"Aku takut! Aku nggak mau sendirian! Aku... Aku takut"
Di tengah gelapnya malam, seorang gadis kecil berumur 8 tahun menangis di sebuah gang kecil yang kumuh. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis kecil itu tinggal di jalanan. Setiap hari dia menyusuri jalan, keluar masuk warung makan, berharap ada yang mengasihaninya.
Setiap malam dia selalu dihantui oleh bayangan peristiwa yang terjadi pada keluarganya sebulan yang lalu, saat Ayah dan Ibunya dibunuh oleh sekelompok orang berpakaian hitam. Apa yang bisa dilakukan gadis cilik sepertinya? Tidak ada. Gadis itu hanya duduk diam di dalam lemari sembari menyaksikan kedua orang tuanya dibunuh.
Saat dia mengira orang-orang itu telah pergi, dia keluar dan duduk di samping mayat orang tuanya. Tapi ternyata orang-orang berpakaian hitam itu belum pergi dari rumahnya, dia dikejar, hingga akhirnya dia sudah tak tahu di mana dia berdiri sekarang.
Selama berminggu-minggu gadis itu tinggal di jalanan, tidur di gang yang kumuh dengan beralaskan kardus dan Koran.
Saat ia mulai kehilangan harapan, seseorang datang menghampirinya. Seorang wanita dengan suara yang lembut menawarinya sebungkus roti.
"Kamu lapar ya?" tanya wanita itu.
Gadis itu mengangguk.
"Ibu punya roti, kalau Kamu mau, Kamu boleh kok makan roti ini" ucap wanita itu sambil mengeluarkan sebungkus roti dari tasnya.
Awalnya gadis itu ragu untuk mengambil roti yang ditawarkan kepadanya, dia takut kalau ternyata orang yang ada di depanya itu adalah orang jahat. Tapi setelah melihat sorot mata wanita itu, gadis cilik itu mengambil roti yang ditawarkan kepadanya.
"Ibu sering lihat kamu di sini, Kamu nggak punya keluarga ya?" tanya wanita itu.
Gadis itu menggeleng sambil terus memakan rotinya.
"Nama Kamu siapa?" tanya wanita itu lagi.
Gadis itu tiba-tiba membuang rotinya, dia menutup telinganya. Dia mundur menjauhi wanita itu seperti orang yang sedang ketakutan.
Karena merasa bersalah wanita itu mendekati gadis kecil itu, memeluknya, dan mencoba menenangkannya. Dia mengajak gadis kecil itu ke mobilnya dan membawanya ke rumahnya.
"Kalau Kamu mau, Kamu bisa tinggal kok di rumah ini" ucap wanita itu.
"Terima kasih tante"
"Mulai sekarang, Kamu boleh kok panggil tante dengan sebutan ibu"
Mata anak itu berbinar, seolah dia menemukan kembali apa yang telah hilang dari hidupnya. Gadis itu langsung memeluk Ibu angkatnya.
"Karena sekarang ibu adalah ibu Kamu, jadi ibu harus tahu nama Kamu. Supaya Author nggak perlu lagi nulis 'gadis kecil itu' di cerita ini" ucap si Ibu.
"Aku lupa siapa namaku" jawab gadis itu.
"Gimana kalau ibu panggil Kamu Aisyah?"
Gadis itu mengangguk, sebuah senyum kecil terlihat dari bibir mungilnya.
Ketika suami dari Ibu itu pulang, dia menceritakan semuanya. Awalnya suami Ibu itu tidak mau menerima Aisyah sebagai anak angkatnya, tapi mengingat mereka tidak memiliki anak perempuan, jadi Aisyah pun diangkat menjadi bagian dari keluarga itu.
Aisyah dirawat, dibesarkan, dan disekolahkan. Harapan mereka adalah mengembalikan semangat hidup Aisyah yang dulu hampir hilang.
·
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, dan artis Korea berganti wajah. Aisyah tumbuh sebagai gadis cantik yang solehah dan berbakti kepada kedua orangtuanya. Dia sangat disenangi oleh banyak orang, termasuk semua Kakak angkatnya.
Setiap hari Aisyah memnyiapkan makanan untuk orang tuanya, mencucikan kaki kedua orang tuanya, dan dia melakukan itu tanpa diminta oleh mereka. Walaupun dia hanya anak angkat, tapi rasa sayang yang ia berikan pada kedua orang tuanya membuat para tetangganya iri.
