Q1 : Who are we?

1.7K 149 33
                                    

Penat. Satu kata itu memenuhi seluruh spasi dalam tulisan Taeyong. Jemari lentiknya mulai enggan menari di atas keyboard dengan dominasi warna space gray. Kata demi kata tertuang semakin serampangan mengisi bait - bait naskah yang dijamahnya sejak mentari tertoreh di ufuk timur. Hingga waktu telah melewati jam makan siang, ia masih berkutat dengan kesibukan itu. Duduk di kursi putar dimana ia dihadapkan dengan sebuah layar dan keyboard, sedang jemarinya menekan tuts - tuts yang hanya menghasilkan bunyi 'tak tak tak' memenuhi ruang kerjanya.

Taeyong menghela napas lelah untuk kesekian kali. Rasa berat di tengkuk dan pundaknya hampir mencapai ubun - ubun. Sayangnya, pekerjaan itu masih membutuhkan dirinya untuk terus dijamah. Hingga rasa letihnya sampai pada titik jenuh yang tak dapat ditoleransi lagi, ia limbung. Kepalanya direbahkan di atas meja dengan lengan sebagai bantalan, sedang wajahnya cemberut menatap lurus pada layar tak bersalah.

"Aku lelah sekali." Gumamnya.

Kedua mata penuh binar yang dibingkai lekuk halus dengan bulu mata lebat itu pun mulai mengatup. Napasnya masih teratur meski sarat akan rasa letih dalam setiap helaan. Pikirannya tak lagi fokus dengan kalimat yang harus ia rangkaikan kembali dalam naskah romance garapannya.

"Jaehyun." Gumamnya untuk kedua kali. Melafalkan nama pria yang beberapa hari belakangan tak lagi bersitatap dengannya.

Taeyong bangkit, melepas kacamata anti radiasi dan menaruhnya asal. Ia mulai berjalan lunglai ke kamar, mencari benda kotak berukuran sedikit lebih lebar dari remote control yang bernama ponsel. Ibu jarinya mulai bergerak lincah mencari satu nama yang menjadi tujuan ia menjamah iPhone keluaran terbaru itu. Jaehyun.

"Halo, kau dimana?"

"..."

"Apa kau sedang sibuk?"

"..."

"Bisakah kau datang ke rumahku sekarang?"

"..."

Panggilan telepon berakhir dengan satu kesepakatan. Pria bernama Jaehyun itu akan datang menemui Taeyong dan berjanji tiba dalam kurun waktu satu jam.

Satu jam. Waktu yang terbilang lebih dari cukup bagi Taeyong untuk membersihkan diri, menata kembali ruang kerjanya, bahkan untuk makan siang kedua. Tidak. Makan siang kedua bukan termasuk agendanya. Perut Taeyong tak cukup lebar untuk menampung lebih dari apa yang ia makan sejam lalu.

Sekarang masih pukul dua lewat lima belas menit. Taeyong merapikan serba - serbi yang berantakan di ruang kerjanya, termasuk mematikan laptop. Kiranya untuk waktu beberapa jam ke depan ia tak akan menjamah benda itu. Sudah cukup satu jam berkutat dengan si laptop dan hanya menghasilkan separuh dari satu halaman teks. Itulah mengapa Taeyong ingin sejenak merelaksasi otot dan tubuhnya yang butuh belaian. Belaian Jaehyun?

"Cih." Si rambut blonde kembali bergumam diiringi seringaian. Pikiran terkutuk akan betapa jalang dirinya saat menginginkan Jaehyun terlintas begitu saja. Taeyong tak sabar menyulut libido pria bermarga Jung itu.

.

.

.

Berbaring di sofa dengan paha Jaehyun sebagai bantalan adalah favorit Taeyong. Tak ada hal yang lebih nyaman dari itu. Namun tentu saja ada hal lain yang lebih baik. Berada di bawah Jaehyun sementara pria itu mengoyak habis tubuhnya, membakar birahinya, menghujam satu titik kenikmatan dalam tubuhnya. Taeyong selalu menyukai cara Jehyun memperlakukannya.

"Bagaimana dengan naskahmu?"

Taeyong berdecak, menghela napas, membalikkan tubuhnya ke samping hingga tubuh itu berhadapan dengan televisi berukuran 55 inch keluaran Samsung. Ia memberengut kesal menanggapi pertanyaan Jaehyun. "Aku sedang tidak ingin membahasnya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BLOOMINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang