1

13 2 0
                                    

Pagi ini terasa indah, ditemani dengan udara sejuk di daerah sekitaran puncak, membuat
siapa saja yang berada di tempat ini akan merasa malas untuk beraktifitas, atau bahkan sama sekali tak ingin keluar dari dekapan selimutnya. Tapi berbeda dengan Adia, gadis cantik yang kini telah disibukkan dengan kegiatannya menyapu serta merapikan isi cafe tempatnya bekerja.

Pagi-pagi buta, bahkan disaat matahari belum menampakkan cahayanya, ia sudah mulai berjalan kaki untuk menuju tepat kerjanya selama 2 tahun belakangan ini.

Setelah memastikan tak lagi ada sisi yang kotor, dengan bergegas ia menyimpan seluruh alat bersih-bersih yang tadinya ia pegang.

Adia membenarkan ikatan rambutnya yang telah berantahkan dengan tangannya. Setelah merasa rapi, tangannya mulai menggapai apron yang terletak di gantungan khusus apron, kemudian ia membungkus badannya yang sebelumnya telah menggunakan kemaja kotak-kotak merah dan celana jins dengan apron yang sudah ia ambil.

Ia tersenyum puas, kakinya melangkah menuju pintu kaca yang menjadi dinding pembatas kafe ini. Tangannya bergerak membalikkan tulisan 'Close' yang ada di pintu menjadi 'Open'.

Kemudian ia kembali ke meja kasir untuk sekedar menghabiskan kopi yang sebelumnya telah ia buat untuk menjadi sarapan paginya dan menunggu orang yang datang untuk berkunjung ke cafe ini.

Tringg

Bunyi itu berasal dari pintu depan yang menandakan adanya orang yang datang, Adia secara spontan berdiri karena mendengar bunyi itu.

"Selamat pa-"

"Sorry ya Dia, gue telat. Gue itu udah pasang alarm dari jam 4 sampai jam 6, tapi gak ada satupun yang berhasil buat gue bangun." Cerocos gadis tadi seraya membujuk Adia.

"Udah, gak papa kok. Lagian ini kan cafe punya lo, ya terserah lonya lah mau datang jam berapa." Jawab Adia.

"Tapi kan lo jadi beres-beres sendiri. Pasti lo capek kan?. Aduh gue ngerasa bersalah banget nih."

Adia tersenyum. "Gak Adira, gue gak ngerasa capek atau apapun itu lah. Buktinya gue masih segar nih." Ia menunjukkan mukanya yang bersemangat.

Akhirnya Adira menyerah, percuma juga melawan gadis keras kepala yang telah menjabat menjadi sahabatnya dari sebelum mereka lahir. Memang ibu Adia dan ibu Adira bersabat, maka tak heran kalau mereka berdua memiliki nama yang hampir sama.

"Oke, gue nyerah. Memang Adia selalu benar dan Adira selalu salah." Kata Adira seolah-olah kesal dan marah.

"Bukan gitu maksud gue, gue cuma bilangin yang sebenarnya aja. Ini gak buat gue capek. Suer deh." Adia mengacungkan dua jarinya membentuk 'v'.

Adira tertawa didalam hatinya setelah melihat ekspresi takut dari sabatanya itu. Ia tetap melanjutkan aksinya untuk terlihat seolah marah.

"Aduh, gue berani sumpah deh. Gue gak capek sama sekali. Lagian ini baru jam 6 kok. Lo gak telat, guenya aja yang keawalan."

Akhirnya tawa Adira tidak lagi bisa dibendung, ia tertawa cukup lama sehingga yang melihatnya bisa menganggapnya kesurupan atau mungkin gila.

"Lo ngapa dah?" Tanya Adia.

"Muka lo tu lucu banget, parah. Orang gue cuma bercanda, tapi melasnya udah kayak anak anjing gak dikasi makan seminggu."

"Lo mah, gue kirain lo beneran ngambek. Kalau nanti gaji gue dipotong kan bisa berabe urusannya." Adia balik menggoda Adira.

"Yeuh, gue mah gak alay gitu sampai potong gaji segala." Kesal Adira.

Adia tertawa kecil. "Canda gue."

"Yaudah, lo jaga meja kasir ya. Gue mau ngambil stok kopi di dalam."

Setelah Adira pergi meninggalkan Adia sendiri untuk mengambil persediaan kopi, Adia kembali berkutat dengan kopinya yang sudah mulai dingin mengikuti suhu kota ini.

Adia menyruput kopinya sedikit demi sedikit, dengan tujuan kopi ini bisa bertahan minimal 1 hari,

Tringg

Lagi-lagi bunyi itu kembali berbunyi. Adia dengan sigap langsung berdiri menyambut orang yang telah memasuki cafe ini.

"Selamat pagi mbak. Ada yang bisa saya bantu?"

Adia berkata ramah, tak lupa dengan senyum manisnya yang membuat siapapun berfikir bahwa ia adalah orang yang paling bahagia. Namun otang yang berada di hadapan nya tampak seperti takut atau sedikit malu, ntah mungkin karna senyum Adia yang terlalu manis, sehingga jika orang yang melihatnya akan mengaggapnya, idiot.

"Maaf mbak, saya bukannya mau pesan, tapi saya mau nanya alamat." Jawab orang itu takut-takut.

Adia merasa sedikit kecewa dengan jawaban yang ia dengar, namun ia tetap mencoba untuk tersenyum manis dihadapan orang itu.

"Oh iya, boleh."

mendengar jawaban Adia, membuat ekspresi orang itu langsung berubah 180 derajat dari sebelumnya. Wajahnya kini menampakkan senyum sumringahnya, dan kini gadis itu terlihat 90% lebih idiot dari senyum idiot Adia sebelumnya.

"Alamat toko Lovacake dimana ya?"

Adia agak bingung dengan apa yang dikatakan orang itu. Karena sejujurnya ia tidak pernah mendengar nama toko itu sebelum orang didepannya menyebutkannya.

"Lovacake?"

***

Cerita ini sebenarnya udah lama dibuat, tapi belum pd buat publish, wkwkwk. Soalnya ceritanya aneh GMNGT.

Cerita ini aku buat dalam rangka memperbaiki nilai pelajaran bahasa indonesia yang biasanya hanya 80 doang.

#abaikan . Orang yang ngomong aja aneh.

Dont forget to votmen!

LovacakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang