Lelah

195 38 13
                                    

Satu persatu .... berkhianat.

💐💐💐

Sambil memakai sepatu kets nya, Jimin berulang kali melirik ponsel yang ada di nakas tempat tidur.

Malam ini ada festival rakyat di pantai. Jimin berniat untuk mengajak Sienna ke sana. Untuk sekadar jalan-jalan atau mungkin bisa di bilang kencan pertama mereka.

Setelah selesai memakai sepatunya, Jimin meraih ponselnya lalu keluar dari apartemennya untuk menjemput Sienna.

Jimin tidak menjemput menggunakan mobil. Jimin hanya naik bus lalu berjalan kaki menuju rumah Sienna yang memang agak jauh dari posisi Jimin saat ini.

Jangan lupa, Jimin adalah pria sederhana. Ia bahkan masih bergantung dengan bus jalanan.

PJM: bersiaplah, sebentar lagi aku sampai

Jimin meng'klik' opsi 'kirim' di samping teks lalu masuk ke dalam bus yang sudah datang. Duduk tenang di dalam bus sampai halte berikutnya.

Sienna: hm aku sudah siap

Ujung bibir Jimin tertarik. Menciptakan sebuah senyum kecil yang pasti akan selalu menghiasi wajah tampan pria ini.

Bus terhenti lima belas menit kemudian. Pria itu bangkit dari duduknya lalu keluar dari bus. Berjalan santai menuju jalan setapak yang menghubungkan jalan raya dengan rumah Sienna. Wajahnya sumringah, surainya seperti biasa ia sibakkan ke belakang. Penampilannya juga simpel, sweater hitam dan celana ripped jeans yang selalu menjadi andalan Jimin.

"Oh, hai. Sienna,"

Kebetulan, Sienna sudah berdiri di ujung jalan.

"Seperti biasa, dia sederhana tapi begitu cantik,"

Batin Jimin kecil sembari menanti gadis itu sampai di hadapannya.

"Ayo,"

Jimin menggigit bibir bawahnya gemas lalu menggenggam tangan Sienna dengan pelan dan membawanya berlari di bawah temaramnya cahaya bulan.

"Jim! Nanti bajuku kotor!"

"Jim, aku lelah. Kita jalan saja kan bisa, kenapa harus lari, sih?!"

"Dasar tuli, bodoh, sakit-sakitan, —"

"—tapi tampan."

Jimin sengaja memotong ucapan Sienna yang benar-benar memekakkan telinganya. Tak lupa dengan seringaian khasnya, Jimin berjalan pelan sambil terus menggenggam tangan Sienna erat. Ia juga sesekali mengusap punggung tangan Sienna dengan ibu jarinya. Abaikan saja wajah Sienna yang kini mulai memerah di balik poninya.

Hening. Hanya suara gesekan sepatu mereka dengan tanah. Keduanya memang terdiam. Menikmati angin malam yang cukup dingin.

Jimin menoleh ke arah Sienna yang tampaknya tengah mengeratkan jaket denim nya dengan satu tangan. "Dingin?"

"Tidak, hanya terasa sejuk saja," ucap Sienna tak acuh.

Mendengar Sienna menjawab dengan begitu sombongnya, Jimin menghentikan langkahnya. Ia beralih, memegang kedua pundak Sienna, mengisyaratkan gadis itu agar menatapnya.

"Mau sesuatu yang hangat?"

Sienna terperangah, membalas tatapan Jimin yang ia akui itu sangat teduh. "Apa?"

"Sebuah pelukan, mungkin?"

"Cih,"

"Mau atau tidak?" Kedua lengan Jimin membentang, bersiap memeluk tubuh Sienna yang memang lebih kecil dari pada dirinya.

Gadis itu hanya terdiam. Sedikit menahan senyumnya. Ia mengalihkan pandangannya karena Jimin begitu menatapnya intens.

Begitulah, di bawah lampu jalan dan indahnya bulan malam ini, mereka berpelukan untuk kedua kalinya. Menyalurkan kehangatan satu sama lain.

Sienna tak dapat lagi menyembunyikan senyumnya. Ia membalas pelukan Jimin dan meletakkan dagunya di pundak pria itu.

Hati Sienna menghangat mengingat begitu baiknya Jimin. Bahkan rasa khawatirnya kini sedikit berkurang. Ia yakin bahwa Jimin memang orang yang tulus.

Dia, Park Jimin.

Pria dengan segudang kebahagiaan yang mampu mengalahkan peliknya kenyataan.

Maaf, Jim. Bisik Sienna kecil sebelum akhirnya melepas pelukannya dan beringsut menjauh dari Jimin.

Jimin mengangkat kedua alisnya. Bingung.

"Kekasihku menunggu,"

Mata Jimin melihat ke arah seseorang yang Sienna tunjuk.

Seketika pertahanannya kembali runtuh. Keningnya berkerut dan rahangnya menegas. Giginya bahkan sesekali bergemelatuk.

Tepat di sana, berdiri seseorang yang Jimin kenal sejak ia bersekolah di asrama seni.





Min Yoongi.

Berdiri di sana sambil menatap datar ke arah Jimin.

Lagi-lagi, Min Yoongi mengambil sesuatu yang hampir saja menjadi milik Jimin.

Hidup ini kembali berkhianat, sedikit saja tak pernah memberikan kebahagiaan untuknya.

Jimin mendekat, meletakkan tangannya di pundak pria berkulit putih pucat itu. Ia tersenyum, mengedikkan bahunya sambil tertawa kecut.

"Hai, Hyung. Masih belum lelah mengambil sesuatu dari hidupku?"

-------

Fuckin' words!
MIC DROP remix? Yea.

Yang msh mau stay, stay aja. Jangan pergi.


Sweet lies,
Yoora

Faithful For You | Park Jimin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang