Prolog

18 1 0
                                    


"Heiii....!!!"

"Gimana? Jadi main basket gak nanti?"

"Bro, Mabar kuy!"

"Yang, aku minta pulsa....~"

Suasana kelas yang riuh-rendah akibat beragam tingkah para siswa di dalamnya memecah ketenangan di salah satu sekolah ternama di Ibu Kota itu. Mereka saling bermain, tertawa dan bercanda dengan temannya. Ada juga yang saling berloncat-loncatan liar dan mengobrol bersama.

Dan disinilah aku, sesosok murid pendiam-tak menonjol-dan biasa saja berada. Hei, kau mungkin melihatku menyedihkan ataupun berbagai stigma negatif yang kau punya terhadap diriku. Nyatanya, aku tidak seperti itu. Aku sedang mencoba untuk meniru gaya para murid teladan di kelasku, mereka bahkan jarang sekali berbicara dan selalu membaca buku-buku pelajaran maupun buku-buku filsafat atau bahkan sastra Inggris yang teramat tebal hingga dapat membuat orang awam akan tertidur begitu kau membukakan halaman pertama dari buku itu.

"Berisik amat sih pagi-pagi..."

Keluh diriku, akupun mencoba untuk mencari posisi untuk tidur yang nyaman bagiku. Namun rasanya hal itu sia-sia saja dengan suasana kelas yang semakin ramai akibat banyaknya "Badut Kelas" yang baru datang akibat takut dengan penggaris besar milik guru piket di sekolahku. Hm? Kau bingung dengan apa yang kumaksud "Badut Kelas"? Bisa dibilang mereka adalah murid yang bila kelas tanpa mereka, suasana kelasmu akan sepi karena tidak ada yang meramaikan suasana, jadi mereka cukup berharga sebagai pencair suasana. Namun bila kau jeli, tentunya kau bisa menemukkan dua makna dari julukan itu.

"Woi, pinjem buku PR Sejarah lu dong,bro !"

Hei, bahkan di sekolah inipun masih ada murid-murid yang berisi tapi tidak berisi, antara isi dompet dengan isi otaknya. Minta seorang anak bernama Steve yang baru masuk ke kelas dan langsung menuju meja murid terpintar kedua di kelas ini. Kenapa kedua? Karena yang pertamanya adalah AKU. Maaf, maksudku murid terpintar sekaligus sang Ketua Kelas di kelas ini sedang berada di ruang guru untuk membantu tugas wali kelas kami, Pak Rudi.

Dengan kecutnya, Alex yang PR-nya baru saja diminta langsung menolak permintaan Steve. Steve pun langsung beralih dan mencari pinjaman PR dari murid lainnya, namun secepat apapun dia menyalin, takkan sempat karena hari ini Sejarah merupakan mapel pertama kami. Tentu saja, bagaimana mungkin karangan mengenai Kerajaan Majapahit sebanyak minimal 7 lembar dari Guru Sejarah kami, Pak Wijaya dapat diselesaikan dengan sisa waktu 10 menit sebelum bel masuk. Alhasil, Alex dan 3 orang anggota Gank-nya pun dihukum dengan membersihkan seluruh gedung sekolah kami.

Gedung sekolah SMA Jaya Nusantara yang terletak di Ibu Kota ini sendiri cukup besar dengan 4 lantai dan luas gedung sekitar dua hektar. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang cukup favorit. Dan aku bersyukur bisa diterima di sekolah ini. Disini berkumpul para murid-murid pintar dari berbagai penjuru Jakarta.

Oya, ngomong-ngomong namaku adalah Rax Alankar, hobiku ialah menyendiri. Bukan, bukan karena aku tak punya teman, melainkan karena aku hanya ingin menjadi murid berprestasi dan membanggakan kedua orang tuaku. Aku tidak mau menghabiskan masa SMA ku dengan bersenang-senang seperti murid-murid lainnya, aku hanya ingin belajar dan diterima masuk Jurusan Bisnis Manajemen di sebuah universitas swasta yang cukup ternama di luar kota. Yah, sejujurnya aku ingin masuk ke PTN dengan akronim dua hurufnya yang khas di daerah Depok, tetapi aku menyadari kemampuan milikku dan memilih untuk masuk swasta saja.

"Rax, kemari nak! Bapak ingin bicara sebentar" panggil Pak Rudi yang berdiri di ambang pintu kelasku.

"Kenapa pak?"dengan langkah malas aku menuju beliau.

"Coba kamu tolong bantu saya memasukkan nilai anak-anak. Ayo kamu ikut saya" ajak Pak Rudi sembari merangkul pundakku.

Akupun mengikutinya, dan tak sengaja mendengar sedikit cibiran anak-anak kelasku,

"Hei, lihat deh~ anak itu benar-benar disayang oleh para guru ya..."

"Iya iya, padahal dia kan hanya anak aneh yang lebih suka menyendiri"

"Kenapa dia bisa jadi kesayangan para guru sih, bukannya aku"

Cibiran itu sudah menjadi santapan sehari-hari bagiku, yah sudahlah toh aku sudah kelas 3 dan hanya tinggal beberapa bulan lagi menuju kelulusan, untuk apa aku terlalu memusingkannya. "Life Must Go On" itulah mottoku. Walaupun tentu tetap terbesit rasa iri ingin menjadi seperti anak-anak lain yang dapat tertawa lepas bersama teman-temannya ataupun yang memiliki pacar yang mau menungguinya sepulang sekolah ataupun kegiatan bersama yang dapat mereka lakukan. Masa muda takkan datang dua kali huh, bagaimana bisa aku menikmati masa mudaku yang seperti ini.

Yah, mungkin aku akan menghadapi rutinitas yang sama seperti dua tahun sebelumnya. Datang sekolah-belajar-pulang yang seolah telah menjadi hal pokok dalam hidup seorang siswa bernama Rax Alankar. Apapun itu, untuk kelas 3 ku kali ini, Yang Akan Terjadi Maka Terjadilah....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 25, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Me and "Perfect" MeWhere stories live. Discover now