Ibunya semakin tua, dan sering sakit-sakitan. Semua Kakak angkatnya telah terpisah, mereka sudah memiliki keluarga masing-masing. Satu-satunya anak yang selalu merawat sang Ibu adalah Aisyah. Dia memang hanya anak angkat, tapi apa salahnya berbakti pada ibu angkatnya? Toh dia juga tidak sempat berbakti pada orangtua kandungnya, jadi dia ingin melaksanakan kewajibannya kepada orang yang telah merawatnya dan membesarkannya hingga ia bisa jadi seperti sekarang ini.
Suatu hari, kondisi ibunya semakin menurun. Dia harus membawa ibunya ke rumah sakit, tapi dia tidak bisa mengendarai mobil. Sementara ayah angkatnya yang sudah tua juga tak mampu untuk membawanya. Dia mencoba menghubungi Kakak-Kakak angkatnya, tapi mereka sedang sibuk. Aisyah mencoba menghubungi Kakak tertuanya, dan Alhamdulillah Kakaknya bisa datang untuk mengantar sang Ibu.
Setelah mengantar Ibunya, Kakak tertuanya kembali ke kesibukannya yang tadi ia tinggalkan. Sepanjang hari Aisyah menjaga Ibunya, menuruti permintaan Ibunya, sampai akhirnya dia lelah dan tertidur di samping Ibunya.
Sesekali Aisyah menghubungi Kakak-kakaknya untuk memberitahukan tentang kondisi ibunya, dan meminta agar Kakak-kakaknya dapat menjenguk Ibu mereka.
Hari-hari berlalu, kondisi ibunya semakin menurun. Aisyah yang semakin cemas terhadap kondisi Ibunya, terus saja menghubungi Kakak-kakaknya. Tapi hanya Kakak tertuanya yang bisa datang dan mendampingi ibunya, yang lainya beralasan "Masih diusahakan".
Kakak tertuanya menyuruh Aisyah untuk pulang dan beristirahat, dan biar Kakaknya yang menjaga Ibunya. Walaupun sudah ada Kakaknya yang menjaga Ibunya, Aisyah tetap saja khawatir terhadap kondisi ibunya. Dia takut kalau sewaktu-waktu Ibunya membutuhkannya, dan dia tidak ada di sana.
Malam harinya, saat Aisyah sedang tidak ada di Rumah Sakit. Ibunya yang sudah tidak mampu berbicara, menggoyang-goyangkan badannya. Seolah ada sesuatu yang ingin dikatakan.
Melihat kondisi sang Ibu, Kakak tertua Aisyah langsung memanggil dokter. Tapi sayangnya dokter jaga untuk malam itu sedang sibuk melayani pasien lain. Kakaknya langsung menghubungi Aisyah, dan menyuruh Aisyah agar cepat datang ke Rumah Sakit.
Sesampainya di Rumah Sakit, Aisyah segera menghampiri Ibunya, memeluk Ibunya, lalu dia menyadari sesuatu yang tidak disadari oleh kakaknya.
"Ibu udah buang air ya?" tanyanya pada Ibunya.
Aisyah langsung membersihkan kotoran Ibunya, menggantikan popoknya, dan barulah Ibunya bisa kembali tenang.
"Ibu tenang ya! Aisyah udah ada di sini kok, Aisyah bakalan nemenin Ibu, jagain Ibu, ngerawat Ibu semampu Aisyah" ucap Aisyah sambil memeluk Ibunya yang terbaring di ranjang rumah sakit.
Aisyah mengambil wudhu, lalu membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an di samping Ibunya hingga ia tertidur bersama Ibunya.
Aisyah membuka matanya, memejamkan matanya sebentar lalu memandangi sekelilingnya. Dia bingung karena kini ia telah berada di kamarnya, padahal seingatnya dia tertidur bersama Ibunya di kamar Rumah Sakit. Aisyah segera beranjak dari kasurnya, dan segera keluar dari kamarnya.
Di luar terdengar lantunan surah Yaasin, dan tepat di tengah ruangan terdapat sebuah jasad yang ditutupi kain. Tubuh Aisyah seketika melemah, rasanya dia tak bisa berdiri lagi.
'bruak'
Aisyah terjatuh pingsan, tubuhnya terlalu lemah. Saat dia tersadar, dia hanya bisa menangis. Dua kali, dua kali dia harus kehilangan orang yang dia sayangi.
****
Untuk kita semua, untuk kita yang masih memiliki orang tua. Sebuah cerita singkat di atas menggambarkan seorang anak angkat yang begitu berbakti pada orang tua angkatnya, bahkan ketika orang tuanya sakit-sakitan. Dia merawat Ibu angkatnya, membersihkan kotorannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Mampukah kita seperti dia?