"Halo," sapa seseorang dari balik bahuku. Aku menoleh dan aku melihat dua orang sedang tersenyum lebar untukku. Aku hanya membalas dengan senyum simpul."Halo juga."
"Mau ke kantin?" tanya Geva, salah satu dari mereka. Aku
mengangguk. "Kita juga. Ayo bareng!"Tanpa meminta persetujuan dariku, Geva dan Azka menarik tanganku. Mereka bahkan tidak memedulikan diriku yang berlari terseret-seret karena tarikan mereka yang terlalu bersemangat.
"Pelan-pelan," ucapku, tapi sepertinya mereka tidak ada yang mendengarkan. Jadi aku hanya bisa pasrah ditarik oleh mereka berdua.
Aku menghembuskan napas lega ketika kami telah sampai di kantin. Geva menyuruh aku dan Azka mencari meja, sementara dia yang membeli makanannya.
"Hari ini aku lagi baik. Jadi kalian aku yang traktir." Begitu katanya. Aku dan Azka hanya mengangguk. Tapi anggukan Azka lebih bersemangat, tentu saja.
Tak butuh waktu lama bagi Geva untuk membeli makanan. Karena sekarang dia telah ada di hadapan kami dengan senyuman khasnya yang sudah biasa aku lihat.
"Ini." Geva menyerahkan pisang bakar untukku dan nasi goreng untuk Azka. Geva selalu tahu apa yang kami suka.
"Selamat makan," ucapnya terlalu bersemangat.
Aku tersenyum simpul, kemudian menyuap potongan pisang bakar ke dalam mulutku. Aku selalu suka bagaimana rasa coklat dan keju melumer menjadi satu di dalam mulutku. Selalu ada rasa yang bahkan olehku sendiri tak bisa dijelaskan.
"Eh, eh. Aku mau cerita deh," kata Geva mengalihkan perhatian kami. Aku melirik sepiring siomay miliknya sudah habis tak berbekas.
"Hmm?" gumamku, lalu menyuap potongan terakhir pisang goreng. Ada rasa sedikit sedih sih, tapi ya sudah lah. "Mau cerita apa?"
"Minggu lalu aku enggak sengaja baca buku di perpustakaan sekolah ,--"
"Enggak sengaja ya," potong Azka. Geva terkekeh.
"Ya pokoknya gitu lah."
"Lanjut," pintaku karena penasaran dengan cerita Geva.
"Di salah satu buku, aku lupa judulnya apa, katanya kalau kita mikirin suatu impian sebelum tidur, impian itu akan terwujud, lho."
Aku mengernyitkan dahi. "Memangnya ada yang seperti itu?"
"Ada," jawab Geva dengan sangat-amat bersemangat. "Kemarin malam, aku sebelum tidur mikirin bisa pergi ke Jakarta bareng keluarga, soalnya aku penasaran seperti apa Jakarta itu. Dan kalian tahu, impian itu beneran terwujud. Besok, aku dan keluargaku akan pergi berlibur ke Jakarta."
Aku termenung.
"Wah, aku juga pernah kayak gitu."
Kali ini perhatianku beralih ke Azka. "Kalau kamu seperti apa?"
"Ini udah lama sih, tapi sampai sekarang aku masih ingat. Dua bulan lalu kayaknya, aku pernah secara gak sadar mikirin kalau aku akan dibelikan HP baru sama Ayah saat sebelum tidur. Aku pernah cerita kan, kalau aku dapet HP baru dari Ayah, dan berarti impian aku itu benar-benar terwujud."
Aku, lagi-lagi termenung.
***
"Assalamu'alaikum."
Seperti biasa, rumahku selalu sepi. Sejak Mama meninggal dunia tiga tahun lalu, aku selalu bermain ditemani sunyi. Tapi biasanya ada Mbak Ros. Tumben sekali hari ini Mbak enggak ada.
Aku pun melakukan rutinitasku sepulang sekolah seperti biasa. Ganti baju, mandi, belajar, nonton tv, makan, bermain dan lain-lainnya. Semua aku lakukan sendiri, karena Papa selalu mengajariku untuk selalu mandiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream [1/1]
Short Story"Aku punya satu impian, dan aku ingin impianku itu terwujud."-Nasya. Mengisahkan tentang satu orang anak yang percaya, kalau kita memikirkan sebuah mimpi sebelum tidur, maka impian tersebut akan terwujud.