Panggilan terdengar jauh, sedikit samar, beradu dengan hembus angin yang turut membawa serpih-serpih kecil daun dan ranting.
Bukan nama yang sesungguhnya. Sosok asli pemilik nama pun tak hadir tanpa izin. Tolehan kepala bersurai kebiruan tidak berlandaskan alasan hanya mereka berdua di sepanjang jalan.
Memang jati dirinya. Alternatif, sampingan, dan telah melekat dalam jiwa, atas dasar kasih sayang.
Ia tersenyum, menyahut. Minim keramahan dalam lengkungan yang lebih tepat disebut seringai. Tatapan mata seketika tak sedatar biasanya, mengejutkan lawan bicara yang memanggil.
.
.
Misterius.
Itu pendapat pertama Kuroko Tetsuya saat mengenal Akashi Seijuuro.
Kuroko bukan orang yang mudah tertarik pada seseorang hingga ingin mengenal lebih dekat. Pertama kalinya ia merasa seperti ini setelah latihan sparing basket dengan tim Akashi. Sangat lihai pria itu mengelabui lawan dengan teknik andalan, hingga mampu membuat siapa saja bertekuk lutut.
Satu hal yang membuat Kuroko ingin mengorek diri Akashi sedalam-dalamnya. Pergantian air wajah seolah menginterpretasikan teknik apa yang selanjutnya dipakai, perubahan kecepatan, dan tingkatan ambisi. Kadang turun setengah, kadang naik sampai puncak. Kadang menjadi bintang utama lapangan, kadang membaur bersama rekan satu tim.
Kuroko selalu menantikan latihan klub basket semenjak mengenal pria bernomor punggung empat tersebut. Ringan penuh kebahagiaan mengiringi langkah menuju aula olahraga. Bahkan Kagami Taiga bisa merasakan aura antusias yang memang tak ditunjukkan dalam ekspresi keseluruhan wajah, melainkan kilap mata. Berharap bisa melihat sisi lain dari Akashi Seijuuro.
Waktu bukan alat pengukur lamanya mereka berdua saling kenal, seberapa tahu mereka atas satu sama lain. Pria bersurai kebiruan menyadari bahwa selama ini tak tahu apa-apa, seandainya ia memalingkan pandangan dari seseorang yang menggunting tipis punggung tangan sendiri.
"Akashi-kun?!"
Orang tersebut menoleh, spontan berhenti menyayat. Dua warna heterokrom tak lepas sedikitpun dari sosok Kuroko yang berlari menghampiri.
"Ada apa? Tanganmu... kenapa kau gunting?!" Kuroko berjongkok, menyetarakan tinggi dengan Akashi saat ini.
Akashi bergeming. Ingin menjawab, takut perasaan yang terpendam membludak.
Sedikit decih meluncur keluar. Buru-buru berdiri dan berjalan menjauh. "Bukan urusanmu. Pergi sana."
"Aku bukan orang yang tega membiarkan seseorang menyiksa diri sendiri."
"Tetsuya."
Maka dengan disebutnya nama depan, Kuroko melangkah mundur. Terbesit sedikit rasa senang, namun begitu mudah terkalahkan oleh ketaklukkan oleh nada suara bersirat ancaman.
.
Heterokromia.
Iris dari sepasang mata memberi warna berbeda. Sebelah kanan merah, sebelah kiri kuning. Tepat mewakili dua emosi berkecamuk dalam pikiran yang mewujud sebagai bentuk kepribadian. Saat ini pun, salah satu dari mereka mengambil alih kontrol dari sosok seorang Akashi Seijuuro.
Dengan setelan jas hitam di atas kemeja putih panjang, ia duduk siap. Punggung tegak seakan tidak tergoda merasakan empuknya bantalan sofa yang menghiasi. Sesekali memainkan jemari dan memperbaiki sematan dasi kupu-kupu hitam di antara kerah. Telinga masih menyimak pembicaraan sang ayah dengan salah satu petinggi perusahaan terkenal, niat tak niat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ego
FanfictionMenjadi sosok orang yang kau cinta tidaklah buruk. [SHOUNEN AI // BXB] [AkaKuro Fanfiction] [Disclaimer: Tadatoshi Fujimaki] #AkaKurOxygen #AkaKuroAirCrafter Cover cr © Artist