyi dia selalu dapat menemukanku. Ada yang berbeda dari anak kecil pada umumnya, dia tidak dapat berbicara suaranya terdengar sangat samar seperti suara seseorang yang tengah dibekap oleh sebuah bantal. Wajahnya tampan dan selalu tersenyum, aku takut sekaligus penasaran

     "kenapa dia terus mengikutiku?" ucapku dalam hati.

     Akupun mulai bersiap-siap, mandi, sholat dan sekarang aku sedang berada di depan meja makan dengan sepiring roti lapis dan segelas susu putih untuk sarapan pagiku.

     “Ayo au cepatlah sedikit, sebentar lagi kamu akan terlambat dan pak Mul sudah menunggu dari tadi” kata mba ratih membuyarkan lamunanku.

     “okee” balasku singkat kemudian membawa roti yang disediakan untuk dimakan di mobil.

     Pak Mul membukakan pintu mobil kemudian bergegas masuk kembali ke pintu kemudi dan langsung menancap gas takut aku terlambat masuk sekolah. Pak Mul adalah supir pribadiku, ya hanya untuku seorang. Keluargaku memiliki 3 supir pribadi, satu untukku, dan dua lainnya untuk mama dan papa.

     Sepanjang perjalanan aku selalu memikirkan tentang anak laki-laki seumuranku yang ada dalam mimpi semalam. Teringat hal yang terakhir kali dia lakukan, dia memberiku sebuah kertas kecil yang tidak sempat aku buka. Apa isi kertas itu? Kenapa dia memberikannya padaku?

     “Ayo non kita sudah sampai” kata pak Mul yang memecahkan lamunan keduaku hari ini.

     “Terima kasih pak, hati hati ya dijalan” balasku sambil keluar mobil dan berlari kecil memasuki halaman sekolah.

     Aku sangatlah sering melamun, bahkan saking seringnya aku sampai diejek oleh teman-temanku disekolah. “Penghayal” itulah gelar yang mereka berikan padaku.

     Kegiatan belajar disekolah aku lakukan dengan tidak fokus, tidak terasa bel istirahat telah berbunyi. Akupun keluar kelas dan menuju toilet untuk buang air kecil.

     “Apa ini?” tanyaku bingung karena ada seseorang yang melemparkan secarik kertas dari atas ventilasai toilet.

     Tidak ada balasan dari luar hanya terdengar sebuah tawa kecil yang perlahan menjauh dan menghilang.

     “Namaku Irfan” itulah isi dari secarik kertas yang jatuh tepat diatas kepalaku.

     Seketika aku teringat akan mimpi yang aku alami semalam. Aku bergegas keluar dari toilet dan mencari orang yang sengaja menjatuhkannya, tetapi tidak ada satu orangpun disana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang